Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kejutan Segar dari Monty

Film pertama Monty Tiwa sebagai sutradara. Penuh kejutan dan segar.

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maaf, Saya Menghamili Istri Anda Sutradara dan skenario: Monty Tiwa Pemain: Ringgo Agus Rahman, Mulan Kwok, Shanty Produksi: Sinemart Pictures

NAMANYA Dibyo. Soal berapa usianya, siapa dia, dan dari mana dia datang tidaklah penting. Yang jelas, Dibyo (Agus Ringgo Rahman) adalah seorang pengangguran dan kelakuannya kebangetan. Walau hanya menjadi figuran di beberapa sinetron, dia ber-tingkah seperti aktor besar.

Dia juga pembual. Silat lidahnya membuat banyak cewek jatuh hati. Tapi setelah tahu ia banyak berbohong, dalam dua minggu ia pun ditinggalkan. Utangnya di mana-mana, menjelang pergantian bulan ia selalu ketar-ketir.

Karakter Dibyo yang begini ini sudah jamak dijadikan tokoh dalam film yang diniatkan menjadi komedi. Pergulatan hidupnya, yang sarat akal-akalan melawan penderitaan, dalam berbagai adegan menjadi resep pengocok perut yang enak. Penonton bisa dibuat terpingkal-pingkal. Paling apes, baguslah kalau penonton bisa mesem.

Resep inilah yang dipercaya Montgomery ”Monty” Tiwa, 31 tahun, dalam menggarap Maaf, Saya Menghamili Istri Anda yang diputar di bioskop mulai akhir pekan ini. Ini adalah film pertama Monty yang sebelumnya lebih sering bertugas sebagai penulis skenario bersama Indra Yudhistira dan kemudian Rudi Soedjarwo dimulai dengan film 9 Naga, Pocong 1 (yang tak sempat beredar), Pocong 2, Mendadak Dangdut, dan yang belum lama beredar adalah Mengejar Mas-Mas. Hampir dalam semua film yang skenarionya ditulis Monty, dia juga bertindak sebagai pencipta lagu film tersebut yang jadi hit. Seperti Jablay dalam film Mendadak Dangdut. Selain itu, ia juga menulis beberapa karya televisi. Kini, mampukah dia didapuk menjadi sutradara?

Simak ini. Beberapa detik pertama, Monty menggedor dengan menampilkan adegan dari sebuah casting film dari tokoh yang ada dalam filmnya. Di Hollywood ini tidak baru. Tapi di Indonesia, ini langkah berani. Selanjutnya, sepanjang film bergulir, ada yang lucu dan ada juga yang lamban. Terkadang musik masuk dengan tepat dan menggebrak, terutama pada adegan laga; terkadang ada adegan sunyi yang terlalu lama (maklum, Jakarta macet. Untuk menonton film yang sunyi dan lama, harus punya alasan yang sahih—Red.)

Petualangan Dibyo menjadi urat cerita yang kemudian melahirkan komedi. Dibyo berkenalan dengan Mira (Mulan Kwok) dalam sebuah pesta ulang tahun, lalu keduanya saling naksir. Dua bulan kemudian Mira datang dengan membawa kabar dirinya sudah hamil. Sialnya, Mira masih berstatus sebagai istri Lamhot Simamora (Eddie Karsito), preman yang garang. Soal kenapa Mira yang berasal dari keluarga terhormat bisa kawin dengan preman macam Lamhot, biarlah itu urusan sang sutradara. Dan memang soal logika seperti ini sering diabaikan oleh Monty dalam skenarionya. Tapi, kami memaafkannya karena Monty berhasil membuat film ini menjadi pergulatan yang penuh kejutan dan sungguh kocak. Mira kabur dari Lamhot karena suaminya memukuli pria sampai cacat.

Dari sini saja kita sudah sakit perut dan waswas, bagaimana nasib Dibyo yang dungu itu di tangan Lamhot? Eh, ternyata tak sengaja mereka menjadi sahabat. Entah bagaimana, Dibyo berlagak jadi orang Batak dan seluruh klan hormat dan percaya padanya karena dia ”keturunan bangsawan” (mereka mengucapkan ini sembari menunduk hormat). Maka, Dibyo a.k.a John Sidabutar pun berlagak sebagai bagian dari geng preman di bawah pimpinan Lamhot. Cilakanya, Butet (Shanty) juga jatuh cinta padanya. Misi awal untuk minta maaf karena telah menghamili istri Lamhot sudah jauh terkubur.

Harus diakui, dalam penanganan adegan, cerita, dan bahkan pemilihan musik, Monty berhasil melepas diri dari bayang-bayang Rudi. Monty lahir sebagai dirinya sendiri. Ia lebih mementingkan elemen sosial satire dan tak mengaduk-aduk soal romansa cinta segitiga Dibyo-Mira-Butet. Alhamdulillah, tak ada adegan sendu, atau berpuisi-puisi seperti pada skenario sebelumnya. Tapi ada satu adegan yang menunjukan ia murid Rudi Soedjarwo yang patuh.

Polisi menggeret Lamhot sehabis menghajar Dibyo. Dari atas tubuh Dibyo yang terkapar, kamera mengambil gambar Lamhot yang menjauh sambil meneriakkan ancaman pada korban yang baru saja dihajarnya.

Menonton film dari sutradara baru ini, jelas menyenangkan ketimbang antre karcis untuk menonton film-film horor yang sudah menjadi barang murah meriah yang bikin selera kandas. Jika ia di tangan yang tepat dan dengan rendah hati terus menggosok dirinya, kami pasti ingin menyaksikan karya-karya berikutnya. Monty sudah berhasil naik kelas. Selamat datang, Monty, sang sutradara.

Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus