Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kemarahan Generasi 'X'

Sebuah pameran yang berangkat dari gagasan sosialisme tapi bergaya kapitalisme. Sebuah perlawanan generasi yang marah.

27 Juni 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rebel without Cause
Karya:Arie Dyanto
Tempat:Lembaga Indonesia Prancis, Yogyakarta
Waktu:21-30 Juni 1999

Ruang pameran itu mendadak menjadi sebuah mal yang penuh sesak dengan iklan. Lembaga Indonesia Prancis, Yogyakarta, itu berisi pancaran sinar warna-warni yang menyembul dari balik kotak neon dalam berbagai ukuran dan itu masih diramaikan dengan entakan musik rap. Ini sebuah suasana yang sangat mencerminkan pasar, sebuah konsep yang menjadi ''anak kandung" kapitalisme.

Inilah karya seni rupa Arie Dyanto yang menggunakan kotak neon sebagai medium ekspresi. Dari segi penggunaan medium, pameran ini sungguh menarik karena kotak neon bukanlah medium yang lazim digunakan dalam seni rupa.

Perupa jebolan Seni Grafis Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini memamerkan 13 karya berupa lembaran mika transparan yang dilukis dengan cat minyak pada salah satu sisi dan kemudian dikemas dengan bingkai kayu berbentuk kotak. Lewat medium ini Arie mengangkat tema yang sedang menjadi tren dalam seni rupa saat ini, yakni tema politik. Ia mengumbar kemarahannya terhadap rendahnya moralitas dan perilaku politik para pengelola negara. Setiap kali media massa menampilkan pernyataan aparat negara yang merendahkan kecerdasan publik, atau tindak kekerasan yang dilakukan untuk membungkam aspirasi, itu menjadi luka yang dalam pada dirinya. Pada gilirannya luka itu membakar kemarahan yang acap kali tak jelas penyebabnya. Ia menyebut proses ini rebel without cause, sebuah perlawanan tanpa sebab. Ini sebuah judul yang—mungkin saja—terinspirasi dari film Rebel Without a Cause karya Nicholas Ray, yang dibintangi James Dean (meski tampaknya pameran ini tak memiliki hubungan tema apa pun dengan film Dean).

Tengok karyanya berjudul Saga, Saga, Saga. Sejumlah komposisi garis berpola geometris mengelilingi sebuah menara dari konstruksi besi dengan dua pengeras suara di atasnya. Menara ini mirip dengan menara sirene tanda bahaya yang terdapat di kompleks Pasar Beringharjo, Yogyakarta, yang biasa berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan kolonial. Di bagian bawah terdapat teks watch out, protect your head dengan gambar orang sedang mengacungkan bedil dan siluet figur orang yang sedang berada di lingkaran sasaran tembak. Di pojok kiri atas ada figur orang mengenakan T-shirt hitam dengan gambar tokoh legendaris gerakan perlawanan kiri Che Guavara di dadanya, dan sebuah teks rage againts the machine.

Karya ini tampaknya sebuah narasi tentang kemarahan terhadap hegemoni kekuasaan yang melakukan praktek kekerasan. Di dalam karyanya ini ada simbol-simbol penguasa yang melakukan kekerasan, baik simbol visual maupun simbol berupa teks. Ada simbol perlawanan yang membersitkan ekspresi kemarahan yang dicomot dari terminologi budaya pop. Narasi semacam inilah yang diterangi semburan lampu neon yang didominasi warna merah pada seluruh karya Arie. Pada karya berjudul Back Off ada figur yang tangannya terikat dengan teks pada T-shirt, back off, sementara di sekitarnya terdapat gambar orang yang tengah menembak.

Pada karya bertajuk X, terdapat figur yang di dadanya tergambar jilatan lidah api, dan di sekelilingnya terdapat sejumlah peti dengan figur-figur yang terbujur di dalamnya. Ada juga pesan-pesan politik dalam karya Arie, seperti sent out the prisoners yang tertulis di bawah sebuah gambar kepala orang yang menyeruak dari balik terali besi.

Pada karya Arie, ekspresi kemarahan sebuah generasi yang diterpa oleh hiruk-pikuk ''budaya MTV" tampak jelas, tapi karyanya juga menjadi cermin sebuah generasi yang sangat sadar dengan permainan politik kelompok hegemonis. Ekspresi Arie adalah sebuah perwujudan fenomena gerakan new left yang digandrungi generasi muda kelas menengah terpelajar pada awal 1970-an. Mereka adalah generasi yang memuja sosialisme untuk menentang kemapanan sembari tetap menikmati gaya hidup kapitalistis. Dalam hal ini, ideologi (kiri) tak lagi merupakan sebuah keyakinan yang memiliki harga mati, tapi lebih merupakan sebuah gaya hidup. Sepatu boot yang biasa digunakan buruh Amerika dan Eropa tak selalu merupakan sebuah simbol perlawanan terhadap penindasan, tapi bisa berubah menjadi fashion.

Yang kemudian menjadi ''ganjil" adalah karyanya mengandung elemen kontradiksi antara wacana kiri yang sangat menentang penindasan dan wacana kapitalisme yang terungkap dalam gaya hidup. Kontradiksi ini juga terlihat pada karya Arie dalam hal pemilihan medium. Kotak neon sebenarnya merupakan gejala pasar dalam konteks ekonomi kapitalistis, dengan munculnya advertensi untuk menggenjot konsumsi khalayak terhadap produk industri. Arie juga menggunakan idiom-idiom pop yang merujuk pada budaya kapitalistis. Tapi, lewat medium ini, Arie mengekspresikan gagasan-gagasan sosialistis. Sebuah fenomena menarik, khususnya di kelompok perupa muda Yogyakarta yang sangat terinspirasi dengan ideologi kiri tapi mengambil gaya hidup yang dikembangkan oleh kapitalisme global. Mungkin inilah perlawanan bergaya kapitalistis terhadap penindasan yang juga berakar pada kapitalisme.

R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus