SAYA betul-betul gandrung -- baik kepada melodi, syair, maupun
masalah yang dibawakan oleh ciptaan Ismail Marzuki," kata
Soewanto Soewandi, Kepala Urusan Siaran TVRI Jakarta. Bulan lalu
ia telah menggarap kembali sejumlah karya Almarhum dalam siaran
kenangan di TVRI dengan dukungan beberapa orang biduan. Di
antaranya Hetty Kus Endang, yang menyanyikan Gugur Bunga dengan
suara yang kurang los.
Sekarang Granada Record telah mengeluarkan sebuah kaset
'Nostalgia' namanya, berisi 16 lagu Ismail. Semuanya dibawakan
secara instrumental oleh kwartet Sudharnoto (piano), Irawan
(bas), Andi. R. (dram), plus Adi Karso (perkusi) yang bertindak
juga sebagai penasehat. Agak berbeda dengan yang sudah sempat
kita nikmati dari tangan Soewanto di TVRI, lagu-lagu ini
dilemparkan dalam berbagai irama -- wals, bosanova, slow fox,
slow rock, foxtrot chacha, paso pouble, mars.
Ismail Marzuki, yang namanya diabadikan untuk Pusat Kesenian
Jakarta (TIM), adalah anak Betawi. Ia dilahirkan di kampung
Kwitang, 11 Mei 1914. Meninggal 44 tahun kemudian, 25 Mei,
akibat sakit paru-paru yang dideritanya sejak 1945. Karyanya
terakhir berjudul Inilah Bahagia -- dikerjakan 1957. Sejak
lagunya yang pertama O, Sarinah (1931), ia telah menuliskan
sekitar 202 komposisi yang beraneka ragam: seriosa, populer,
keroncong, stambul, mambo, rumba, tango, mars dan sebagainya.
Anak seorang pengusaha bengkel ini adalah anggota 'Lief Java',
sebuah orkes yang tersohor pada zamannya baik di Jakarta, Jawa,
sampai ke Malaya. Pada 1941 ia memasuki dunia siaran radio.
Empat tahun kemudian menikah dengan Eulis Zuraidah, biduanita
dan pimpinan orkes keroncong 'Hea An' di Bandung. Dari dia
inilah Ismail menggali inspirasi untuk lagunya yang berjudul
Panon Hideung.
Pada 1964, Almarhum mendapat anugerah Piagam Wijayakusuma dari
Pemerintah RI untuk karyanya lagu Rayuan Pulau Kelapa (1944).
Kendati Ismail sering romantis dan sentimentil, lagu-lagunya
memang merupakan catatan revolusi yang mengharukan.
Mengingatkan kita kepada para pahlawan di masa lalu -- bukan
sebagai hero-hero yang super, tetapi manusia biasa yang
mengangkat senjata karena menjawab keadaan -- dan bukan untuk
jadi pahlawan. "Memang lagu-lagu Ismail pesimis, melankolis,
tapi tidak cengeng. Lagu-lagu perjuangann, sangat manusiawi,"
kata Soewanto.
Terasa Tak Direkam
Kekuatan Ismail tidak hanya pada melodi. Tetapi juga syair.
Lihat misalnya Juwita Malam. Lagu yang pernah dinyanyikan dengan
bagus oleh Almarhum Sam Saimun ini, dibangun dengan lirik yang
antik -- tetapi bersama melodi ada kerjasama yang bagus,
sehingga sekarang pun kita tidak terganggu menikmatinya.
Engkau gemilang alam cemerlang
Bagaikan bintang timur sedang mengambang
Tak jemu-jemu mata memandang
Aku namakan dikau juwita malam
Sinar matamu menari-nari
Masuk menembus ke dalam sanubari
Aku terpikat masuk perangkap
Apa daya asmara sudah melekat
Juwita malam siapakah gerangan tuan
Juwita malam dari bulankah tuan
Kereta kita hampirlah tiba
Di Jatinegara kita kan berpisah
Berilah nama alamat serta
Esok lusa boleh kita jumpa pula
Kekuatan tersebut juga kita rasakan pada lagu seperti Sepasang
Mata Bola, Aryati, Selendang Sutra serta lagu-lagu lain yang
termuat di dalam kaset 'Nostalgia'. Tanpa hadirnya lirik, plus
keindahan vokal yang diperhitungkan, Ismail terasa tidak
direkam secara utuh. Sudharnoto telah memberikan permainan yang
lincah dalam sebuah tim yang cukup kompak, tetapi warna kaset
menjadi gampang. Ia tidak memberikan suasana aslinya -- sudah
diarahkan kepada musik penyedap telinga, sebagaimana biasa kita
dengar di lobi hotel atau di ruang tunggu lapangan udara.
"Sekarang setelah Ismail Marzuki, lalu Cornel Simandjuntak, tak
ada pencipta lagu sebobot mereka," kata Soewanto Soewandi.
Pujian itu mungkin bisa saja dibantah, tapi jelas Almarhum
berharga sekali sebagai tonggak dalam sejarah musik kita. Sebuah
nostalgia dengan 16 lagu yang dirangkaikan menjadi begitu
sederhana, mungkin berharga sebagai usaha yang cukup berani di
tengah amukan dangdut sekarang. Tetapi sebagai catatan untuk
seorang Ismail Marzuki, pencipta Rayuan Pulau Kelapa dan Gugur
Bunga, kaset ini bikin geregetan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini