The Water Barons: How a Few Powerful Companies are Privatizing Your Water | Penulis | : | The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) | Penerbit | : | The Center for Public Integrity, Washington, DC, USA, Maret 2003 |
|
Laiknya emas, air alias
blue gold adalah obyek perburuan paling menggiurkan pada dua dasawarsa terakhir. Bank Dunia memperkirakan, nilai perdagangan air dunia pada tahun ini mencapai US$ 800 miliar. Tapi, menurut taksiran The Center for Public Integrity (CPI), lembaga advokasi hak-hak publik di Washington, DC, angka itu bisa mencapai US$ 3 triliun.
Buku The Water Barons ini menganggap itu penyusutan, buah kedekatan pejabat Bank Dunia dengan perusahaan-perusahaan transnasional yang bergerak dalam perdagangan air. Jumlah mereka, para pedagang air kelas dunia, kecil tapi tetap. Mungkin karena mereka memiliki lobi kuat dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ataupun Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sebutlah Suez Lyonnaise des Eaux dari Prancis. Jerome Monod, Chief Executive Officer (CEO) Suez, adalah salah satu penasihat khusus Direktur IMF Michel Camdessus. Sebaliknya, Camdessus menjabat Ketua "Panel Internasional untuk Investasi-Investasi Baru Bidang Air" tak lama setelah pensiun dari IMF, tahun 2000.
Bank Dunia telah menetapkan privatisasi air salah satu syarat utang baru. Buku terbitan CPI ini menyodorkan kisah praktek kolusi pengusaha dengan para kepala negara pengutang. Itulah hasil investigasi International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) tentang kasus privatisasi air di sembilan negara: Indonesia, Afrika Selatan, Argentina, Kolombia, Filipina, Kanada, Australia, Prancis, dan Amerika Serikat.
Di Jakarta, Bank Dunia adalah pihak paling menentukan masuknya Suez-Lyonnaise dan Thames Water. Menurut ICIJ, lembaga itu melakukan lobi-lobi rahasia dengan rezim Soeharto, berkongsi dengan Sigit Harjojudanto dan Anthony Salim, dan kepemilikan PAM Jakarta beralih ke dua perusahaan itu.
Blontank Poer, peserta "3rd World Water Forum" di Kyoto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini