Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kisah Manusia tanpa Manusia

Figur manusia menghilang dari sebuah bangunan cerita visual. Potret sekumpulan benda mati justru membebaskan imajinasi.

22 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIARKAN benda mati berbicara. Maka, penderitaan manusia akan lebih terasa. Imajinasi semacam itu muncul pada karya fotografi Jean-Christophe Ballot dan Michel Semeniako, yang dipamerkan di Lembaga Indonesia-Prancis dari 12 Oktober hingga akhir pekan silam di Yogyakarta. Sebaliknya, dua fotografer lainnya, Dolores Marat dan Elisabeth Carecchio, masih menjadikan manusia sebagai aktor dalam kehidupan malam Surabaya.

Sementara fotografi sering menempatkan manusia sebagai figur sentral, fotografer Prancis Ballot dan Semeniako justru mengalienasi figur manusia dalam karyanya. Mereka memercayakan benda mati sebagai juru bicara. Dengan demikian, Ballot dan Semeniako memaksa orang membaca teks visual tentang manusia, tanpa kehadiran manusia di dalamnya. Bagi Ballot, tanpa kehadiran sosok manusia, karyanya tetap berada di tengah problematika manusia. "Ketiadaan dari sesuatu malah sebuah keharusan, dan itu memfungsikan daya imajinasi penonton," ujar Ballot.

Ballot kemudian berupaya mengisahkan profil individual dan profil sosiologis pekerja seks, dari keremangan sudut kamar tempat pekerja seks melayani tamunya hingga gubuk darurat yang dibangun di tepi sungai dengan alas tikar plastik di Surabaya. Dari setiap foto hitam-putihnya, kita bisa merasakan fakta sosial yang terkirim melalui remang kehidupan pekerja seks. Ada hamparan tempat tidur dengan seprai dari kain batik atau kain halus mengilap; meja kecil dengan radio-tape, kipas angin kecil, asbak, kertas tisu, dan cangkir di atasnya; dinding halus dengan pesawat interkom yang menggantung atau dinding yang penuh tambalan semen; jendela yang ditutup kain untuk mengisolasi ruang itu dari pandangan luar. Kemudian, dinding yang dihiasi berbagai poster erotis perempuan dan stiker iklan sebuah merek kondom.

Tapi, ada juga beberapa foto yang menampilkan kamar yang jauh dari aura seksual, misalnya foto diri perempuan berkebaya, kegiatan kelompok, poster kampanye pencegahan AIDS, sertifikat dari AUSAID, dan simbol-simbol impian penghuni kamar tentang suami dan keluarga. Dari benda yang terdapat di dalam kamar itu, kita bisa merangkai narasi tentang lanskap pribadi penghuni kamar.

Tapi sayang, jejak aktivitas manusia dalam foto Ballot terasa dingin. Tak ada seprai yang centang-perenang, tak ada puntung rokok yang masih menyisakan kepul asap, tak ada gelas dengan sedikit bir yang tersisa, bahkan kipas angin pun terdiam mati. Setiap foto tampak disiapkan dengan rapi, sehingga penonton bak polisi yang kehilangan barang bukti yang kuat.

Pada taraf tertentu, Michel Semeniako lebih berhasil menampilkan sisa denyut kehidupan saat gelap malam menyergap, dengan menggarap lanskap publik tanpa kehadiran figur manusia. Dengan cara itu ia berkisah tentang upaya mempertahankan hidup di Kota Surabaya. Semeniako menggunakan teknik "painting with light" (menyiram obyek dengan lampu kilat berwarna tertentu secara parsial) untuk memberi high-light pada obyek yang menjadi fokus perhatiannya dalam sebuah bingkai foto.

Hasilnya, penonton langsung melihat obyek utama, yang dipisahkan dengan perbedaan warna yang mencolok. Ada susunan perangkat masak dan sederet gerobak dorong di tepi jalan, seolah kita baru saja menyaksikan pedagang makanan meringkas barang dagangannya. Atau, potret sebuah lorong yang terbentuk dari susunan peti kemas dengan garis pemisah jalan bewarna kuning mencolok di tengahnya. Garis kuning itu terasa bak entakan jantung memompa darah buruh pelabuhan pada siang hari.

Hal yang sama dalam seni rupa juga pernah dilakukan oleh Ken Pattern, seorang pelukis hiper-realis asal Kanada yang "memotret' lanskap kampung kumuh Jakarta tanpa manusia. Mereka "sepakat" menggeser peran manusia hanya menjadi aktor di balik layar yang kehadirannya secara visual memenjarakan kebebasan imajinasi.

Raihul Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus