Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kisah Perundungan dalam Namaku Alam, Novel Baru Leila S. Chudori Sempalan Pulang

Namaku Alam berkisah soal pergumulan remaja yang tumbuh dewasa di era 1980-an lengkap dengan segala urusan sekolah dan sistem pendidikan saat itu.

4 Agustus 2023 | 16.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sampul Novel Namaku Alam karya Leila S. Chudori. Foto: Instagram LSC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelas tahun dari terbitnya novel Pulang, tak lama lagi, Leila S. Chudori bakal segera menerbitkan novel baru berjudul Namaku Alam. Novel ini merupakan sempalan atau kisah lepasan dari salah satu karakter yang ada dalam novel Pulang. Bercerita tentang masa kecil Segara Alam, seorang anak tahanan politik yang sedari kecil tak putus dirundung lantaran latar belakang ayahnya yang ia kenal hingga berusia lima tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari beberapa tokoh yang ada di novel Pulang, Leila memilih Alam lantaran menurutnya kisah masa kecil Alam hingga dewasa menarik untuk dikisahkan. “Di Pulang, Alam sudah dewasa tapi masih punya gejolak kemarahan namun sudah banyak diredam untuk menangani emosinya,” ujar Leila dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Kamis, 3 Agustus 2023. “Saya tertarik mendalami bagaimana caranya dia yang dari kecil di-bully bahkan ditodong senapan, sampai kemudian bisa mengatasi bully dari SD sampai SMA,” lanjut Leila.

Cerita Perundungan dalam Namaku Alam

Kisah masa kecil Alam yang erat dengan perundungan cukup jadi nuansa kental dalam novel ini. Alam kecil menurut Leila sama sekali belum bisa menangani emosinya. Namun ia mencoba tak menggunakan kekuatan fisik yang sebetulnya bisa dengan mudah ia pakai untuk menyelesaikan masalah karena tubuhnya lebih besar dari anak seusianya dan ia jago karate. Kondisi itu justru menurut Leila menjadi hal yang harus Alam atasi. Selain itu Alam punya kemampuan memori fotografik yang bagi awam mungkin mengasyikan, tapi tidak bagi Alam. “Itu mengapa saya memilih Alam sebagai fokus,” tutur Leila.

Cerita Era 80-an yang Tetap Relevan

Walau berlatar di tahun 70-80 an menurut Leila kisah Alam masih tetap relevan dengan kondisi saat ini. Salah satunya tentang perundungan. Kisah perundungan yang dialami Alam sebagai anak tapol menurut Leila bakal ditemui di sepanjang bab. “Saya tahu betul bully masih terjadi sampai sekarang, tidak hanya anak-anak bahkan orang dewasa ketika era makin canggih, ada sosial media, gadget, banyak orang mengalami bully,” tutur Leila. Bahkan ia merasa saat ini perundungan makin subur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Leila menyebut Namaku Alam sebagai novel coming of age. Berkisah soal pergumulan remaja yang tumbuh dewasa di era 1980-an lengkap dengan segala urusan sekolah dan sistem pendidikan saat itu sampai persoalan mental khas remaja.

Lewat cerita Alam, Leila ingin mengisahkan seperti apa perundungan terjadi saat itu, bagaimana hal itu bisa terjadi, bagaimana seorang remaja penuh amarah mengatasi dendam lantaran keluarganya didiskriminasi sepanjang sejarah, dan mengapa banyak peristiwa masih relevan dengan saat ini.

Fiksi Berdasar Kisah Sejarah

Kisah Alam menurut Leila murni cerita fiksi yang ia reka. Namun, pengalaman Alam di novel ini diambil dari banyak cerita narasumber anak-anak tahanan politik 1965 yang pernah Leila wawancarai. “Pengalaman mereka saya jadikan satu, kisah beberapa orang saya jadikan satu,” kata Leila.

Cerita-cerita yang didengar dari para narasumber itu, menurut Leila adalah kisah yang paling melukai hatinya sebagai orang Indonesia. “Kenapa kita selalu berdarah-darah terus dari peristiwa 1965, 1998,” tuturnya. “Kenapa kita enggak bisa menyelesaikan sesuatu tanpa menggunakan kekerasan?” Diakui Leila, hal itulah yang membuatnya tak berhenti menuliskan kisah-kisah seperti ini.

Namaku Alam akan diterbitkan dalam dua jilid. Jilid pertama akan diluncurkan pada 20 September mendatang di Ubud Writers Festival 2023.

Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus