Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kisah Tiga Lelaki Batak

Sebuah film tentang tiga lelaki Batak yang gagal menaklukkan Jakarta. Cerita lama dengan kemasan baru.

27 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bulan di atas kuburan. Inilah satu-satunya kalimat dalam sajak "Malam Lebaran" karya penyair legendaris Sitor Situmorang. Kalimat singkat ini "membingungkan" banyak pengamat sastra. Apa hubungan malam Lebaran dengan bulan di atas kuburan? Sutradara Asrul Sani ikut menafsirkan. Bulan di atas kuburan saat malam Lebaran, menurut dia, adalah suatu kondisi yang sulit ditemukan. Asrul lalu membuat film mengenai susahnya sukses di Jakarta bagi para perantau.

Pada 1970-an, tema tentang orang desa mencoba mengadu nasib ke Ibu Kota sering digarap sineas. Tapi Asrul dengan berani langsung membidik orang-orang Batak sebagai obyek, lewat tiga karakter utamanya: Sabar (Aedy Moward), Tigor (Muni Cader), dan Sahat (Rahmat Hidayat). Sabar adalah perantau asal Samosir yang kurang beruntung di Jakarta, tapi bergaya bak orang sukses di kampung. "Kesuksesan" Sabar menggoda Tigor, pemecah batu di tepi Danau Toba. Bersama Sahat, pengarang yang mengharap karya-karyanya bisa diterbitkan di Jakarta, ia merantau ke Jakarta.

Diproduseri Sjuman Djaja, film buatan 1973 itu sekaligus menjadi film Indonesia pertama yang khusus mengisahkan urbanisasi orang-orang Batak ke Jakarta. Dan kini, setelah 42 tahun berlalu, Edo Wahyu Fahreza Sitanggang mencoba mengulang cerita tentang kerasnya perjuangan Sabar, Sahat, dan Tigor di Jakarta itu. Menggandeng Dirmawan Hatta (sutradara Toilet Blues, Optatissimus, Kau dan ACI) sebagai penulis skenario, Edo tetap merujuk pada naskah asli.

Penata suara film Emak Ingin Naik Haji ini mempertahankan kultur Batak yang kental, terutama Samosir dan Danau Tobanya, seperti yang disuguhkan Asrul Sani. Karakter sentral film ini masih tetap sama, yakni Sabar, Tigor, dan Sahat, yang kini dihidupkan oleh Tio Pakusadewo, Donny Alamsyah, dan Rio Dewanto.

Seperti versi 1973, Sabar (diperankan Tio Pakusadewo dengan bagus) menjadi penjual mimpi palsu tentang Jakarta, yang langsung disambut sukacita Sahat dan Tigor. Padahal, di Jakarta, Sabar tinggal di perkampungan padat. Sabar mencari cipratan rezeki dengan memburu proyek-proyek pemerintah, meski lebih sering gagal. Tigor (Donny Alamsyah) digambarkan sebagai sopir angkutan kota yang amat mengagumi tulisan-tulisan Sahat dan menjadi penyemangat utama lelaki itu untuk menggapai cita-cita sebagai penulis terkenal.

Sebagai sebuah remake, konflik-konflik yang dibangun disesuaikan dengan situasi sosial, ekonomi, dan politik saat ini. Termasuk ribut-ribut urusan partai, pemilihan presiden, korupsi, dan skandal proposal fiktif demi mendapat jatah proyek pemerintah. Dengan subplot yang lumayan bertumpuk, film ini tetap bercerita tentang orang-orang yang kalah.

Sahat (Rio Dewanto) diceritakan harus menelan kekecewaan karena penerbit yang berjanji mempublikasikan karyanya ternyata ingkar janji. Karya Sahat justru hendak dimanfaatkan sebagai bahan kampanye politik. Ia membuang idealisme sebagai sastrawan untuk merasakan hidup nyaman, menikahi Mona (Atiqah Hasiholan), anak Maruli (Arthur Tobing), petinggi partai. Akan halnya Tigor akhirnya kembali ke jalanan, menjadi sopir angkot sebelum menjadi penagih utang dan tersedot dalam pusaran preman Ibu Kota. Nasibnya berakhir tragis, sama seperti Sabar.

Bulan di Atas Kuburan?mengalir sebagai kritik sosial dan politik yang sinis tapi menyentuh. Apa yang disajikan terasa akrab dengan kehidupan sehari-hari. Jakarta digambarkan sebagai kota koruptor dengan tingkat kriminalitas tinggi. Mona menyebut Jakarta sebagai Kota Penuh Tinja. Jantuk, penguasa terminal asli Betawi, sahabat Tigor, ngedumel: "Gue miskin di kampung sendiri."

Yang menarik, film ini bertaburan aktor senior, dari Mutiara Sani yang dulu berperan sebagai Mona, Adi Kurdi, Meriam Bellina, Remy Sylado, hingga Ray Sahetapy. Akting mereka semua mencuri perhatian. Film ini walhasil tetap tidak basi. Tapi mungkin, gara-gara judulnya yang "menyeramkan", produser tidak ingin film ini salah dimengerti. Hingga di spanduk sampai perlu ditambahkan kalimat: Ini bukan film horor.

Nunuy Nurhayati


Bulan Di Atas Kuburan
Sutradara: Edo W.F. Sitanggang Skenario: Dirmawan Hatta
Pemain: Rio Dewanto, Donny Alamsyah, Tio Pakusadewo, Ria Irawan, Atiqah Hasiholan, Adi Kurdi, Annisa Pagih, Arthur Tobing, Remy Sylado.
Adegan ketika Sahat (Rio Dewanto /kiri) dan Tigor (Donny Alamsyah) baru tiba di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus