Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kisah Wali Allah Bernama 'Kiai Cebolek'

Kiai Cebolek adalah sebutan untuk seorang ulama besar yang bernama asli Syekh Ahmad al-Mutamakkin. Dia disebut-sebut sebagai salah satu Wali Allah yang sangat berpengaruh pada zamannya. Kiai Cebolek juga diterima masyarakat karena menggunakan strategi dakwah yang arif, dengan menghormati khazanah tradisi lokal yang sudah mengakar. Kebijaksanaan, kearifan, dan kedalaman wawasan keilmuan serta spiritualitas Kiai Cebolek ini yang menjadi modal penting dalam dakwah Islamnya di tanah Jawa.

30 Januari 2016 | 00.00 WIB

Kisah Wali Allah Bernama 'Kiai Cebolek'
Perbesar
Kisah Wali Allah Bernama 'Kiai Cebolek'

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Suluk Kiai Cebolek: Dalam Konflik Keberagaman dan Kearifan Lokal
Pengarang :Ubaidillah Achmad dan Yuliyatun Tajuddin
Penerbit:PRENADA
Terbitan:Cetakan ke-1 Februari 2014
Tebal:xvi + 300 halaman

Kiai Cebolek adalah sebutan untuk seorang ulama besar yang bernama asli Syekh Ahmad al-Mutamakkin. Dia disebut-sebut sebagai salah satu Wali Allah yang sangat berpengaruh pada zamannya. Kiai Cebolek juga diterima masyarakat karena menggunakan strategi dakwah yang arif, dengan menghormati khazanah tradisi lokal yang sudah mengakar. Kebijaksanaan, kearifan, dan kedalaman wawasan keilmuan serta spiritualitas Kiai Cebolek ini yang menjadi modal penting dalam dakwah Islamnya di tanah Jawa.

Kiai Cebolek hidup di kawasan Desa Cebolek atau Kampung Cebolek, sekitar 30 kilometer arah utara Kota Pati. Dalam kajian sejarah sastra Jawa, nama daerah tersebut sudah diabadikan dalam sebuah serat (treatise) yang disebut Serat Cebolek. Sebuah kitab yang memuat kisah-kisah beraroma keagamaan dan kekuasaan yang melibatkan sosok Kiai Cebolek melawan kekuasaan kerajaan.

Dari sebagian kalangan, ada yang beranggapan bahwa Kiai Cebolek mengajarkan ilmu hakikat yang menyimpang dari Syariat Islam. Bahkan derajat kontroversinya disamakan dengan kontroversi yang ditimbulkan oleh Syekh Siti Jenar. Kontroversi Kiai Cebolek merupakan salah satu dari contoh ketegangan yang sudah ada sejak dulu antara Islam legalistik (eksoteris) dan tasawuf (esoteris). Hal itulah yang kemudian menjadi tema utama pembahasan dalam Serat Cebolek ini.

Buku yang berjudul Suluk Kiai Cebolek: Dalam Konflik Keberagamaan dan Kearifan Lokal karya Ubaidillah Achmad dan Yuliyatun Tajuddin ini mencoba mengurai kisah kontroversi dan kemasyhuran sosok Kiai Cebolek. Ada tiga hal yang mempengaruhi kemasyhurannya. Pertama, Kiai Cebolek menguasai ilmu-ilmu keislaman (syariah), bidang kalam, bidang fikih, dan bidang tasawuf. Kedua, Kiai Cebolek menguasai elemen-elemen kebudayaan lokal yang bersifat non-Islam, khususnya kisah pewayangan. Dia memanfaatkan tradisi lokal itu sebagai medium untuk menyampaikan ajaran Islam tanpa melanggar ketentuan syariat. Ketiga, komitmen Kiai Cebolek pada gerakan kultural-kerakyatan dengan tidak terpengaruh ingar-bingar kekuasaan yang banyak menggoda para tokoh agama.

Terdapat sisi menarik dari buku ini, yaitu penulis mampu memaparkan kosmologi kesufian Kiai Cebolek yang membentuk simetrisitas relasi antara Allah, manusia, dan alam. Penulis telah menunjukkan temuannya, berupa suluk Kiai Cebolek yang tidak tersusun dalam puisi-puisi seperti suluk dalam teks kewalian sebelumnya. Justru suluk Kiai Cebolek ditemukan dari ornamen-ornamen pada langit-langit Masjid Kajen Pati. Pada ornamen-ornamen ini terukir berbagai aneka alam lestari, misalnya pohon, ular, burung, bulan, matahari, manusia, dan beberapa unsur kelestarian alam. Keseluruhan ornamen ini telah dikupas secara filosofis menjadi sebuah suluk kewalian yang bisa membentuk keseimbangan jiwa dan kepribadian yang baik yang lebih ramah terhadap lingkungan hidup.

Selain itu, dalam buku ini disinggung perspektif KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengenai Kiai Cebolek, bahwa gerakan Kiai Cebolek diakui sebagai gerakan "Pribumisasi Islam". Pribumisasi yang diterapkan ini merupakan sebuah fase kesadaran ide.

Dari apa yang telah dipaparkan, secara sederhana buku ini bukan sekadar utopia atau bukan sekadar definisi ideologis. Sebab, dakwah yang dilakukan Kiai Cebolek menyentuh semua aspek, dari amal perbuatan, pemikiran, kejiwaan, hingga rohani itu sendiri.

Pembangunan perspektif dakwah dari sosok Kiai Cebolek yang terkisah secara apik dalam buku ini sangat cocok bagi kalangan muslim di ranah Nusantara. Mengenal dan meneladani Kiai Cebolek sebagai ulama besar yang menjunjung tinggi kearifan lokal, serta amal perbuatan dan kerohanian melalui suluk-suluknya, pastilah sangat diharapkan. Namun bisa saja ada sebagian kalangan yang menentang perspektif ini dan menyamakan Kiai Cebolek dengan Syekh Siti Jenar. Muhammad Fakhrur Riza Anggota Jaringan Kerja Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia


RAK

Semesta Cinta Pengantar kepada Pemikiran Ibn 'Arabi
Penulis : Haidar Bagir
Penerbit : Mizan
Tebal : 353 halaman

Ibn Arabi merupakan seorang sufi kelahiran Spanyol yang terkenal dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Ia dipandang mampu menggabungkan berbagai aliran pemikiran esoterik yang berkembang di dunia Islam pada masanya-Phytagoras, kimia, astrologi, serta beragam cara pandang dalam tasawuf. Namun selama ini belum banyak referensi di Indonesia yang mengulas secara lengkap dan sistematis tentang pemikiran-pemikiran sufi besar ini.

Haidar Bagir mencoba mengenalkan lebih jauh mengenai pemikiran Ibn Arabi lewat buku Semesta Cinta ini. Titik pusat pemikiran Ibn Arabi mengenai cinta sebagai sumber pemahaman tentang Islam, dalam segenap aspeknya. Hal itu selaras dengan paradigma Islam Cinta yang mencerahkan. Menurut Haidar, inti ajaran Islam adalah cinta. Paradigma Islam Cinta perlu disebarkan ke seluruh dunia demi membangun kehidupan manusia yang saling mengasihi dan saling menghormati. Haidir Bagir adalah pendiri kelompok Mizan, Pada 2010-2012, Haidar Bagir pernah masuk daftar 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia versi RIS Jordania. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Era Baru Manajemen Etis (1996), Buku Saku Filsafat (2005), Buku Saku Tasawuf (2005), Buat Apa Shalat?! (2008), serta Islam Agama Cinta dan Kebahagiaan (2012)

Ballada Arakian
Penulis : Yoseph Yapi Taum
Penerbit : Lamalera, 2015
Tebal: 190 Halaman

Buku ini merupakan kumpulan puisi yang sebenarnya terdiri atas tiga buku berbeda: Ballada Arakian, Kota Perbatasan, dan Sang Pencari Lobster. Semuanya terdiri atas 83 puisi. Pada bagian Ballada Arakian, puisi-puisinya menggambarkan tentang pengorbanan, atau perjuangan seseorang, bahkan hingga mengorbankan nyawa. Salah satu puisinya tentang Munir, dengan judul Munir Menenggak Racun. Munir mati diracun karena keberaniannya.

Yosep Yapi Taum adalah seorang dosen bahasa dan sastra pada Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Buku-buku yang sudah diterbitkannya, antara lain, Kisah Wato Wele-Lia Nurat dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur (1997), Pengantar Teori Sastra: Strukturalisme, Poststrukturalisme, Sosiologi, dan Teori Resepsi (1998), serta Sejarah, Teori, Metode, dan Pendekatan Disertasi Contoh Penerapannya (2011).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus