Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Lenin, Hitler, dan Awan Gelap Eropa

Buku berdasarkan arsip-arsip yang baru dibuka. Memaparkan tragedi Eropa akibat persaingan komunis dengan Nazi dalam memperebutkan dominasi dunia.

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LENIN, STALIN, DAN HITLER: ERA BENCANA SOSIAL
Penulis: Robert Gellately
Penerjemah: Rina Buntaran dan Fairano Ilyas
Penerbit: Gramedia
Edisi: I, 2011
Tebal: xiii + 897 hlm

BENARKAH Lenin seorang idealis yang tak layak dikritik, seperti digambarkan dalam berbagai buku sejarah? Seorang yang memancangkan cita-cita keadilan sosial bagi masyarakatnya? Ataukah ia tak ubahnya diktator lain yang berlumuran darah demi menegakkan kuasanya?

Tatkala panggung sejarah Eropa yang sunyi berubah jadi riuh pada awal abad ke-20, Lenin tengah diasingkan. Dari Zurich, Lenin menyaksikan monarki Rusia ambruk dan negeri itu terjerembap dalam perang melawan Jerman. Ia tak menolak jutaan mark yang disodorkan pemerintah Jerman agar kembali ke Rusia dan mengobarkan ”perdamaian”.

Lenin dengan cerdik menangguk keuntungan dari situasi yang memburuk. Patriotisme Rusia boleh dinyalakan oleh pemerintahan sementara, tapi Lenin justru berharap Rusia menyerah kepada Jerman. ”Hanya kekalahan Rusia-lah yang akan memicu revolusi,” kata Lenin. Sebaliknya, di Jerman, seorang serdadu bawahan bernama Adolf Hitler mulai menyerap ketidakpuasan sayap kanan yang merasa negerinya dipojokkan dalam berbagai perundingan.

Perang saudara, kemiskinan, pengangguran, dan kekacauan yang menyapu Eropa membuka peluang bagi para radikal dan kaum utopis naik ke panggung kekuasaan. Inilah saatnya mewujudkan impian tentang sebuah tatanan masyarakat baru. Dunia terlambat menyadarinya hingga tak lama kemudian menyaksikan malapetaka besar dalam sejarah manusia.

Melalui buku yang aslinya terbit pada 2007 ini, Robert Gellately membongkar citra idealis Lenin dan meletakkannya sejajar dengan Stalin dan Hitler dalam mengagungkan horor pada zaman modern. Dari arsip-arsip yang baru dibuka, sejarawan terkemuka mengenai Eropa ini mendapati Stalin hanyalah pengikut setia jalan berpikir Lenin. Tak ada keraguan, Leninlah peletak dasar cara-cara teror untuk mencapai tujuan komunisme, dan mempraktekkannya sejak minggu pertama Revolusi Bolshevik 1917.

Terlampau sering Lenin digambarkan sebagai tokoh yang bersikap hati-hati dan bijaksana, yang visinya diselewengkan Stalin yang haus darah. Sesungguhnyalah, tulis Gellately, ”Stalin ahli waris logis Lenin.”

Berfokus pada dua kekuatan utama saat itu, Uni Soviet dan Jerman Nazi, guru besar sejarah di Florida State University ini mengupas ciri ideologis dan politis kekuatan-kekuatan itu. Lewat penuturan yang mengesankan, ia menarik benang merah bahwa semua tragedi yang dialami Eropa, yang diwarnai dua perang dunia, revolusi Rusia, holocaust, serta kebangkitan dan kehancuran rezim Reich Ketiga, sama sekali bukan peristiwa yang terpisah. Masa-masa gelap ini merupakan bagian dari persaingan sengit antara komunis dan Nazi dalam memperebutkan dominasi dunia.

Perbedaan ideologi tak menghalangi Lenin-Stalin dan Hitler menerapkan cara-cara serupa dalam menegakkan kekuasaan: teror, kekerasan, intimidasi, penjara, dan pembantaian. Lenin melengkapi sistem komunismenya dengan polisi rahasia Cheka dan kamp konsentrasi dan memburu siapa saja yang menentang rezim baru. Hitler membangun rezim otoriter sembari menyiapkan Gestapo, penjara, dan kamar gas.

Lenin bermimpi membawa ”firdaus” Soviet ke seluruh dunia, Hitler membangun utopia Nazi hanya untuk orang Jerman. Sejak Perang Dunia I, Hitler membangun keyakinan bahwa bangsa Jerman akan berjaya bila bersih dari darah Yahudi. Kecurigaannya kepada kaum kiri Jerman yang menikam dari belakang dengan bantuan Rusia menguatkan kebenciannya kepada apa yang ia sebut sebagai ”Bolshevisme Yahudi”.

Gellately menggambarkan betapa energi gelap yang dipancarkan oleh kebencian, ketakutan, dan ambisi telah memicu pembunuhan besar-besaran. Dibanding periode sejarah manusia lainnya, jauh lebih banyak kaum militer, dan lebih banyak lagi warga sipil, yang dibantai dalam periode kegelapan Eropa ini. Angka statistik tidak akan pernah bisa menggambarkan sepenuhnya apa yang terjadi pada masa itu.

Dian R. Basuki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus