Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ke Timur Borobudur ’Berkiblat’

Candi Borobudur dibangun dengan akurasi tinggi mengikuti arah mata angin. Diduga stupa utama merupakan penanda waktu alias gnomon.

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASTRONOM tak melulu berurusan dengan teropong dan benda langit yang berjarak jutaan kilometer dari bumi ini. Sebab, astronomi juga berkerabat dengan arkeologi dan bangunan-bangunan kuno, seperti candi dan piramida.

”Astronomi bukan ilmu mengawang-awang, melainkan pengetahuan yang dekat sekali dengan kehidupan masyarakat,” kata Irma Indriana Hariawang, 26 tahun, pekan lalu. Astronom lulusan Institut Teknologi Bandung ini lebih memilih memelototi pahatan pada sekujur dinding Candi Borobudur ketimbang mengerutkan mata melihat bintang jauh di langit. Irma dan teman-temannya percaya ada jejak-jejak ilmu astronomi yang belum banyak terungkap dari bangunan suci Buddha itu.

Walaupun sudah 20 tahun ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Candi Borobudur masih menyisakan sejuta pertanyaan. ”Kapan persisnya dibangun pun kita belum tahu,” kata Agus Aris Munandar, arkeolog bangunan Hindu-Buddha dari Universitas Indonesia. Diperkirakan bangunan suci Buddha ini dibangun pada abad ke-9. Namun, di mana letak Kerajaan Mataram Hindu, penguasa yang membangun Borobudur, sampai sekarang juga masih gelap.

Irma bersama timnya mengungkap satu kepingan ”misteri” Borobudur. Tim Irma merupakan gabungan dari dosen, mahasiswa, dan alumni astronomi Institut Teknologi Bandung, peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional-Bandung dibantu peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Hipotesisnya, kata Irma, Borobudur dibangun persis mengikuti tata letak mata angin.

Untuk menguji dugaan itu, tim arkeoastronomi Irma tiga kali mengukur posisi Borobudur terhadap arah matahari, yakni pada Maret dan Desember 2009, serta terakhir pada Maret 2010. Pengukuran pada Maret dipilih karena pada bulan itulah matahari tepat berada di atas khatulistiwa atau disebut vernal equinox. Posisi matahari saat terbit pada vernal equinox ini menjadi patokan arah timur mata angin yang sebenarnya. ”Posisi matahari tenggelam tak diukur karena berulang kali terhalang mendung,” kata Irma.

Matahari tepat berada di atas khatulistiwa pada 20 Maret 2011 pukul 00.32 WIB atau lima setengah jam sebelum waktu pengukuran. Namun jeda waktu ini, menurut Irma, bisa dibilang tak ada pengaruhnya dengan hasil pengukuran. Dengan menggunakan theodolit, diketahui posisi gerbang timur Borobudur saat ini berada pada 87 derajat 34,5 menit dari arah utara magnetik (lihat tabel dan infografis).

Bagaimana posisi sebenarnya gerbang timur saat dibangun? Dengan menggunakan metode Jean Meeus, astronom dari Belgia, Irma membuat perkiraan posisi vernal equinox kala batu demi batu, setumpuk demi setumpuk, Borobudur disusun. Karena tak mengetahui pasti kapan Borobudur mulai dibangun, tim Irma berasumsi candi itu mulai dibangun penguasa Mataram Hindu pada tahun 800.

Hasil penghitungan Irma, selama 1.211 tahun ternyata posisi vernal equinox bergeser 6,61 derajat ke selatan. Artinya, kata Irma, arah gerbang timur Candi Borobudur hanya berbeda kurang dari satu derajat dari posisi arah terbit matahari pada tahun 800. ”Bisa jadi perbedaan ini akibat salah penghitungan,” ujar Irma. Sebab, asumsi tahun 800 sebagai waktu dimulainya pembangunan Borobudur mungkin kurang tepat.

Tim Irma berkesimpulan akurasi arah yang sangat tinggi menunjukkan Candi Borobudur memang dibangun berpatokan pada arah mata angin. Dia juga menduga stupa utama Borobudur merupakan patokan arah utama dan sekaligus penanda waktu (gnomon).

Ketika matahari berada di atas khatulistiwa, bayangan stupa utama ternyata jatuh lurus ke garis timur-barat. Kala matahari mulai bergeser meninggalkan ekuator, serupa jam, bayangan stupa utama juga akan bergeser dan berputar ke 16 stupa kecil yang mengelilinginya. Menurut Agus Aris, sebelum pengaruh India (agama Hindu dan Buddha) datang, penduduk Jawa sudah memiliki rupa-rupa keahlian, termasuk astronomi dan navigasi.

Beberapa relief pada dinding Borobudur menunjukkan pengetahuan astronomi penduduk Mataram Hindu kala itu. Misalnya simbol kapal layar. Irma menduga pelayar Mataram Hindu menggunakan rasi bintang Ursa Mayor alias Si Beruang Besar dari langit utara ini sebagai panduan navigasi kala melaut.

Pada bagian lain, ada pahatan tujuh lingkaran diapit bulan sabit dan matahari. Ada kemungkinan simbol itu melambangkan gugus bintang Pleiades dalam rasi bintang Taurus, yang sangat penting dalam kalender bertanam atau pranoto mongso. Tapi jangan samakan kalender bertanam ini dengan panduan bertani saat ini. ”Pranoto mongso yang dipakai petani sekarang baru dibuat pada zaman Mataram Islam,” Agus mengingatkan.

l l l

KE timur Borobudur ”berkiblat”. Bukan hanya gerbang utama bangunan suci ini yang menghadap ke timur. Menurut Agus Aris, seluruh pahatan Borobudur terbagi dalam empat bagian menurut Lalitavistara, yakni perjalanan hidup sang Buddha Gautama dari lahir hingga menggapai nirwana.

Bagian pertama, yakni Buddhajati, berawal dari sisi tenggara Borobudur dan berputar searah jarum jam hingga mencapai tahap tertinggi, yakni Parinirvana, di sisi timur laut. ”Jadi berawal dari timur dan berakhir di timur,” kata Agus. Arah timur ini bisa diartikan penghormatan kepada sang surya.

Pengaruh penghormatan kepada matahari juga tampak dalam struktur Borobudur. Enam tingkat paling bawah (kamadhatu dan rupadhatu) dari bangunan Borobudur berbentuk ­piramida serupa dengan peradaban kuno Maya yang membentang dari Honduras hingga Meksiko dan kebudayaan Mesir kuno. Baru empat struktur teratas Borobudur (arupadhatu) berbentuk melingkar, yang melambangkan penghormatan kepada bulan.

Sebenarnya tak semua candi Buddha menghadap ke timur. Dua candi Buddha di sebelah timur Borobudur, yakni Candi Pawon dan Candi Mendut, menghadap ke arah barat daya. Candi Plao­san, tak seberapa jauh dari Candi Prambanan di Yogyakarta, gerbangnya juga mengarah ke barat. Candi Buddha lain, seperti Candi Sewu, Candi Kalasan, dan Candi Sari, semuanya menghadap ke matahari terbit. ”Tapi tidak ada candi di Jawa, baik Hindu maupun Buddha, yang menghadap ke utara atau selatan,” kata Agus.

Sapto Pradityo, Anwar Siswadi (Bandung)


Hasil Pengukuran Arah Matahari Terbit saat Vernal Equinox (21 Maret 2010)

Waktu Sudut
5.53 87o 31’
6.07 86o 45,5’
6.22 86o 11’
6.38 85o 40’
6.52 85o 24’
7.05 84o 37’
7.22 84o 1’

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus