Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benedict Cumberbatch adalah magnet abad ke-21.
Film apa pun, panggung teater mana pun, wawancara stasiun televisi atau radio mana pun akan menarik penonton. Cumberbatch, yang wajahnya tidak mencerminkan ketampanan klasik, melainkan pancaran kecerdasan, juga seekor bunglon yang tak pernah gagal meloncat dan berubah warna. Dari Sherlock Holmes ke Julian ÂAssange, ke Alan Turing, dan kini ke dalam kelebatan jubah ajaib Doktor Strange, Cumberbatch semakin berkibar.
Sedikit membandel dari formula Marvel yang biasanya melahirkan superhero dengan masa lalu kelam yang kelak melahirkan seorang superhero yang membawa dendam, Stephen Strange justru berangkat dari kesuksesan seorang dokter ahli bedah. Stephen Strange dikenal sangat brilian, dokter yang tak tertandingi, keren, kaya-raya, yang akhirnya runtuh karena keangkuhannya. Strange mengalami kecelakaan besar yang menyebabkan kedua tangannya—modal utama sebagai ahli bedah—gemetar akibat luka permanen pada saraf.
Berbagai ahli bedah yang paling bersinar di seluruh dunia tak ada yang mampu mengatasi kondisi Strange hingga akhirnya dia menoleh ke Timur, melakukan perjalanan panjang ke Kathmandu, Nepal, untuk bertemu dengan The Ancient One (Tilda Swinton), pertapa dan guru mistik yang berusia ribuan tahun. Pertemuan yang dipeÂnuhi dengan dialog cerkas, lucu, di antara keduanya tetap tak membuat Ancient One tergugah untuk mengambil Strange sebagai muridnya. Tapi bahasa Dimensi Gelap (Dark Dimension) membayangi. Musuh besar ini luar biasa sakti dan salah satu pengikutnya adalah Kaecilius (Mads Mikkelsen), yang semula adalah murid The Ancient One yang membelot dan melanggar peraturan besar untuk tidak bermain-main dengan Dimensi Gelap.
Untuk film ini, sutradara mengubah beberapa hal yang kemudian diprotes para penggemar komik. The Ancient One dalam cerita asli adalah lelaki, dan seharusnya dia dari Tibet, bukan Celtic. Alasan penulis skenario Robert Cargill untuk mengubahnya karena khawatir bahwa Cina, yang merupakan pasar gigantik untuk film-film Hollywood, tak nyaman dengan menyebut-nyebut Tibet dalam film ini. Tak mengherankan jika para penggemar komik menggerutu tak berkesudahan.
Meminjam atau terinspirasi gaya sinematik Christopher Nolan dalam film Inception, sutradara Scott Derrickson dengan cerdas menampilkan gerbang ke dimensi-dimensi lain: Strange meloncat ke gurun pasir, ke Himalaya, atau bahkan ke pinggir jalan Kota New York begitu saja dengan kekuatan mistik yang dipelajarinya dengan cepat. Terkadang The Ancient One juga akan membelah kumpulan gedung di New York hingga mereka menyeruak menjadi vertikal, sebuah kemampuan mistik yang juga dipeÂlajari oleh Strange dengan mudah.
Tapi ini semua tak menjadi seru jika Strange tak kembali ke "dunia nyata", rumah sakit dan dokter-dokter sejawat dan kekasihnya yang hanya tahu bagaimana menyembuhkan pasien dan tak mengenal dunia baru Strange. Pertemuan Strange dengan Christine Palmer, dokter UGD yang mencintainya, saat Strange dalam keadaan sekarat dan bisa-bisanya rohnya jalan-jalan dulu keluar raganya adalah salah satu humor yang lucu sekaligus membuat franchise ini jauh lebih unik dibanding film-film Marvel yang hampir setiap tahun muncul seperti anak marmot yang berojolan. Marvel beranak-pinak dengan formula yang sebegitu seragam dan mulai membosankan hingga setiap kali ada film superhero baru di musim panas, kita menyaksikannya hanya karena sudah lama tidak makan berondong jagung.
Film Doctor Strange tentu melejit begitu saja pada pekan pertama penayangannya di Amerika Serikat dan di dunia tak lain juga karena si aktor magnetik Benedict Cumberbatch. Dengan jubahnya yang seperti punya nyawa sendiri, melayang-layang dan terkadang mengusap air mata Stephen Strange, kita seperti menyaksikan sebuah film baru segar yang sama sekali tak punya hubungan darah dengan film Marvel lainnya. Tentu saja ada perkecualian. Stan Lee muncul sekilas terbahak-bahak dalam salah satu adegan pada epilog film, saat kredit film bermunculan, tentu saja kita melihat adegan "cross over" Doctor Strange dengan tokoh Marvel lain. Di luar kedua hal itu, film ini berdiri sendiri seperti sebatang magnet ajaib.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo