UDARA terasa panas di bekas gedung olahraga di Dili, ibukota
Timor Timur 31 Mei siang itu. Sejumlah wartawan asing dan dalam
negeri dipersilakan menempati balkon gedung yang digunakan
sebagai ruang :sidang. Sebanyak 28 meja kecil dibungkus kain
hijau disediakan bagi para wakil majelis rakyat yang duduk
dengan rapihnya disitu. Di panggung berdiri sang Merah Putih
diapit anyaman janur kuning terukir. Sebuah layar besar
bertuliskan Reuniad Oficial Da Assembleia Popular da Timor
Timur, menandakan bahwa secara resmi pula Timor Timur siap masuk
wilayah Indonesia. Ketika rombongan yang juga terdiri dari 7
perwakilan asing dari Jakarta -- antara lain Dubes India dan
Iran--tiba di pelabuhan udara Dili, sebuah spanduk menyambut:
Selamat Datang di Propinsi ke-27 R.I.
Sejak dari lapangah terbang sampai dengan di gedung sidang
terasa pengawalan ketat dari pasukan Pemerintah.Sementara Timor
Timur (PSTT). Mereka berseragam hijau, pakai celana pendek dan
menyandang senjata otomatis jenis Gatmie yang siap tembak.
Sekalipun siang itu suasana tampak aman sekali. Lebih dari dua
lusin sedan merek Datsun, Volvo dan Landrover siap membawa para
tamu dengan para supir yang diam seribu basa. Mobil-mobil itu
ada pemberian Pemerintah RI. Rakyat setempat -- terdiri dari
anak sekolah,orang dewasa dan kakek-nenek--melambai-lambaikan
bendera kecil merah-putih menyongsong rombongan di sepanjang
jalan. Mereka terdengar berteriak: 'Viva Integrasi, Hidup
Presiden Soeharto". Ada juga yang menunggang kuda dan berpakaian
adat sebagaimana layaknya orang di Indonesia menyambut tamunya.
Juga tampak polisi lalulintas Dili yang berseragam mirip di
Indonesia. Dan orang-orang berseragam kuning tanpa senjata
seperti Hansip. Tapi tidak kelihatan ada ABRI di sana.
Safari & Dunhill
Setiba iringan mobil di gedung sidang, pengawalan ketat makin
terasa. Baik oleh pasukan PSTT dan para petugas berpakaian
preman. Tak jauh dari gedung yang dekat laut itu kelihatan
pelabuhan Dili. Menurut Domingus Oliviera, "pelabuhan itu sudah
selesai dibangun oleh Portugis". Saat itu sebuah kapal barang
berbendera Indonesia sedang merapat di sana. Di depan layar
tampak duduk pimpinan Majelis: Ketua Mario Concalves, wakil
ketua Gospar Gruza da Silvanunes dan sekretaris Thomas Xaviera.
Di pojok kiri duduk gubernur Arnaldo Do Rayes da Araujo dan
wakil gubernur Francisco Lopes da Cruz. Di belakangnya duduk
para anggota majelis PSTT tadi. Semuanya tampak berpakaian
seragam model safari. Di setiap meja tampak ada sebungkus rokok
Dunhill dan tiga macam minuman: susu, fanta dan air putih.
Tampak ada 2 anggota wanita, masing-masing nyonya Perito dan
nyonya Soares. Mereka mewakili 13 distrik di Timor Timur dan
kota Dili.
Tak lama setelah rombongan tiba Ketua Majelis membuka sidang.
Dengan lancar dan mudah keputusan diambil: yaitu persetujuan
rakyat Timor Timur untuk berintegrasi dengan RI tanpa
referendum. Sementara sidang berlangsung, di luar gedung
berlangsung pawai alegoris oleh rakyat yang datang dari luar
dan dari kota Dili dengan membawa plakat yang bertuliskan nama
daerah asal mereka. Baik orang Timor asli dan keturunan Cina
ikut serta dalam barisan mengarak barongsai. Wartawan tidak
diperkenankan meninggalkan gedung olahraga itu. Baru saja kaki
dilangkahkan menuruni tangga, ada saja petugas berpakaian sipil
yang menegur. Begitu pula ketika wartawan mencoba bertanya pada
beberapa anggota Majelis yang kebetulan ada di luar ruang
sidang, dengan sopan anggota-anggota itu diminta masuk lagi oleh
petugas itu.
Di langit-langit ruang sidang tergantung sebuah poster dengan
tulisan "Viva Integracao, Viva Indonesa" Menjelang palu
pimpinan jatuh mengesahkan persetujuan untuk integrasi, poster
itu dilepaskan dan jatuh ke lantai. Maksudnya: "Persetujuan
integrasi itu bukan saja datang dari rakyat tapi juga dari
langit" ujar Andreas Santos, seorang pejabat', Humas PSTT yang
lain.
Selesai sidang rombongan bagaikan turis dibawa keliling kota
Dili. Gedung-gedung dicat bersih. Begitu pula toko-toko. Cuma
saja, keadan sepi kelihatan mencekam gedung-gedung itu. Begitu
pula rumah penduduk. Mungkin mereka ikut pawai. Sebuah Biro
Pariwisata belum lagi berfungsi, masih diisi oleh tentara PSTT
yang berjaga-jaga. Beberapa lampu reklame toko hancur bekas kena
peluru. Juga dinding rumah dekat pelabuhan, bopeng kena pelor.
Gedung untuk kantor penguasa pelabuhan yang sudah 3/4 bagian
selesai dibangun masih didiamkan. Tapi gedung bekas kantor
Gubernur Portugis semakin indah setelah dicat, dengan Merah
Putih berkibar di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini