Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Piring-piring memang belum retak

96 tahun yang lalu gunung krakatau meletus dengan korban puluhan ribu jiwa. g. sertung, anak g. krakatau bergetar lagi & tidak berbahaya menurut seorang peneliti justru menarik pelancong untuk mengunjunginya.(dh)

25 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU piring-piring di rak sudah bergemerincing, retak dan pecah, cepat-cepatlah mengungsi. Begitu pesan orang-orang tua di Labuan, daerah Banten (Jawa Barat). Peringatan ini tentu saja berdasar pengalaman ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda itu menyapu seluruh penghuni pantai sekitar itu dan menelan sekitar 36.000 jiwa -- tepat 96 tahun (27 Agustus 1883) yang lalu. Hari-hari belakangan ini anak gunung itu, Gunung Sertung namanya, bergetar lagi. Tapi belum ada piring yang retak. Meskipun gemuruh suaranya sempat menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk sampai 50 km kc arah timurnya. Batu-batu menyala menyertai ledakan-ledakannya, bcrtebaran bagaikan kembang api mencapai jarak puluhan meter. Tapi sebegitu jauh para ahli memperkirakan kegiatan Sertung tak akan sampai membahayakan. Sebagai anak Gunung Krakatau bahkan diperhitungkan masih perlu waktu beberapa abad lagi sebelum meletus seperti tahun 1883. Bahkan Dr. Patrick Allard dan lr Jean Vuillenmin, ahli gunung berapi dari Perancis yang sedang bertugas di Indonesia, Sabtu lalu menaiki puncak pertama anak Krakatau yang tingginya 170 meter itu. Beberapa contoh batu-batuan yang menghambur keluar diambil mereka untuk penelitian. "Gunung ini tidak berbahaya didekati sampai jarak beberapa ratus meter," kata Dr. Allard kepada Lukman Hakim dari TEMPO. Di antara gunung-gunung di Indonesia yang telah mereka selidiki (Merapi, Kelud, Ijen dan Tambora), menurut ahli itu Gunung Merapi (Jawa Tengah) jauh lebih berbahaya dibanding Krakatau. "Terutama karena dekat dengan pemukiman penduduk," katanya. Bulan Gelap Tahun lalu Sertung juga giat, tapi masih dalam tahap membentuk kubah lava baru. Sekarang tampaknya kegiatan itu lebih meningkat dengan mengalirkan lava baru dan menghembuskan batu-batuan. Mungkin karena melihat gelagat ini, pihak Pengamat Gunung Berapi Direktorat V Vulkanologi di Bandung minggu lalu kembali mengingatkan bahwa dalam radius 3 km gunung itu tetap berbahaya. Peringatan ini diulangi lagi karena ternyata sejak gunung itu mulai aktif akhir bulan lalu ramai dikunjungi pelancong. Bahkan Hotel Carita di Labuan membuka kesempatan bagi tamu-tamunya untuk mendekati gunung itu dengan menyediakan perahu motor. Dan peminatnya cukup banyak, meskipun tak lupa pihak hotel menyediakan formulir untuk ditandatangani dengan menyebutkan segala risiko karena aktifitas gunung itu ditanggung oleh si pelancong sendiri. Beberapa agen perjalanan di Jakarta juga menyodorkan acara kunjungan khusus ke gunung ini bagi turis-turis mereka. Dalam keadaan begitu tentu saja penduduk sekitar sana tak sedikit menikmati sumber rejeki baru. Di sampin supir-supir (mobil) angkutan umum, mereka ini terutama nelayan yang mengalihkan usahanya dari menangkap ikan menjadi pengangkut para pelancong mengarungi laut beberapa km mendekati Sertung. Penumpang ada saja yang datang, terutama pada hari-hari libur. "Kebetulan sekarang bagan sedang sepi, bulan sedang gelap," ungkap Wahyuddin seorang pemilik perahu motor yang biasa mengangkut ikan tangkapan dari bagan di sekitar pantai Carita. Jarak Labuan-Krakatau ada 60 km, 4« jam dengan perahu motor. Dan memang selama anak Krakatau menunjukkan aktifitas, rezeki nelayan yang biasa datang dari dalam luar berkurang. Terutama mereka yang mengandalkan "ladang"-nya di sekitar gunung itu. Seorang nelayan di Pasauran, tak jauh dari Labuan, Kasun namanya, mengeluh karena sudah seminggu lebih ia tak berhasil mengangkat seekor ikan pun dari laut. "Rupanya ikan-ikan itu sudah lari jauhjauh, takut mendengar suara gemuruh Sertung," tuturnya kepada Bachrun Suwatdi dari TEMPO. Tapi sampai pekan lalu suara ledakan-ledakan gunung itu mulai berkurang. Suara gemuruhnya hanya dapat terdengar dari jarak beberapa ratus meter dari pusatnya. Getarannya pun mulai berkurang. Nyala api mulai mengecil, meskipun tiap 10 menit masih terdengar ledakan. Sehingga pantai Carita juga mulai sepi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus