SEBELUM jemarinya menyentuh bilah piano, ia sudah mampu berjalin akrab dengan hadirin. Ia adalah Walter Hautzig, pianis piawai Amerika yang Senin pekan lalu menyelenggarakan konser di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dentingan Aria, karya Marcello-Bach yang jernih, membawa kita ke zaman Barok, ketika clavicembal masih pengiring utama -- sebelum piano yang lahir pada abad ke-18 menggantikannya. Nada-nada hias merupakan cirinya. Hautzig memainkannya dengan balans bunyi yang rinci, dengan sugesti, mendekati bunyi asli clavicembal. Ia beralih ke komponis Klasik Romantik. Karya Beethoven, Rondo c mayor opus 51 no.1, dibawakan sangat luwes. Pada zaman itu, piano telah menggantikan clavicembal. Maka, warna nada yang diciptakannya malam itu adalah kontras-kontras lebih besar. Dua karya Schubert, komponis zaman romantik, Grazer Fantasy dan Wanderer Fantasy, diungkapkan dengan gaya utuh, interpretasinya penuh puisi, balans nada, dan kalimat musik yang bernyanyi sempurna. Di sini nyata, permainan tangan kiri yang mantap telah mendukung dan memperindah warna nada dalam melodi yang dimainkan tangan kanan. An Evening Air ciptaan Copland, komponis Amerika abad ini, penuh disonan. Tapi nomor ini tak terasa demikian, karena Hautzig menyodorkan nuansa dan kontras yang indah, hingga serasi dengan judulnya. Komposisi singkat yang terasa sangat singkat. Dalam dua prelude karya komponis impressionis Prancis, Debussy, La fille aux Cheveux de lin dan Feux d'artivice, ia menyesuaikan sentuhan-sentuhan khas dan ekstralembut pada prelude pertama, hingga menghasilkan efek bunyi "transparan". Dalam prelude kedua, ia bermain dengan kontras Impresionistis -- memerlukan penggunaan pedal secara khusus, untuk mencapai efek sugestif -- seakan piano jadi sebuah orkes besar. Memainkan Cordoba-nya komponis Spanyol Albeniz, ia mengalunkan nada yang berbeda dengan karya sebelumnya. Karya ini berawal untaian akord, dengan suasana khidmat dalam katedral disusul suasana lincah folkioristik dengan gitar. Kontras dalam ritme dan alunan nuansa nada lembut ini bagaikan permata persembahannya. Dalam Pantomime karya Falla, alunan berpuluh-puluh gitar ia cuatkan dari piano. Karya Falla yang lain, The Miller's Dance, mendapat penghayatan ritmis dinamis, dengan dimensi lain daripada yang lain kontras-kontras dengan "ketegangan" baru. Akhirnya, beberapa karya Chopin, komponis Franco-Polandia, "penyair untuk piano" itu. Nocturne sangat mistis. Ballade, dengan interpretasi yang berbeda dengan yang lazim kita dengar. Dalam beberapa bagian dimainkan nada-nada interior sebagai kontramelodi. Dua nomor Mazurka, sangat lincah, penuh intrik warna. Dan akhirnya Polonaise, secara bravura. Interpretasi Hautzig atas Chopin ciri kepribadiannya sendiri. Atas permintaan, ia menyuguhkan Wals a flat major, oleh Brahms dan Wals e minor, karya Chopin. Di tangannya, piano dengan segala keterbatasannya jadi sebuah orkes simfoni. Ia juga pendidik. Muridnya dari segala penjuru dunia, para pianis terkemuka. Misalnya Irawati M. Soediarso dan Yazeed Jamin. Trisutji Kamal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini