Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Memang tidak apa-apa

Di gedung merdeka bandung berlangsung diskusi musik dang-dut dan hard-rock. dang-dut dipersoalkan lebih cepat diterima masyarakat dari pada hard-rock akhirnya diskusi tidak menghasilkan apa-apa.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERIAH juga diskusi musik itu. Selain cukup banyak peminat pertemuan yang berlangsung di gedung Merdeka Bandung, Minggu siang 20 Juni kemarin itu, panelis yang disiapkan pun merupakan musisi-musisi pop yang dikenal. Benny Subardja, Remy Silado. Wandi, Oma Irama (cuma mengirim tulisan) dan Dr. Sudjoko dari ITB misalnya. Sementara tema diskusi yang jadi bahan perdebatan nampaknya cukup merangsang. Bahkan dengan sengaja ditulis lewat selembar spanduk yang tergantung: Hard-rock kontra Dang-dut?' Beberapa panelis maju. Denny Sabri dari fihak panitia dengan lahapnya bercerita tentang sejarah rock. Langsung disemprot Remy: "Kalau soal sejarah rock baca saja di majalah, akan lebih jelas masalahnya. Itu gombal". Denny tidak berhenti. Sambil menunjuk pemerintah, pengasuh majalah Aktuil yang dulu pernah jadi rebutan para remaja itu menyalahkan fihak ini yang kurang perhatian terhadap musik rock. "Coba kalau pemerintah memberi bantuan untuk tur ke luar negeri misalnya, saya rasa potensi rocker Indonesia akan nampak", katanya. Namun kurang populernya musik rock, menurut Benny Subardja dari grup Giant Step, bukan disebabkan itu. "Masalahnya kesempatan. Musik dang-dut bisa masuk studio rekaman secara besar-besaran, sebaliknya hard-rock sukar sekali", katanya. Sudah tentu gejala itu punya alasan. Nampaknya Oma Irama tahu persis masalahnya. Katanya, musik dang-dut yang populer saat ini bukanlah Melayu Deli, tapi musik melayu yang dasarnya musik India. Musik jenis ini memiliki kemampuan yang cepat untuk bisa akrab dengan masyarakat. "Dang-dut sangat sosiologis dan cepat memasyarakat. Saya belum yakin hard-rock cepat akrab dengan masyarakat", ucap Remy memperkuat Oma, Dan Oma lewat tulisannya itu dengan rendah hati menyebut pendengar rock-keras masih awam. "Mereka baru bisa menikmati bunyi dentuman yang membahana, yang menyebabkan mereka bisa histeris", katanya. Dan peralatan teknologi mutakhir yang melengkapi musik rock-keras itulah yang oleh pak haji muda ini sedang akan diterapkan pada musik dang-dut. Musik dang-dut, menurut Oma, instrumennya didominir oleh suling, gendang dan mandolin. Sekarang lewat Soneta, orkes melayu yang dipimpinnya, instrumen mulai dilengkapi dengan bunyi-bunyi yang keluar dari gitar listrik, organ, serta tata lampu dan tata suara bila muncul di panggung. "Saya memang sedang berusaha mengangkat derajat dang-dut agar sejajar dengan musik yang sesuai dengan selera moderen" ujar Oma Irama. Akhirnya diskusi itu memang tidak menghasilkan apa-apa. Sebab sebagaimana pertunjukan musik yang sudah berlangsung malam sebelumnya yang kacau itu. diskusi itu pun berjalan sama berantakannya. Karena itu Dr Sudjoko pada permulaan diskusi sudah memberi peringatan kepada sidang. "Pertentangan, persaingan atau perbedaannyakah yang akan dibicarakan dalam forum ini?" katanya. Wandi sendiri dari grup Odalf cukup terang sikapnya. "Persaingan itu bukan hanya terjadi antara Rock dan Dang-dut. Jenis musik lainnya pun saling bersaing". Lantas kenapa cuma Hard-rock dan Dang-dut yang dipertentangkan'? "Apa sih untung ruginya pertentangan itu diselesaikan?" tanya Dr. Sudjoko lagi. Memang tidak ada apa apanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus