MERIAH juga diskusi musik itu. Selain cukup banyak peminat
pertemuan yang berlangsung di gedung Merdeka Bandung, Minggu
siang 20 Juni kemarin itu, panelis yang disiapkan pun merupakan
musisi-musisi pop yang dikenal. Benny Subardja, Remy Silado.
Wandi, Oma Irama (cuma mengirim tulisan) dan Dr. Sudjoko dari
ITB misalnya. Sementara tema diskusi yang jadi bahan perdebatan
nampaknya cukup merangsang. Bahkan dengan sengaja ditulis lewat
selembar spanduk yang tergantung: Hard-rock kontra Dang-dut?'
Beberapa panelis maju. Denny Sabri dari fihak panitia dengan
lahapnya bercerita tentang sejarah rock. Langsung disemprot
Remy: "Kalau soal sejarah rock baca saja di majalah, akan lebih
jelas masalahnya. Itu gombal". Denny tidak berhenti. Sambil
menunjuk pemerintah, pengasuh majalah Aktuil yang dulu pernah
jadi rebutan para remaja itu menyalahkan fihak ini yang kurang
perhatian terhadap musik rock. "Coba kalau pemerintah memberi
bantuan untuk tur ke luar negeri misalnya, saya rasa potensi
rocker Indonesia akan nampak", katanya. Namun kurang populernya
musik rock, menurut Benny Subardja dari grup Giant Step, bukan
disebabkan itu. "Masalahnya kesempatan. Musik dang-dut bisa
masuk studio rekaman secara besar-besaran, sebaliknya hard-rock
sukar sekali", katanya. Sudah tentu gejala itu punya alasan.
Nampaknya Oma Irama tahu persis masalahnya. Katanya, musik
dang-dut yang populer saat ini bukanlah Melayu Deli, tapi
musik melayu yang dasarnya musik India. Musik jenis ini
memiliki kemampuan yang cepat untuk bisa akrab dengan
masyarakat. "Dang-dut sangat sosiologis dan cepat memasyarakat.
Saya belum yakin hard-rock cepat akrab dengan masyarakat", ucap
Remy memperkuat Oma, Dan Oma lewat tulisannya itu dengan rendah
hati menyebut pendengar rock-keras masih awam. "Mereka baru bisa
menikmati bunyi dentuman yang membahana, yang menyebabkan mereka
bisa histeris", katanya.
Dan peralatan teknologi mutakhir yang melengkapi musik
rock-keras itulah yang oleh pak haji muda ini sedang akan
diterapkan pada musik dang-dut. Musik dang-dut, menurut Oma,
instrumennya didominir oleh suling, gendang dan mandolin.
Sekarang lewat Soneta, orkes melayu yang dipimpinnya, instrumen
mulai dilengkapi dengan bunyi-bunyi yang keluar dari gitar
listrik, organ, serta tata lampu dan tata suara bila muncul di
panggung. "Saya memang sedang berusaha mengangkat derajat
dang-dut agar sejajar dengan musik yang sesuai dengan selera
moderen" ujar Oma Irama.
Akhirnya diskusi itu memang tidak menghasilkan apa-apa. Sebab
sebagaimana pertunjukan musik yang sudah berlangsung malam
sebelumnya yang kacau itu. diskusi itu pun berjalan sama
berantakannya. Karena itu Dr Sudjoko pada permulaan diskusi
sudah memberi peringatan kepada sidang. "Pertentangan,
persaingan atau perbedaannyakah yang akan dibicarakan dalam
forum ini?" katanya. Wandi sendiri dari grup Odalf cukup terang
sikapnya. "Persaingan itu bukan hanya terjadi antara Rock dan
Dang-dut. Jenis musik lainnya pun saling bersaing". Lantas
kenapa cuma Hard-rock dan Dang-dut yang dipertentangkan'? "Apa
sih untung ruginya pertentangan itu diselesaikan?" tanya Dr.
Sudjoko lagi. Memang tidak ada apa apanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini