Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mencoba keluar cakrawala

Malam musik jazz-pop-rock-folk & dangdut diadakan di aula unpad, merupakan yang pertama di dunia. pengarah acara mengajak pengunjung untuk keluar da ri cakrawala selera dan menikmati pertunjukan.(ms)

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENONTON mulai berteriak ketika pertunjukan Malam Musik Jazz - Pop-Rock-Folk & Dangdut -- yang mestinya dimulai pukuI 19.00 terlambat 80 menit. Tak tanggung-tanggung. "Para pemain belum datang karena terhalang oleh penonton" teriak Iwan Abdurachman pengarah acara. Tentu saja penonton yang kebanyakan mahasiswa, yang datang dengan habis seharga Rp 500 itu, malah menjadi kurang sabar. Beberapa teriakan tidak puas masih bermunculan di tengah kerumunan besar yang memenuhi gedung Aula Universitas Pajajaran itu. Apalagi ketika Iwan mencoba kasih kuliah. "Tuan-tuan akan saya bawa dulu mendalami pengertian musik yang akan ditampilkanl malam ini", katanya. Kembali pengunjung acara yang disponsori Dewan Mahasiswa UNPAD itu berteriak riuh. 'Biar. Kalau tuan-tuan tidak mau mendengarkan uraian saya saya akan terus', sahut Iwan. Untunglahl mahasiswa Pertanian yang barusan saja dapat gelar insinyur itu mampu menguasai massa yang nampaknya memang melebihi kapasitas gedung. Rok & Dangdut Musik itu mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat, kata Iwan anggota grup Bimbo itu. Musik banyak macamnya, masing-masing dengan latar belakang yang juga berbeda-beda. Bahkan di negeri ini katanya, telah bermunculan berbagai macam aliran musik. Mulai dari yang berorientasi kepada tradisionil sampai yang berorientasi kepada musik yang berasal dari luar Indonesia. Dan semuanya tentu saja sudah melewati interpretasi pada pemusiknya. Aliran-aliran musik itu masing-masing memiliki penggemarnya sendiri-sendiri, sudah tentu. "Tetapi juga ada pembenci-pembencinya yang sama sekali tidak menyukai musik-musik tertentu", ujar Iwan. Tidak bisa disangkal, sesuatu aliran bagi peminatnya memiliki unsur-unsur keindahannya, yang mungkin saja tidak bisa ditangkap orang lain. "Nah, malam itu kita bersama-sama akan mencoba keluar dari cakrawala selera kita masing-masing, lalu berusaha mencari segi-segi indah dari berbagai aliran musik yang akan ditampilkan, yang kalau dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak cocok dengan selera kita". Bahkan penjelasannya yang nampak cukup dimengerti penonton itu masih ditambah lagi dengan permintaan. Katanya, kalau biasanya kita siap untuk dengan kejam mencemooh, mentertawakan setiap penampilan yang tidak sesuai dengan selera, "malam ini kita hanya akan berusaha mencari segi-segi indahnya". katanya "atau dengan rasa lucu dan baik bati bisa memberi kesempatan dan penghargaan kepada setiap aliran". Ajakan Iwan itu ternyata tidak sia-sia. Lagi pula pihak panitia nampaknya cukup pintar menampilkan El Bamba, sebuah Orkes Melayu dangdut, sebagai grup pertama. Baru kemudian Giant Step yang mewakili musik rock. Nasution Sisters, pop, Grup Pencinta Lagu (GPL) yang musik rakyat serta Jack Lesmana Combo bersama penyanyi Margie Segers dan Broery Pesulima sebagai puncak acara yang mewakili Jazz. Rata-rata makan waktu setengah jam, El Bamba membawakan lagu-lagu seperi Borondong Garing, Es Lilin, Rupiah. Lantas Giant Step pimpinan Benny Subardja. Seolah-olah satu dengan yang lain hidup di lain dunia. Sebab bukankah masing-masing memiliki keindahan sendiri-sendiri? Juga Nasution sisters yang malam itu membawakan lagu Akhir Cinta dan Si Togol, sebuah lagu Batak, memiliki keindahan sendiri mestinya. Selain memang kedua bersaudara memiliki rupa yang lumayan, "lagunya pun mudah dicernakan", ujar Iwan. Sementara GPL UNPAD yang tampil kemudian dan juga mendapat sambutan yang tidak mengecewakan. Walau nampak grup yang punya tempat istimewa di kanngan mahasiswa itu belum berhasil menambah perbendaharaan lagu-lagunya. Margie & Broery Tidak sia-sia Jack Lesmana dan kawan-kawan yang ditampilkan pada buntut. Walaupun barangkali musik Jazz yang dibawakan tidak seluruhnya bisa diterima semua pengunjung. "Jazz memang jenis musik yang sukar dimengerti", ujar Iwan, tapi musik itu bukan untuk dimengerti melainkan hanya untuk dinikmati". Yah. Beberapa penonton memang sempat berteriak tidak puas. Namun Margie Segers yang membawakan semua bisa bilang membuat mereka diam -- diiringi beberapa lagunya seperti Chating man atau Are They Welcome. Broery Pesolima, yang sering banyak tingkah itu, kadang-kadang menarik juga. Lebih-lebih penyanyi yang tak pernah berhasil menang di gelangang Festival Pop song di Tokyo itu sering tahu memanfaatkan situasi, misalnya ketika membawakan feeling yang memang tengah populer Hanpir tengah malam, pertunjukan yang menurut Iwan merupakan yang pertama di dunia -- tentu saja, habis ada jazz ada dangdut selesai. Secara komersil barangkali penampilan lima macam jenis musik sekaligus itu tidak menguntungkan. "Memang kami sudah siap rugi", ujar Nelson Siregar, Ketua Penyelenggara. Sebab biaya yang diperoleh untuk ongkos pertunjukan tersebut diambil dari jatah Departemen Kesenian UNPAD. "Anggap saja itu merupakan sumbangan kami untuk mahasiswa UNPAD di samping agar penonton mahasiswa bisa lebih mengerti lagi tentang musik", ujar Nelson lagi. Baik juga acara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus