PENONTON mulai berteriak ketika pertunjukan Malam Musik Jazz -
Pop-Rock-Folk & Dangdut -- yang mestinya dimulai pukuI 19.00
terlambat 80 menit. Tak tanggung-tanggung. "Para pemain belum
datang karena terhalang oleh penonton" teriak Iwan Abdurachman
pengarah acara. Tentu saja penonton yang kebanyakan mahasiswa,
yang datang dengan habis seharga Rp 500 itu, malah menjadi
kurang sabar. Beberapa teriakan tidak puas masih bermunculan di
tengah kerumunan besar yang memenuhi gedung Aula Universitas
Pajajaran itu. Apalagi ketika Iwan mencoba kasih kuliah.
"Tuan-tuan akan saya bawa dulu mendalami pengertian musik yang
akan ditampilkanl malam ini", katanya. Kembali pengunjung acara
yang disponsori Dewan Mahasiswa UNPAD itu berteriak riuh.
'Biar. Kalau tuan-tuan tidak mau mendengarkan uraian saya saya
akan terus', sahut Iwan. Untunglahl mahasiswa Pertanian yang
barusan saja dapat gelar insinyur itu mampu menguasai massa yang
nampaknya memang melebihi kapasitas gedung.
Rok & Dangdut
Musik itu mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat, kata
Iwan anggota grup Bimbo itu. Musik banyak macamnya,
masing-masing dengan latar belakang yang juga berbeda-beda.
Bahkan di negeri ini katanya, telah bermunculan berbagai macam
aliran musik. Mulai dari yang berorientasi kepada tradisionil
sampai yang berorientasi kepada musik yang berasal dari luar
Indonesia. Dan semuanya tentu saja sudah melewati interpretasi
pada pemusiknya. Aliran-aliran musik itu masing-masing memiliki
penggemarnya sendiri-sendiri, sudah tentu. "Tetapi juga ada
pembenci-pembencinya yang sama sekali tidak menyukai musik-musik
tertentu", ujar Iwan.
Tidak bisa disangkal, sesuatu aliran bagi peminatnya memiliki
unsur-unsur keindahannya, yang mungkin saja tidak bisa ditangkap
orang lain. "Nah, malam itu kita bersama-sama akan mencoba
keluar dari cakrawala selera kita masing-masing, lalu berusaha
mencari segi-segi indah dari berbagai aliran musik yang akan
ditampilkan, yang kalau dalam kehidupan sehari-hari mungkin
tidak cocok dengan selera kita". Bahkan penjelasannya yang
nampak cukup dimengerti penonton itu masih ditambah lagi dengan
permintaan. Katanya, kalau biasanya kita siap untuk dengan kejam
mencemooh, mentertawakan setiap penampilan yang tidak sesuai
dengan selera, "malam ini kita hanya akan berusaha mencari
segi-segi indahnya". katanya "atau dengan rasa lucu dan baik
bati bisa memberi kesempatan dan penghargaan kepada setiap
aliran".
Ajakan Iwan itu ternyata tidak sia-sia. Lagi pula pihak panitia
nampaknya cukup pintar menampilkan El Bamba, sebuah Orkes
Melayu dangdut, sebagai grup pertama. Baru kemudian Giant Step
yang mewakili musik rock. Nasution Sisters, pop, Grup Pencinta
Lagu (GPL) yang musik rakyat serta Jack Lesmana Combo bersama
penyanyi Margie Segers dan Broery Pesulima sebagai puncak acara
yang mewakili Jazz.
Rata-rata makan waktu setengah jam, El Bamba membawakan
lagu-lagu seperi Borondong Garing, Es Lilin, Rupiah. Lantas
Giant Step pimpinan Benny Subardja. Seolah-olah satu dengan
yang lain hidup di lain dunia. Sebab bukankah masing-masing
memiliki keindahan sendiri-sendiri? Juga Nasution sisters yang
malam itu membawakan lagu Akhir Cinta dan Si Togol, sebuah lagu
Batak, memiliki keindahan sendiri mestinya. Selain memang
kedua bersaudara memiliki rupa yang lumayan, "lagunya pun mudah
dicernakan", ujar Iwan. Sementara GPL UNPAD yang tampil
kemudian dan juga mendapat sambutan yang tidak mengecewakan.
Walau nampak grup yang punya tempat istimewa di kanngan
mahasiswa itu belum berhasil menambah perbendaharaan
lagu-lagunya.
Margie & Broery
Tidak sia-sia Jack Lesmana dan kawan-kawan yang ditampilkan pada
buntut. Walaupun barangkali musik Jazz yang dibawakan tidak
seluruhnya bisa diterima semua pengunjung. "Jazz memang jenis
musik yang sukar dimengerti", ujar Iwan, tapi musik itu bukan
untuk dimengerti melainkan hanya untuk dinikmati". Yah.
Beberapa penonton memang sempat berteriak tidak puas. Namun
Margie Segers yang membawakan semua bisa bilang membuat
mereka diam -- diiringi beberapa lagunya seperti Chating
man atau Are They Welcome. Broery Pesolima, yang sering banyak
tingkah itu, kadang-kadang menarik juga. Lebih-lebih penyanyi
yang tak pernah berhasil menang di gelangang Festival Pop song
di Tokyo itu sering tahu memanfaatkan situasi, misalnya
ketika membawakan feeling yang memang tengah populer
Hanpir tengah malam, pertunjukan yang menurut Iwan merupakan
yang pertama di dunia -- tentu saja, habis ada jazz ada dangdut
selesai. Secara komersil barangkali penampilan lima macam jenis
musik sekaligus itu tidak menguntungkan. "Memang kami sudah
siap rugi", ujar Nelson Siregar, Ketua Penyelenggara. Sebab
biaya yang diperoleh untuk ongkos pertunjukan tersebut diambil
dari jatah Departemen Kesenian UNPAD. "Anggap saja itu
merupakan sumbangan kami untuk mahasiswa UNPAD di samping agar
penonton mahasiswa bisa lebih mengerti lagi tentang musik", ujar
Nelson lagi. Baik juga acara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini