Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Mencoba Menyala di Dalam Gelap

30 Desember 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika perfilman Indonesia mulai memasuki kegelapan, Garin menjadi sebuah lilin. Di awal tahun 1990-an, para sineas dan para pemainnya patah arang dengan bioskop dan segala tata krama peraturannya. Mereka beralih kepada dunia televisi. Adalah Garin melalui Cinta dalam Sepotong Roti dan Surat untuk Bidadari yang masih percaya pada kedahsyatan dunia layar lebar. Mungkin melihat potensinya untuk menjadi lilin atau bahkan obor dalam kegelapan, Garin kemudian menjadi sineas yang terlalu paham akan cahayanya. Dan rasa percaya diri yang sangat tinggi itu—untuk ukuran orang Indonesia, yang ewuh-pakewuh membicarakan kelebihan diri—memang sering membuat rekan-rekannya risi dan garuk kepala. Garin terus berjalan dan berkarya. Lalu, apa yang diperoleh Garin Nugroho setelah 15 tahun berkarya? Dua puluh tiga penghargaan dari dalam negeri ataupun tingkat internasional. Lahir di Yogyakarta, 6 Juni 1961, lulusan Institut Kesenian Jakarta ini adalah pengge-mar kontroversi. Garin tidak risau ketika film Bulan Tertusuk Ilalang dianggap pretensius atau film Puisi Tak Terkuburkan dikritik agak melodramatik. Tetapi dia toh cukup men-dengarkan saran teman-temannya bahwa film dokumenter Dongeng Si Kancil untuk Kemerdekaan adalah karyanya yang dahsyat dan perlu dituangkan dalam bentuk fiksi. Dia melakukan itu dengan menggunakan pemain "non-aktor"—para anak jalanan yang gemar ngomong jorok itu—digabung dengan aktris Christine Hakim dan Sarah Azhari dalam film Daun di Atas Bantal. Nyatanya, film ini—dibanding film Garin yang lain—diserbu penonton. Puaskah dia? Tentu belum. Dia merasa lebih senang lagi ketika serangkaian karya-karya iklan layanan masyarakat tema pemilu melekat di benak penonton ("Inga, inga" dan "Boleh, kaaan?"). Yang merisaukan kini adalah karena, "Saya mengalami keterasingan terus-menerus," kata Garin. Keterasingan, yang di dalamnya ada semacam keindahan sekaligus kesedihan, menurut Garin datang dari banyaknya kekeliruan pandangan orang terhadap dirinya. Waduh, kekeliruan macam apa, sih? Garin merasa cap idealis yang dilekatkan padanya adalah sebuah kekeliruan, karena selama ini Garin telah tumbuh secara alamiah, wajar, dan sangat kompromistis. Kerisauan yang lain adalah Garin meng-aku dirinya tak kunjung pintar dalam urusan pemasaran film. Untuk film Viva Indonesia, tempat dia bertindak sebagai produser, Garin tak melakukan promosi gaya Mira Lesmana dengan Petualangan Sherina, misalnya. Ia percaya kekuatan satu karya pada gilirannya akan mendatangkan pasar tersendiri. Untuk tahun 2002, Garin merencanakan membuat satu film cerita televisi bersama salah seorang sutradara Viva Indonesia. Untuk film layar lebar, ia belum memutuskan ide mana yang akan digarapnya. Sebelumnya, Garin sudah menyelesaikan skenario berjudul Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, sebuah kisah menarik tentang lelaki berpendidikan pesantren yang jatuh cinta. Tapi, belum apa-apa, bahkan syuting pun belum, dia sudah diprotes sebuah surat pembaca hanya karena judulnya. "Menurut saya, karya saya selalu meng-ajak berdiskusi," tutur Garin, "karena penting sekali membicarakan pendidikan akil balig dalam agama." Dia menyatakan ingin membuat film berlatar belakang umat Islam yang tak sekadar berkisah tentang orang mabuk yang menjadi insaf. Pasti tidak mudah membuat film berlatar belakang agama (apa pun) di negeri yang beragam dan gemar bertikai ini. Cuma, bukankah dia punya semangat obor yang akan terus menyala-nyala meski keadaan sungguh gelap? Leila S. Chudori, Yusi A. Pareanom, Gita W. Laksmini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus