PEREMPUAN muda itu gemar bertopi sejak masa gadisnya. Topi-topi itu bergantung di dinding kamarnya, tergeletak di atas meja, memanggil-manggilnya dari berbagai sudut rumah. Dia mencomotnya satu-satu setiap hari—sesuai dengan suasana hatinya—memasangnya di atas rambutnya yang riap-riapan bergelombang, dan melangkah dengan gesit ke luar rumah, entah ke kampusnya di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), ke perpustakaan kota, atau sekadar mengunjungi seorang kawan. Teman-temannya mudah mengenali topinya dari jauh dan berteriak, "Ooiii…, Miraaa, sini."
Topi itu terus dikenakannya setelah tahun-tahun sekolahnya lewat—ia lulus IKJ Jurusan Penyutradaraan pada 1988—saat bekerja di biro iklan Lintas sebagai manajer audiovisual, dan setelah pindah ke Katena Films (sebuah rumah produksi) sebagai produser eksekutif. Dalam wawancara enam tahun silam, ia mengakui bahwa topi adalah kegemaran, aksesori, dan "teman bertualang" yang asyik. Kini, dalam usianya yang ke-37, ia mengenakan beberapa "topi": topi sutradara, topi produser, dan topi Nyonya Mathias Muchus, yang memberinya dua putra.
Dengan beberapa "topi" itu, kini orang tak lagi berteriak kepadanya untuk nongkrong dan kongko di Taman Ismail Marzuki. Kini urusannya adalah mengajaknya berdiskusi, memintanya datang ke sebuah rapat, serta menawarkan kerja sama untuk memproduksi sebuah film dan bagaimana duit harus diadakan agar sebuah idealisme bisa dituangkan di atas layar. "Ya, saya ini produser film, dunia yang saya jalani dengan kecintaan. Jika saya bicara tentang film, saya bicara dengan passion." Maka jadilah dia Mira Lesmana yang kini merasa lebih legawa dengan "topi produser".
Sesungguhnya, semula penikmat film mengenal namanya ketika ia mengenakan "topi sutradara" film Kuldesak bersama tiga sutradara lainnya: Nan T. Achnas, Riri Riza, dan Rizal Manthovani. Dan film Petualangan Sherina—film anak-anak yang fenomenal—yang meledak itulah yang membuat penikmat film mengenal "topi"-nya sebagai produser yang andal. Bukan hanya kejeliannya melihat peluang bagi segmen film anak-anak, resep pemasarannya itulah—mengedarkan kasetnya sebelum film diputar di bioskop—yang akhirnya menobatkan dia sebagai "produser 10 miliar rupiah" (pendapatan kotor film ini) yang berhasil mendatangkan satu setengah juta penonton.
Melalui rumah produksi miliknya, Miles Production, Mira telah memproduksi video musik dan film pendek serta menjadi produser lebih dari 150 iklan televisi. Karya film yang hampir rampung ia siapkan adalah Ada Apa dengan Cinta arahan Rudy Soedjarwo, yang beredar Januari nanti.
Di luar kantor dan lokasi syuting, Mira menuangkan ilmunya tentang manajerial dan bisnis film di IKJ untuk mata kuliah produksi film. Putri musisi Jack Lesmana ini mengaku amat gemar menonton film. "Aspek penonton adalah hal yang penting dipikirkan dalam sebuah produksi film," tuturnya. Petang itu, pada awal Desember lalu, ia muncul di lokasi syuting videoklip Ada Apa dengan Cinta di Jalan Guntur, Jakarta Pusat. Hanya berkaus dan bersandal, ia segera berdiskusi dengan tim kreatifnya. Tanpa topi di kepalanya, orang toh tetap dengan mudah mengenali kehadirannya—karena "topi" yang dikenakannya kini sudah jelas: seorang ibu dan seorang produser.
Hermien Y. Kleden, Arif A. Kuswardono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini