Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rabindranath Tagore yang lahir 7 Mei 1861 di Kalkuta, India, merupakan penyair Bengali, novelis, pendidik, dan dianggap sebagai salah satu penulis terbesar dalam kesustraan India modern.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1913 Tagore memenangi hadiah nobel sastra, disusul 1915 ia dianugerahi gelar kesatria oleh pemerintahan Inggris. Namun tiga tahun kemudian atau pada 1919 Tagore mengembalikan gelar tersebut sebagai bentuk protes terhadap pembantaian Amitsar, di mana pasukan Inggris membunuh sekitar 400 demonstran India yang memprotes kolonial hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayahnya, Debendranath Tagore, merupakan seorang pemimpin Brahmo Samaj, yang diketahui sebagai sekte agama baru di Bengal pada abad ke-19. Sekte ini mencoba menghidupkan kembali basis monistik utama Hinduisme seperti yang ditetapkan dalam Upanishad.
Di usia 17 tahun Rabrindranath Tagore sempat dikirim ke Inggris untuk bersekolah formal, namun ia tak menyelesaikan studinya. Tagore kemudian mengelola perkebunan keluarga, kegiatan yang mebawanya dekat dengan kemanusiaan dan reformasi sosial. Di samping kesustraan yang dilakoni Tagore, ia mulai berpartisipasi dalam gerakan nasionalis India menggunakan cara non-sentimental dan visioner.
Pria ini memunculkan karya pertama di usia 17 tahun, melalui buku sekumpulan puisi yang diterbitkan temannya sendiri. Tahun 1901 Tagore mendirikan sekolah di luar Kakulta (tempat kelahirannya), Visva-Bharati, yang didedikasikan untuk filsafat dan pendidikan Barat-India modren. Selang 20 tahun, tepatnya di 1921 sekolah Tagore sudah menjadi sebuah universitas.
Tagore memiliki kesuksesan awal sebagai penulis di negara asalnya, Bengal. Dengan terjemahan dari beberapa puisi miliknya, dia menjadi cepat terkenal di Amerika Serikat. Terutama saat tulisan berjudul “Gitanjali: Song Offerings” meledak di Barat, di mana dalam tulisan ini Tagore mencoba menemukan ketenangan batin dan mengeksplorasi tema-tema tentang ketuhanan dan cinta manusia.
Tulisan-tulisan Tagore bergantung pada tradisi lirik Hinduisme Waisnawa dan konsepnya tentang hubungan antara manusia dan Tuhan. Banyak ideologi Tagore berasal dari ajaran Upahishad dan keyakinan sendiri bahwa Tuhan dapat ditemukan melalui kemurnian pribadi dan pelayanan kepada orang lain. Dia menekankan perlunya tatanan dunia baru berdasarkan nilai-nilai dan gagasan transnasional atau kesadaran persatuan.
Sepanjang hidupnya, Tagore sudah menghasilkan puisi, novel, cerita, sejarah India, buku teks, dan risalah tentang pendagogi. Manasi (1890), Sonar Tari (1894), Gitanjali (1910), Gitimalya (1914), Balaka (1916), merupakan beberapa puisi Tagore yang terasa ganjil.
Puisi Rabindranath Tagore telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris mencakup The Gardener (1913), Fruit-Gathering (1916), dan The Fugitive (1921). Beberapa drama utama ciptaan Tagore meliputi, Raja (1910), Dakghar (1912), Achalayatan (1912), Muktadhara (1922), Raktakaravi (1926). Cerpen dan novel meliputi Gora (1910), Ghare-Baire (1916), dan Yogayog (1929). Selain itu Rabindranath Tagore juga menulis drama musikal, drama tari, esai, buku harian perjalanan, otobiografi. Sebelum meninggal ia juga menghasilkan banyak karya gambar dan lukisan. Tagore wafat pada 7 Agustus 1941 di Kalkuta.
DELFI ANA HARAHAP
Baca: Tagore, Nehru dan Kita