Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Menggambar dengan Besi

Perupa Agung Kurniawan menekuk besi menjadi citraan realis tentang masa lalu. Ia kehilangan keliarannya.

26 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPACARA pemakaman itu menimbulkan suasana sureal, ketika garis berlapis-lapis yang membentuk citraan sejumlah tubuh orang meninggalkan kompleks kuburan dan deretan kijing (batu makam) di sekitarnya. Tubuh-tubuh itu bak jiwa yang digambarkan dalam gerakan lambat sedang meninggalkan raga.

Perupa Agung Kurniawan, 41 tahun, menggambarkan prosesi kematian dalam sejarah keluarganya melalui karya yang ia sebut besi gambar pada pameran di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, 1-21 Oktober. Sebagai karya on progress, sebelumnya ia menampilkan momen kebahagiaan hidup keluarga pada pameran di tempat yang sama, 7-27 Mei. Ia memindahkan dua momen itu, kehidupan dan kematian, dari foto keluarga ketika ia menemukan setumpuk album lama di almari rumah orang tuanya.

Ia tertegun mengamati foto yang menguning. Seingat dia album foto keluarga itu jarang dibuka. ”Foto itu berisi tentang kebahagiaan dan kematian,” ujarnya. Ia mengaku jarang berkunjung ke rumah orang tuanya. Tapi saat berkunjung ia selalu tertarik membuka almari itu. ”Seperti ada magnet yang menarik saya untuk membuka rak terbawah.” Ia pun memungut album tua itu.

Hampir semua foto itu berisi tentang keluarganya: bapak, ibu, kakak, dan adik. Ayahnya administrator perkebunan kopi dan cokelat di Sumber Jambe, Banyuwangi. Administrator adalah jabatan tertinggi di perkebunan milik negara yang dinasionalisasi dari perkebunan Belanda. Ada foto ibunya meresmikan satu acara. Atau foto ayahnya yang ia kenang sebagai figur yang jarang tersenyum. ”Kami anak-anak selalu berpose seperti habis Lebaran, necis dan nampak bersih serta bahagia,” kata Agung.

Ingatan masa lalu dibentuk dari tempaan besi berupa garis citraan realis keluarga: ayah, ibu, dan enam anak. Tapi sosok itu anonim. Tak ada raut wajah—kosong. Tak ada mata yang berbinar, tak ada senyum tersungging. Garis-garis itu sangat matematis, kering nuansa. Kebahagiaan yang disebut Agung pada sesi foto keluarga itu hilang ditelan tembok putih galeri.

Toh muncul kebahagiaan dalam bentuk lain. Misalnya lewat sikap tubuh yang rileks: kaki bersilang, atau tubuh anak bersender pada ibu. Ada adegan dua anak bersepeda roda tiga, bergandengan tangan, saat berangkat ke sekolah. Terasa pula gejolak duka ketika semua anggota keluarga berkumpul di depan peti mati sebelum diberangkatkan dengan ambulans ke pemakaman.

Yang menarik, garis yang dibentuk materi besi kaku itu menghasilkan lapis bayangan dalam bentuk yang sama di dinding. Tapi bayangan itu menjadi lebih anonim dengan intensitas yang melemah, bak cerita masa lalu yang mulai memudar dari ingatan.

Pada karya besi gambar ini Agung, yang biasa menggarap karya drawing di atas kertas, tak kehilangan kekuatannya—garis. Dengan garis ia memamerkan kekuatannya sebagai pencerita yang cerewet dengan detail. Toh ada yang hilang, yakni pikiran liarnya yang biasa muncul berupa bentuk figur imajinatif pada karya drawing.

Hal ini tampak pada karya besi gambar berupa pria berpose di depan burung merak dan karya cat akrilik di atas kanvas bertajuk ”Kakakku dengan Dua Kepribadiannya”. Pada karya di atas kanvas jejak keliaran muncul lewat figur lebih kecil yang terikat di dada figur yang lebih besar. Keliaran Agung juga tampak pada karya drawing yang seolah ada Agung lain pada karya ini.

Sebagai perupa yang lebih banyak menggunakan medium dua dimensi, semula ia mencoba memindahkan ingatannya pada kanvas. ”Tapi gagal,” katanya. Menurut dia, kanvas tampak genit dan palsu. ”Kanvas bukan media yang tepat untuk tema ini.” Agung pun bereksperimen. Ia memindah foto itu pada lembar plastik yang diperbesar dengan proyektor. Hasilnya, muncul garis lain di atas bidang transparan itu. Ketika diterawang pada lampu, ada bayangan membentuk garis baru.

Dengan las karbit ia memindahkan garis pada potret lama yang sudah usang itu ke batangan besi. Orang mengenalnya dengan istilah teralis. Tapi Agung lebih suka menyebutnya besi gambar. ”Dengan las karbit, besi lebih mudah dibentuk,” ujar Direktur Artistik Kedai Kebun Forum ini.

Agung terpesona oleh munculnya bayangan dan sifat transparan. Gambar besi membuat potret keluarga menjadi kenangan yang membias. ”Seakan dipotret kembali oleh cahaya, dipendarkan kembali menjadi rangkaian garis baru yang membuat gambar dari besi yang padat itu seolah merapuh oleh bayangannya sendiri,” ujarnya.

Dengan munculnya bayangan yang transparan, besi gambar membuat potret keluarga jadi kenangan yang membias. ”Dengan besi gambar ini saya berziarah pada masa lalu,” katanya.

Raihul Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus