TEPUK-TANGAN tak henti-hentinya, dan para penonton bangkit dari
kursi. Di Antwerpen, Belgia, pementasan Kapai-Kapai oleh grup
'Tie 3' dengan sutradara Tone Brulin sukses besar -- paling
tidak begitulah surat-surat kabar Belgia menulis. "Jasa Tone
Brulin ialah memberikan interpretasi Barat pada cerita dunia
Timur ini, tanpa merusak naskah itu sendiri," demikian Gazet van
Antwerpen menulis.
Tone Brulin, si orang Belgia, pernah lama di Malaysia sebagai
dosen tamu di Universitas Sains Malaysia di Penang. Dia membina
'Teater Sasaran' dari universitas tersebut -- yang dianggap
"teater nasional yang pantas mewakili Malaysia ke Pusat
Kebudayaan (TIM red.) di Jakarta," seperti ditulis koran itu.
Paling tidak, pementasan Teater Sasaran (Naga-naga, di Manakah
Engkau?) di Taman Ismail Manuki, September 1974 itu, harus
dibilang bagus (TEMPO 14 September 1974). Dan Brulin pun bertemu
Arifin.
"Saya tak tahu apakah Brulin kemudian menerjemahkan Kapai-Kapai
langsung dari aslinya, atau dari versi Inggeris terjemahan Harry
Aveling," kata Arifin. Tapi dalam grup Tie 3, ada Siti Fauziah
dari Penang. Arifin menduga Si Siti tenrunya banyak menolong.
Grup Tie 3 sendiri dibentuk September 1975. Kantornya di
Berchem, Belgia. Beberapa waktu lalu mereka juga diundang
Kementerian Kebudayaan Malaysia untuk merayakan Tahun Anakanak.
Mereka mementaskan drama dalam bahasa Melayu berjudul Tak
Kotak-kotak -- di sekolah-sekolah, di lapangan, dan di
kampung-kampung di banyak kota di Malaysia. Seluruhnya 40 kali.
Dalam pemanggungan Kapai-Kapai ini tak hanya penyutradaraan
mendapat pujian. Ketiga pemeran yang masih belia pun
(orang-orang sana) dipuji orang. Juga musik yang ditangani Siti
Fauziah. Menulis De Nieuwe Gazet "Siti telah menyulap berbagai
bunyi-bunyian yang bukannya keluar dari instrumen musik lengkap,
tapi keluar dari batang logam, panci masak, sikat pencuci ...."
Itu rupanya barang baru di sana.
Arifin tentu saja tak bisa memberi komentar. "Saya belum terima
terjemahan srulin -- dan juga honorarium yang dijanjikannya,"
katanya. Yang bisa dikomentarinya adalah terjemahan Harry
Aveling, rerbit 1974. "Ada beberapa istilah yang salah dipahami
Aveling. Misalnya "tidur sore-sore " diterjemahkan sleep in the
afternoon. Mestinya kan sleep early Lalu melodi kata-kara,
terutama pada bagian pertama drama saya itu, tak lagi terasa
dalam versi Inggerisnya. "
Kapai-Kapai konon ditulis Arifin "seperti kalau saya menulis
puisi." Drama ini diciptakannya 1968-1970. Waktu itu Pusal
Kesenian Taman Ismail Marzuki baru saja berdiri. Dan Arifin,
yang urban dari Yogya ke Jakarta, hidup bohemian. Saya
kadang-kadang tidur di Teater Tertutup TIM," tuturnya. Lalu,
ketika bekerja di harian Pelopor Bar, muncullah embrio
Kapai-Kapai Di kantor surat kabar tersebut ada seorang pesuruh
yang jarang bicara, hanya bergerak menurut yang diperintahkan
kepadanya. "Saya pikir alangkah bahagianya orang itu. Tak pernah
gelisah seperti saya."
Memahami Kultur
Ternyata, setelah mendapat kesempatan mengobrol dengannya, si
pesuruh mempunyai juga impian-impian seperti Arifin. Ketika
itulah terbetik dalam diri Arifin untuk menulis sebuah drama
yang tokohnya tak pernah berkembang. Suatu malam di Teater
Tertutup menjelang Arifin tidur, dorongan menulis ide "Tokoh tak
berkembang" itu mendesak. Dengan mesin tulis pinjaman Amak
Baldjun, rernyata drama itu cepat selesai. "Heran. soleh dikata
saya mengetik tanpa koreksian. Dan karena lancarnya, nama
tokoh-tokoh saya tangguhkan."
Mengapa Kapai-Kapai justru yang dipilih orang-orang luar negeri
itu? Paling tidak ada tiga tempat yang pernah mementaskannya Di
Australia, Belgia dan New York Universiry.
Mungkin karena Kapai-Kapai berkisah tentang orang kecil
Indonesia, lengkap dengan latar belakang kullurnya yang khas,
yang kemudian urban dan menjadi hanya satu robot dalam mesin
kemajuan modern -- dan sementara itu tetap digoda
impian-impiannya yang mustahil. Gazet van Antwerpen misalnya
bilang sandiwara ini, lewat Tone Brulin (yang di sana-sini telah
mem"Barat"kan lakon yang struktur maupun lambang-lambangnya
sangat Indonesia ini), "telah memberi kemungkinan penonton Barat
meresapi suatu kultur, yang secara normal hanya dapat kita
kagumi aspek-aspek ethisnya, namun selebihnya sebenarnya terlalu
asing untuk dapar kira mengerti." Jadi bolehlah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini