Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judul : X-Men: Days of Future Past
Sutradara: Bryan Singer
Skenario: Simon Kinberg, Jane Goldman, Matthew Vaughn
Pemain: Hugh Jackman, Patrick Stewart, Jennifer Lawrence, Ian McKellen, Halle Berry, Ellen Page, Peter Dinklage, Fang Bingbing, Omar Sy
Kisah superhero tak cukup diramu dengan formula standar: kejahatan yang mewabah, manusia berkekuatan super, musuh bebuyutan, dan pertempuran sang pahlawan melawan biang kejahatan.
Itulah yang ditawarkan Bryan Singer ketika kembali menggarap film terbaru para mutan superhero, X-Men: Days of Future Past. Tak hanya menguasai materi cerita dan beragam karakter di dalamnya, Singer dengan cerdas juga berhasil menyusun dan menjahitnya dalam satu rangkaian cerita yang utuh, dinamis, dengan selipan humor di antara momen-momen penuh ketegangan secara proporsional.
Hasilnya, penonton seperti diajak menikmati sebuah perjalanan selama lebih dari dua jam yang menyenangkan. Terutama karena Singer berhasil mengobati kerinduan para fan akan karakter-karakter mutan di seri sebelumnya. Menggunakan konsep perjalanan ke masa silam, X-Men: Days of Future Past membawa penonton mengenal lebih dalam karakter-karakter penting serial ini.
Ya, seperti yang tersirat pada judulnya, film ini memang menggunakan konsep perjalanan menembus waktu ke masa silam. Dikisahkan, pada 2023, para mutan semakin kepayahan melawan Sentinel yang semakin banyak dan buas. Demi menyelamatkan kaum mutan yang hampir punah, Professor X (Patrick Stewart), Magneto (Ian McKellen), bersama Storm (Halle Berry), dan anggota lainnya mengambil sebuah keputusan darurat. Memanfaatkan kemampuan Kitty Pryde alias Shadowcat (Ellen Page), mereka mengirim Logan alias Wolverine (Hugh Jackman) kembali ke tahun 1973 untuk mengubah sejarah.
Logan diminta mencari Charles Xavier (James McAvoy) dan Erik Lensherr (Michael Fassbender), yang tak lain adalah Professor X dan Magneto muda. Mutan bercakar adamantium itu harus meyakinkan mereka untuk bekerja sama menggagalkan rencana Mystique (Jennifer Lawrence) membunuh Trask (Peter Dinklage). Karena tindakan Mystique itulah yang memicu dikembangkannya Sentinel-mesin pembunuh para mutan. Tugas yang diemban Logan jelas bukan perkara mudah, mengingat saat itu kondisinya amat berbeda. Bahkan Charles dan Erik bermusuhan.
X-Men: Days of Future Past merupakan sekuel dari X-Men: First Class yang digarap sutradara Matthew Vaughn. Setelah trilogi X-Men (2000), X2 (2003), dan ditutup sutradara Brett Renner dengan X-Men: The Last Stand (2006) yang dihujani kritik tajam, 20th Century Fox memang mencoba membangun kembali dunia X-Men lewat kehadiran X-Men: First Class. Film yang digarap Matthew Vaughn itu ternyata lumayan sukses. Untuk mempertahankan ritme kesuksesannya, sempat dibuat The Wolverine pada 2013. Dan lewat Days of Future Past, Singer, yang sukses menyutradarai dua seri trilogi X-Men, kian berhasil mengobati kekecewaan para penggemar tim superhero keluaran Marvel itu.
Singer tampaknya berusaha seserius mungkin menggarap film X-Men terbarunya. Ia seakan ingin membalas "kesalahannya" gara-gara absen menyutradarai The Last Stand yang dinilai buruk itu. Konsep "mesin waktu" yang digunakan jelas memberinya banyak ruang untuk bereksplorasi. Di sisi lain, menyuguhkan cerita dalam konsep "mesin waktu" yang menyajikan dua setting waktu yang berbeda-masa lalu dan masa depan-para mutan secara bersamaan sebetulnya cukup rumit.
Untungnya, Singer mampu menjaga benang merah penghubung cerita di antara dua setting waktu yang berbeda itu. Singer juga mampu membagi porsi masing-masing karakter. Wolverine tak lagi mendominasi cerita. Ia harus berbagi layar dengan karakter-karakter lain. Memang, tak semuanya mendapat porsi besar. Tapi, bukan berarti asal lewat, sekadar pelengkap. Karakter Quicksilver, misalnya, meski sedikit, mampu mencuri perhatian penonton.
Tentu saja, sebagai sebuah film superhero, adegan aksi tak bisa dilupakan. Meski frekuensinya tak banyak, adegan itu cukup megah. Misalnya, adegan pertempuran antara kaum mutan dan Sentinel. Juga bagaimana Erik dengan kekuatannya memindahkan stadion sepak bola ke Gedung Putih. Dan, yang tak kalah penting, film ini juga mengajak penonton bernostalgia ke masa 1973, termasuk menikmati musik, tata busana, dan rambut pada tahun itu. NUNUY NURHAYATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo