Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Gladiator, Seperempat Abad Kemudian

Sutradara Ridley Scott menghadirkan kembali pertarungan maut para gladiator di koloseum Romawi Kuno. 

28 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Paul Mescal dalam film Gladiator II (2024). Paramount Pictures

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kisah 'Gladiator' dihidupkan kembali melalui 'Gladiator II'.

  • Sempat muncul ide dari sutradara dan produser untuk menghidupkan kembali tokoh Maximus.

  • Ridley Scott masih sulit keluar dari bayang-bayang film pertama.

DUA puluh empat tahun lalu, nama sutradara Ridley Scott melambung setelah melansir film epik kolosal Gladiator. Film yang dibintangi Russell Crowe itu menjadi film epik yang membuat banyak kritikus dan peneliti film yakin akan kembalinya film epik sejarah pada abad ke-20. Film berbiaya US$ 103 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun itu mencetak pendapatan empat kali lipat lebih, sebesar US$ 456 juta atau sekitar Rp 7,3 triliun, dan dianugerahi lima piala Oscar, termasuk kategori Film Terbaik dan Aktor Terbaik untuk Russell Crowe.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Scott menghidupkan kisah ksatria tangguh yang bertarung mempertaruhkan nyawa di arena bundar megah koloseum. Bukan cuma melawan pendekar berpedang dan tombak, para petarung bahkan juga harus melawan binatang buas, seperti harimau dan singa. Gladiator adalah kisah epik Maximus Meridius (Russell Crowe), jenderal Romawi yang terpuruk menjadi gladiator dan bangkit mengalahkan Kaisar Commodus, yang membuka jalan bagi terbangunnya Republik Romawi. Dalam sebuah duel di koloseum, Maximus berhasil membunuh Commodus, tapi dia kemudian juga tewas di arena itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada November 2024, Scott kembali datang dengan film epik kolosal Gladiator II, sekuel Gladiator yang sudah lama ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para penggemar Crowe dan film epik gladiator. Latar film ini terjadi di masa 16 tahun setelah kisah Maximus berakhir di abad ke-2.

Scott berfokus pada Lucius Verus (Paul Mescal), putra Lucilla (Connie Nielsen) dan Maximus, yang diungsikan ke Numidia, Afrika Utara, saat masih kecil karena kondisi politik Romawi yang tak aman. Lucius tumbuh dewasa sebagai Hanno. Ia menikah dengan Arishat (Yuval Gonen) dan hidup bahagia di Numidia.

Adegan film Gladiator II (2024). Paramount Pictures

Kehidupan Lucius yang tenang itu berubah ketika tentara Romawi menyerang Numidia. Scott memegang kendali penuh atas adegan perang ini, bagaimana bangsa Numidia melontarkan bola api dan anak panah ke kapal-kapal Romawi dan dibalas bola api dan anak panah Romawi yang menyasar benteng Numidia. Lucius dan Arishat juga angkat senjata, tapi Arishat tewas dibunuh oleh pemanah Romawi pimpinan Jenderal Acacius (Pedro Pascal), suami Lucilla.

"Vae victis," kata Acacius di hadapan warga Numidia. Yang kalah akan mengabdi pada pemenang.

Lucius sendiri ditangkap dan dikirim ke Roma sebegai budak. Dia bersumpah akan membalas dendam kepada Jenderal Acacius.

Di Roma, Lucius dijadikan gladiator oleh Macrinus (Denzel Washington), makelar gladiator yang manipulatif. Para gladiator diadu demi memuaskan hobi kaisar kembar Geta (Joseph Quin) dan Caracalla (Fred Hechinger). Kedua kaisar itu memimpin Romawi dengan brutal. Mereka tak memikirkan kesejahteraan rakyat. Pikiran mereka hanya dipenuhi pertumpahan darah para gladiator dan invasi ke negara lain.

Gladiator II sejatinya tidak terlalu terpaku pada cerita film pertamanya. Hanya kebesaran nama Maximus yang disinggung dalam film ini. Sementara pada film Gladiator kisah pertarungan lebih kental dengan nuansa balas dendam, pada film kedua ini tampak campuran antara motif balas dendam serta upaya menggulingkan Kekaisaran Romawi di bawah pimpinan Geta-Caracalla dan Macrinus yang licik.

Scott layak mendapatkan apresiasi karena membawa cerita pertempuran yang lebih riuh. Di bagian awal film, penonton disuguhi pertempuran sengit antara pasukan Romawi dan Numidia. Perang ini bukan sekadar ribuan orang adu pedang dan panah di sebuah lapangan besar, tapi juga lebih meriah. Romawi menyerang Numidia melalui pantai. Ratusan kapal mereka membombardir benteng pertahanan Numidia sebelum ribuan serdadu merangsek masuk ke kota.

Selain itu, Scott menaikkan tingkat pertempuran gladiator ke batas di luar nalar. Dia menyulap lantai pertarungan koloseum menjadi kolam raksasa yang dihuni hiu-hiu ganas. Gladiator bertarung di atas kapal dan yang jatuh ke air bakal dilahap hiu. Ada pula pertarungan gladiator melawan kawanan babun ganas hingga badak bercula yang menyeruduk siapa pun yang ada di depannya. Dengan dukungan efek visual komputer, Scott menyajikan pertarungan gladiator yang lebih beragam, berwarna, dan seru.

Selain menyuguhkan visual yang menawan, Scott berusaha mengembangkan cerita yang berbeda untuk menghindari pengulangan Gladiator, meskipun ia mengaku tak mudah keluar dari bayang-bayang film pertama. Bahkan ia sempat berpikir untuk menghidupkan lagi sosok Maximus. Ide itu muncul ketika Scott berjumpa dengan Russell Crowe dan membahas bagaimana caranya melanjutkan kisah Gladiator. Saat itu Scott punya ide untuk menghidupkan kembali Maximus ke dalam tubuh seorang prajurit dan ingin Crowe menjadi reinkarnasi Maximus. “Masalahnya, Russell, kamu harus memilih antara menjadi kembaran Maximus dan menjadi orang lain,” kata Scott mengisahkan pertemuannya dengan Crowe kepada Pittsburgh Post-Gazette.

Akhirnya, Scott memutuskan membuang jauh-jauh ide yang tidak masuk akal itu. Alih-alih memaksakan kembalinya Maximus, Scott memilih menampilkan spirit Maximus lewat Lucius yang terbuang dari Roma.

Paul Mescal dalam film Gladiator II (2024). Paramount Pictures

Sanjungan sangat layak diberikan kepada Pedro Pascal dan Denzel Washington yang menghidupkan karakter masing-masing. Pascal dapat menggambarkan Jenderal Acacius sebagai prajurit yang setia kepada bangsa Romawi, bukan kepada kaisar. Meski punya kekuatan dan kekuasaan besar, Acacius masih berpikir waras untuk memikirkan kesejahteraan rakyat. Aktor kelahiran Cile berusia 49 tahun itu memerankan Acacius yang tenang dan berwibawa. Sosok Acacius juga yang menjadi alasan Lucius untuk bisa berpikir logis serta tidak sekadar mementingkan emosi dan balas dendam.

Adapun Washington bisa dibilang menjadi bintang sesungguhnya dalam film ini. Aktor 69 tahun itu berhasil menggambarkan sosok penjahat yang elegan. Sebagai makelar gladiator ternama, ia punya akses ke kalangan eksekutif Kekaisaran Romawi, termasuk bertemu dengan kaisar kembar.


Gladiator II

Sutradara: Ridley Scott
Penulis skenario: David Scarpa
Pemain: Paul Mescal, Pedro Pascal, Denzel Washington, Connie Nielsen, Joseph Quinn, Fred Hechinger, Lior Raz, Derek Jacobi
Sinematografi: John Mathieson
Produksi: Scott Free Productions, Lucy Fisher/Douglas Wick Productions
Tanggal rilis: November 2024 (Amerika Serikat)


Washington memerankan Macrinus sebagai sosok yang licik dan culas. Namun perbuatan jahat dan manipulasi yang ia lakukan berjalan halus dan flamboyan. Macrinus juga menghapus kesan bangsawan yang kaku dan bertampang jahat. Justru wajah rapi dan ramah itu menyimpan sisi kejahatan yang lebih menakutkan.

Namun film ini juga menuai kritik. Film ini terlalu berat merujuk pada Gladiator, meskipun tak sampai mengulang belaka seperti kebanyakan film sekuel Hollywood. Upaya memperkenalkan tokoh baru lewat Paul Mescal tampaknya tak seberhasil Crowe.

Kritik juga datang dari John Mathieson, sinematografer yang berpengalaman lebih dari 20 tahun. Dia juga terlibat dalam pembuatan film Gladiator dan Gladiator II. Menurut dia, Scott terlalu malas dan terburu-buru dalam mengambil gambar dengan memasang terlalu banyak kamera di berbagai sudut. Sayangnya, strategi ini merepotkan kru. Ibarat kata, Scott seperti ingin menyelesaikan pengambilan gambar dalam satu kali percobaan. “Dari sisi sinematografi, ini tidak menguntungkan,” ujar Mathieson dalam siniar The Doc Fix.

Terlepas dari berbagai kritik, Gladiator II tetap sukses besar di bioskop. Hingga kini setidaknya film ini meraup lebih dari US$ 400 juta, dengan biaya pembuatannya menguras sekitar US$ 300 juta. Dari sisi kualitas, film ini mendapat penilaian yang cukup baik. Pada situs web IMDb film ini meraih nilai 6,810 dan 71% di Rotten Tomatoes.

Karena itulah Scott belum akan menyuntik mati cerita Gladiator. Dia bahkan sudah punya cerita lanjutannya. “Saya lebih suka melanjutkan Gladiator III. Saya sudah punya idenya,” tuturnya kepada The Hollywood Reporter.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus