Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
X-MEN ORIGINS: WOLVERINE
Pemain: Hugh Jackman, Liev Schreiber, Danny Huston, William Stryker
Sutradara: Gavin Hood
Produksi: Marvel Entertainment dan 20th Century Fox, 2009
BOCAH itu menggelegak dijerang amarah. Melihat ayahnya tersungkur ditikam belati, anak ingusan itu pun menumpahkan murka, mengoyak-ngoyak tubuh sang pembunuh. Pada detik itu, sebuah rahasia terkuak: tubuh mungil itu adalah manusia super. Sesosok mutan yang bisa membara jika terpantik dendam.
Jim Logan, kanak-kanak itu, pun tumbuh dewasa. Dengan kekuatan supernya, ia melanglang di berbagai medan tempur: Perang Dunia I, II, hingga Perang Vietnam. Bersama sekelompok prajurit, Logan (Hugh Jackman) akhirnya bergabung di bawah komando Jenderal William Stryker (Danny Huston).
Inilah X-Men Origins: Wolverine, film prequel serial X-Men yang sudah menangguk sukses di kalangan pencinta komik Marvel. Kali ini Marvel Entertainment dan Twentieth Century-Fox Film Corporation meluncurkan prequel—film pendahulu—yang menjelaskan asal-usul pahlawan super X-Men, kelompok mutan yang dibentuk oleh Profesor Xavier. Film ini merupakan kilas balik salah satu X-Men: Wolverine. Bagaimana asal-muasal kekuatan sang superhero, termasuk sisi-sisi humanis kehidupannya pada masa lalu.
Kekerasan demi kekerasan membuat Logan mengundurkan diri dari band of soldiers dan memilih hidup ”normal”. Ia menepi ke hutan dan bekerja sebagai penebang kayu dengan gaji pas-pasan. Logan hidup tenteram bersama kekasihnya, Kayla Silverfox (Lynn Collins), seorang guru cantik yang senang mendongeng sebelum bercinta.
Mungkin inilah hidup ideal yang diimpikan Logan. Semua serba damai dan ia tak perlu menyemburkan amarah—yang bisa meledakkan monster dalam dirinya. Sebaliknya, bagi Stryker, kepergian Logan adalah pengkhianatan. Namun ia tak berhasil membujuk sang jagoan untuk pulang kandang.
Ketika Victor Creed (Liev Schreiber)—sesama bekas anak buah Stryker yang kelak menjadi Sabretooth, salah satu mutan lawan X-Men—muncul dan menghabisi Kayla, kesumat Logan terbakar. Sisi beringas yang selama ini ia tutup rapat-rapat kembali meledak. Maka ia tak menampik tawaran Stryker yang berhasrat mengubahnya menjadi supermutan. Logan mendesis garang: ”Lakukan apa saja, asalkan saya bisa membalas dendam.”
Maka, atas nama amarah, ia dengan sukarela masuk kamar operasi dan menjadi obyek eksperimen Stryker. Logan siap bertransformasi menjadi supermutan yang sanggup memberantas semua mutan yang pernah ada. Namun, tatkala Stryker mencoba menghapus memori pasiennya, Logan tersadar dan kabur. Alih-alih berhimpun menggilas Victor, Logan dan Stryker malah makin jauh berseberangan.
Logan kini adalah Wolverine, sang mutan super. Dalam menjalankan misi menuntaskan dendam pada Victor, satu demi satu selubung misteri terkuak. Kian benderang siapa sekutu, siapa seteru. Setelah disuguhi kilas balik, penonton pun kembali diantar ke dunia X-Men—yang sudah lebih dulu dilayarlebarkan.
Kilas balik asal-muasal Wolverine ini juga membuka peluang bagi Hollywood untuk menciptakan film-film ”turunan” dari X-Men, yang berkisah tentang origin (asal-muasal) para tokoh. Kini Wolverine. Yang sudah direncanakan: asal-usul Magneto, pemimpin kelompok mutan yang menjadi lawan kubu X-Men dan para X-Men ketika masih muda. Kalau mau, masih sederet karakter siap untuk disuguhkan ke penggemar X-Men. Hal serupa juga sukses diterapkan di komiknya. X-Men menciptakan ”cabang-cabang” komik tentang karakter tokohnya, termasuk kilas balik kehidupan mereka.
Seperti komiknya, Wolverine versi bioskop ini juga berhasil mengawinkan karakter yang kuat, cerita yang mengalir (baik laga maupun drama), dan—khusus untuk film—penggunaan special effect. Semua dalam proporsi yang pas. Serial X-Men mungkin tak cukup ngepop seperti dua pendahulunya: Spider-Man dan Batman (terutama yang terakhir: The Dark Knight) yang sangat-sangat sukses secara komersial.
Namun, sutradara Gavin Hood tetap mampu menyuguhkan film yang menghibur. Bahkan penonton yang bukan penggila komiknya pun tetap bisa duduk tenang hingga film usai. Dan itu bukan sekadar menikmati Hugh Jackman yang kekar!
Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo