Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memasuki ruang pamer di Kedai Kebun, pengunjung serasa berada di alam komik. Sosok makhluk mungil ada di mana-mana. Di dinding, di atas meja, di rak, di atas speaker, di bantal, kaus, tempat tisu, papan seluncur, hingga penutup air mineral.
Wajah itu warna-warni. Ungu, kuning, merah. Bentuknya mengingatkan kita pada film animasi Jepang. Tapi ekspresinya macam-macam. Ada yang seperti merengut, masam, ada yang garang, ada yang mulutnya diplester, atau melongo. Di antara aneka figur itu, yang tampaknya kuat adalah sosok robot. Robot itu dibuat seukuran gelas sampai seukuran monitor komputer. Dan satu per satu diberi nama: B-Monkey, Nightmare Robot, dan lain-lain.
Itulah pameran bersama bertema Insert Character oleh sejumlah seniman muda Yogya yang tergabung dalam kelompok Kotak Pensil, bersama beberapa seniman lain: Santi Indieguerillas, Terra Bajraghosa, Farid Stevi, Bendung, Yudhi, Danan R.S.L.
Para seniman itu berkecimpung dalam dunia desain produk. Sehari-hari mereka akrab dengan barang produk untuk remaja dan anak kecil. Pameran ini memperlihatkan bagaimana dunia produk mereka begitu luas: robot-robotan, neon box, klip video, sepatu, tempat tisu, kaus, sampai tetikus. Menarik mengamati bagaimana mereka menyematkan inovasi seni rupa yang nyeleneh ke dalam desain produk itu.
Para perupa ini berangkat dengan kesadaran bahwa tanpa inovasi desain, dunia produk menjemukan. Dari perlengkapan untuk anak sekolah saja, misalnya, selama ini kita bisa mendapatkan tas, sampul buku, topi, tempat pensil gambar, tempat roti, cangkir, hingga rautan pensil—semua itu bisa ditempeli dengan desain gambar yang seragam.
Maka simaklah karya Terra Bajraghosa. Dosen Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia ini memilih obyek tempat pensil. Ia menggambar ilustrasi robot-robot—yang dalam istilahnya robot goblok—di tempat pensil. Karyanya unik. Terra agaknya jemu dengan gambar tokoh Walt Disney yang jamak menghiasi berbagai perlengkapan sekolah anak.
Santi Indieguerillas menampilkan karya berbeda. Dia membuat mainan anak-anak dengan bahan kertas. Kertas itu lebih dahulu digambari karakter-karakter. Lalu ia melipat-lipat kertas menjadi mainan anak. Kertas itu secara lucu ada yang menjadi sesosok wajah kotak, berkacamata dengan mulut tersumpal kotak floppy disk.
Sayangnya, karakter-karakter figur yang dibuat para seniman itu tak beda jauh dengan figur yang banyak diangkat para komikus Jepang atau tokoh imajiner Warner Bros. Figur tokoh khas Indonesia belum tampak di situ. Yang terjadi adalah ingin melawan budaya pop main stream tapi dengan menggunakan budaya pop main stream lain.
Dunia anak-anak agaknya kini memikat seniman Yogya. Di pameran lain bertema Bocor#2 yang digelar di Rumah Seni Cemeti, misalnya, bisa dilihat Anang Saptoto membuat sebuah patung gajah dari kayu yang bisa dinaiki anak-anak. Rupanya ia kangen dengan patung hewan yang besar. Dahulu, ketika Yogya ada Sekaten—atau saat dugderan di Semarang—banyak dijual patung hewan besar-besar dari tanah liat yang bisa dinaiki anak kecil.
Akan halnya seniman komik Bambang Toko Witjaksono mengajak 28 anak Sekolah Dasar Gondolayu bermain pasir. Anak-anak itu diajak menggambar lingkungan masing-masing yang paling kotor. Sehingga, anak-anak terangsang berpikir tentang lingkungan yang ideal.
Ketika pembukaan pameran, anak-anak itu dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing diberi bak pasir seluas satu meter persegi dan mainan bekas. Mereka diminta membuat kota idaman menurut bayangan mereka.
Perupa kini tak lagi mengambil jarak dengan dunia keseharian anak-anak. Robot-robotan, hewan-hewanan, kotak roti rumah-rumahan pasir dengan desain yang sinting, liar, lucu, atau lebih lugu pun bisa dipamerkan.
Lucia Idayani (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo