Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib
Terjemahan dari Saint and The Sultan, The Crusader, Islam, and Francis de Assisi Mission of Peace
Penulis: Paul Moses
Penerbit: Pustaka Alvabet, Desember 2013
Tebal: 4.011 halaman
Fransiskus berdiri di hadapan Sultan Mesir. Tujuh tahun ia menantikan peristiwa ini. Dan sekarang, pada musim panas 1219 di tengah Perang Salib yang telah menewaskan ribuan orang, di bawah terik matahari di tepian Sungai Nil, ia menyaksikan dan berkata-kata dengan sosok yang selama ini digambarkan sebagai monster kejam itu.
Di dalam tendanya, sang Sultan memandangi pasangan yang aneh itu: Fransiskus dari Assisi dan rekan seperjalanannya, Bruder Illuminatus, dua biarawan yang bertelanjang kaki dan berpakaian tunik cokelat kasar penuh tambalan—mengingatkan pada para sufi, kalangan yang sangat dihormati sang sultan. Perang Salib yang melelahkan telah berlangsung selama satu abad dan mereka membicarakan jalan damai buat mengakhiri semua itu.
Pasukan Kristen merebut Yerusalem dari pasukan muslim pada 1099, tapi mengalami pukulan telak ketika Salahuddin al-Ayyubi (Saladin) mengambil alih kota suci itu 88 tahun kemudian. Selanjutnya, paus demi paus mengirimkan misi militer yang gagal untuk merebut kembali kota itu. Dan kini, di tengah peperangan, di luar Kota Damietta yang nyaris jatuh dan sedang dikepung rapat pasukan Salib, sang sultan tampak jauh dari gambaran monster. Fransiskus dari Assisi dan Sultan Malik al-Kamil menemukan landasan bersama.
Buku Santo dan Sultan: Kisah Tersembunyi tentang Juru Damai Perang Salib tak cuma pintar melukiskan betapa hampir 800 tahun silam agama telah dipergunakan sebagai instrumen politik para penguasa. Penekanan pada faktor siapa ketimbang apa adalah tema sentral dalam buah tulisan Paul Moses, wartawan Newsday yang juga mengajar di City University of New York Graduate School of Journalism, ini dan cukup berhasil memberi latar belakang yang tepat tentang konflik-konflik antaragama selama ini.
Sebagai penganut Islam yang saleh, Sultan Malik al-Kamil sendiri lebih senang berunding ketimbang bertempur melawan musuh-musuhnya. Malik al-Kamil adalah putra Sultan Malik al-Adil, kemenakan Salahuddin al-Ayyubi, yang memiliki toleransi tinggi kepada minoritas Kristen di Mesir.
Moses tak menguraikan secara rinci pertemuan bersejarah sang santo dan sultan itu. Namun ilustrasi pembicaraan keduanya dapat memancing pembaca untuk berpikir lebih lanjut mengenai suasana beragama pada waktu itu. Dalam pertemuan itu, Fransiskus mengucapkan salam dan menyeru Sultan Malik al-Kamil memeluk agama Kristen. Tentu sultan tak berpindah agama. Namun seruan itu bermakna ganda: perang dapat diakhiri jika "musuh" meninggalkan iman lama seraya memeluk iman barunya atau ini hanya ditujukan Fransiskus untuk kalangan "sendiri". Maksudnya untuk meyakinkan Sri Paus dan para penyeru Perang Salib bahwa niat mengakhiri perang suci itu tak lain dari dakwah kepada dunia non-Kristen belaka.
Kendati spektakuler, pertemuan yang terjadi di luar Kota Damietta itu kemudian tak tercatat dengan baik dalam biografi Santo Fransiskus dari Assisi. Menurut Moses, biografi-biografi awal Fransiskus ditulis di bawah pengaruh para paus Abad Pertengahan yang berkuasa dan dengan mudah menerapkan sanksi ekskomunikasi kepada mereka yang menolak ikut perang. Dengan kepausan Abad Pertengahan yang berada di puncak kekuatan teokratisnya pada abad ke-13, para penulis biografi awal tak kuasa memaparkan keadaan sebenarnya bahwa Fransiskus tak seiring-sejalan dengan Perang Salib.
Kisah Fransiskus sebagai juru damai hampir-hampir dihilangkan dari halaman-halaman The Major Legend of Saint Francis karya Bonaventura, teolog besar Abad Pertengahan yang menjabat minister general ordo Fransiskan. Pada 1266, rapat umum ordo Fransiskan memutuskan menjadikan The Major Legend sebagai sejarah resmi Fransiskus seraya memusnahkan semua catatan versi sebelumnya. Dari sini mungkin kita dapat memberikan penghargaan kepada Paul Moses yang dengan ketekunan luar biasa telah memisahkan fakta dari fiksi sejarah, membedakan hagiografi dengan sejarah dalam catatan Abad Pertengahan mengenai Fransiskus dari Assisi.
Idrus F. Shahab
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo