Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Modelnya Itu, Lho

Pameran pekan desain di Hotel Indonesia, diselenggarakan oleh IADI (Ikatan Ahli Desain Indonesia), diikuti beberapa kelompok kerajinan rakyat, senirupa ITB, ASRI dan senirupa Unsakti Jakarta.

27 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MODEL atau rencana -- atau populer disebut disain -- untuk kerajinan rakyat, ternyata bisa berarti banyak. Misalnya yang terlihat di Cibaduyut, Bandung. Suatu saat para pengrajin sepatu di situ mendapat model dari luar negeri. Mengira model itu bisa ditiru dengan gampang, dibikinlah sepatu yang "sama". Hasilnya ternyata tak memuaskan. Pembuatannya makan waktu lama -- jadi harganya harus mahal. Kecuali itu kualitasnya pun tak bisa persis. Itu diceritakan oleh Widagdo, Ketua Ikatan Ahli Disain Indonesia (IADI) kepada TEMPO, sewaktu jam istirahat Seminar Pekan Disain I pekan lalu di Hotel Indonesia Sheraton -- Jakarta. Maka seorang anggota IADI yang kebetulan menemui kasus tersebut, tutur Widagdo pula, mencari sebab-musababnya -- dan ketemu. Ini disain sepatu tersebut ternyata diciptakan untuk produksi dengan mesin modern -- bukan "mesin" Cibaduyut. Jadi, sekarang, disarankan untuk tetap meniru bentuknya -- tapi hanya itu. Cara pengerjaannya sama sekali lain: dianyam. Dan konon sukses. Disain ternyata memang tak hanya berurusan dengan keindahan. Banyak aspek tersangkut di situ: kepraktisan, keawetan, kemungkinan produksi massal, kemurahan, misalnya. Hal-hal itulah yang digarap para disainer yang tergabung dalam IADI yang berpusat di Bandung itu. Mereka, selama ini, menciptakan disain berbagai barang kerajinan rakyat yang sudah ada -- atau mengembangkannya dengan mencari kemungkinan agar lebih bermutu. Pameran itu sendiri diikuti beberapa kelompok kerajinan rakyat, Senirupa ITB, Sekolh Tinggi Seni Rupa Indonesia "Asri" Senirura Universitas Trisakti Jakarta, dan tentu saja IADI sendiri. Berbagai hasil kerajinan seperti tas (dari kulit maupun bahan lain), sepatu, keranjang, tempat barang atau tempat ikan, kera mik, mebel rotan atau bambu, yang telah diwarnai pembaharuan disain, diperlihatkan. Atau Kampungan IADI sendiri, berdiri 1977 dan bekerjasama dengan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), sudah banyak melakukan riset ke berbagai daerah kerajinan rakyat. Tapi seberapa jauh tanggapan para pengrajin terhadap disain baru mereka itu, sebenarnya belum diketahui. Untuk itu "kami belum pernah riset," tutur Widagdo, dosen Interior Disain di ITB itu. "Tapi para pengrajin itu sendiri biasanya telah menyeleksi: yang kira-kira laku, ya dibikin. Yang tidak ya tidak." Para pengrajin memang lebih mementingkan laku tidaknya produksi daripada segi artistik, tentu saja. Tapi tentang manfaat sentuhan disain baru itu, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) punya data. Kerajinan rotan di Tegalwangi, Jawa Barat, misalnya, yang dibina IADI sejak tahun 70an, menunjukkan akumulasi modal yang makin meningkat. Tahun 1975, modal pengrajin kecil, sedang dan menengah di situ tercatat Rp 42 ribu, Rp 350 ribu dan Rp 1,6 juta. Empat tahun kemudian, setelah dengan intensif mereka diperkenalkan dengan disain kerajinan rotan yang dikembangkan, modal itu meningkat Rp 150 ribu, Rp 1,4 juta dan Rp 10 juta. "Padahal itu semua terjadi sementara manajemennya tetap seperti semula," kata Utomo Dananjaya, orang LP3ES. Dengan kata lain: memang ada pengaruh disain terhadap pasaran. Lagipula biasanya, dengan pengembangan disain, hasil kerajinan rakyat tak lagi dipandang remeh atau "kampungan." Tak lagi ada pandangan model 20 tahun yang lalu, seperti diceritakan Dr. Sudjoko dalam salah satu seminar kesenian. Menurut Sudjoko, juga dosen ITB, orang yang berumah bambu biasanya orang miskin. Karena itu lantas timbul anggapan bahwa barang-barang dari bambu remeh, murah. Padahal, coba saja disainnya diubah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus