Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Muhammad yang rendah hati

Semarang: toha putra, 1987 resensi oleh: syafiq basri.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEUTAMAAN KELUARGA RASULULLAH SAW Oleh: Abdullah bin Nuh Penerbit: CV Toha Putra, Semarang, 1987, 242 halaman ADAKAH pekerjaan yang diperintah kan Tuhan, lalu Ia juga mengerjakannya? Ada: selawat kepada Nabi Muhammad saw. Salat diperintahkan, tapi hanya untuk hamba-Nya. Juga zakat, haji, berjihad, dan masih banyak lagi. Semua hanya dilakukan makhluk, bukan oleh Sang Pencipta. Tapi beda dengan mengucapkan selawat, karena dikerjakan pula oleh Tuhan, para malaikat, dan segenap manusia beriman. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat berselawat kepada Nabi. Wahai orang beriman, bacalah selawat kepadanya dan berilah salam penghormatan baginya." Firman Allah pada surat Al-Ahzab ayat 56 itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan makhluk yang ciptakan nurnya pertama kali, sebelum Tuhan mnciptakan segala makhluk lain. Meski dimuliakan begitu, Nabi tak tinggi hati. Dalam kitab Samtu adz Dzirar (Untaian Mutiara), karya Al-Allamah Ali bin Muhammad Al-Habsyi, disebutkan bahwa lelaki bangsawan bertubuh tegap dan dada lebar itu, Muhammad, orangnya rendah hati, pemalu, adil, dan menyukai si miskin dan anak yatim. Buku ini bukan saja mengungkapkan kemuliaan Nabi, tapi juga keagungan keluarganya. Di dalamnya banyak mengutip tokoh Islam. Imam Bukhari, misalnya, mengetengahkan ucapan Khalifah Abubakar dalam kitab Shahih-nya. Abubakar, tulisnya, lebih mencintai kerabat Rasulullah saw. ketimbang kerabatnya sendiri. Sementara itu, Imam Hambali mengutip sebuah hadis marfu' tentang ucapan Nabi, "Barang siapa membenci keluargaku, ahlul bait-ku, ia adalah seorang munafik." Ibnu Taimiyah, ulama yang pikirannya jadi pegangan kaum Wahabi di Arab Saudi, menulis dalam Al-Washiyyatul-Kubra: keluarga Rasulullah saw. mempunyai beberapa hak yang wajib dipelihara sebaik-baiknya oleh pengikut beliau. Hak yang disinggung Taimiyah itu termasuk hak mereka untuk diikutkan dalam tiap ucapan doa selawat (seperti diajarkan Nabi). Adapun yang lain, seperti dijelaskan Imam Syafii, adalah hak untuk tak menerima sedekah ataupun zakat (karena keduanya mengandung arti harta kotor yang dibersihkan dari kocek orang mampu), dan menggantinya dengan hak untuk menerima khumus, eks rampasan perang. Lebih jauh, dalam kitabnya Al-'Aqidatul- Wasithiyyah, Taimiyah dengan tegas membenarkan sikap Ahlus-Sunnah terhadap ahlul-bait Rasulullah. Ibnu Taimiyah mengatakan, "Mereka mencintai ahlul-bait yang dipandang sebagai pemimpin, dan mereka jaga baik-baik hak-haknya, berdasarkan wasiat Rasulullah saw. yang diucapkan di Ghadir Khum" (halaman 37). Hadis yang diucapkan Nabi di Ghadir Khum itu dikutip pula oleh penulis buku ini, dengan merunut sanad dan banyak perawi berbagai mazhab. Isinya, "Kutinggalkan kepada kalian dua bekal, Kitabullah (Quran) dan Itrahku (keturunanku), ahlulbaitku." Memang, hadis yang agak asing di sini. Selama ini yang sering kita baca adalah hadis yang menyebutkan wasiat Nabi untuk berpegangan pada dua bekal: Quran dan sunahnya. Itulah sebabnya Abdullah menjelaskan, hadis itu diterima kebenarannya oleh berbagai mazhab Islam, namun belum banyk dikenal kaum muslimin. "Dan saya hanya bermaksud menyampaikan wasiat Nabi kepada kaum muslimin awam. Bukannya hendak mengundang polemik atau perdebatan," tulisnya. Buku ini sesungguhnya karya terakhir Abdullah, ulama terkenal yang meninggal pada 19 Oktober lalu di Bogor. Dalam usia 21, raden asal Cianjur ini memperdalaam ilmu agama di Universitas Darul Ulum, Mesir. Ia pecinta dan pengagum Imam Ghazali. Karena itu, ketika mendirikan lembaga pendidikan di Bogor, ia namai "Al-Ihya" (artinya: renovasi), mengutip salah satu buku Ghazali. Kemudian ia menerjemahkan karyanya yang lain, Minhaj al-Abidin atau Jalan Para Hamba. Meninggalkan 12 putra, bekas komandan batalyon Peta dan aktivis Barisan Keamanan Rakyat itu mewariskan banyak karya, misalnya Kamus Arab-Inggris-Indonesia, Ringkasan Sejarah Wali Songo dan naskah buku berbahasa Arab Ana Muslim Sunni Syafii (Saya muslim bermazhab Sunah dari aliran Syafii) yang belum diterbitkan. Keutamaan, sayangnya tak memuat catatan kaki serta indeks, hingga terkesan kurang serius. Kendati demikian, kitab ini menyimpan banyak pendapat ulama mengenai Nabi Muhammad, yang memang menarik untuk dibaca. Syafiq Basri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus