SENTRA itu bukan nama toko kaset atau disko. Lengkapnya Sentra Sumber Musik Dunia, alias SSMD, di Solo, Jawa Tengah, adalah semacam perpustakaan musik yang menyimpan piringan hitam, kaset lagu, majalah, dan buku-buku musik. Bukan saja lagu rakyat dari berbagai daerah, misalnya, tetapi juga dari berbagai negara. Sampai saat berfungsinya, pekan lalu, tersedia 400 piringan hitam dan 4.000 kaset. Berbagai jenis, ada klasik, rock, jazz, pop, dan terbanyak memang lagu rakyat. Koleksi ini datang dari 77 negara. "Tingkat dunia", memang. Pustaka musik yang pertama di lingkungan kita ini tak bisa dilepaskan dari kehadiran Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Solo. Idenya datang dari Almarhum S.D. Humardani alias Mas Gendon, ketika ia menjabat direktur akademi itu. Dirintis sejak 1976, dengan mengumpulkan sedikit-sedikit musik tradisional berbagai daerah. "Tujuan utamanya adalah memperkaya wawasan dan memancing kreativitas para mahasiswa ASKI," kata Santoso, S. Kar. (Sarjana Karawitan), pengelola. Gagasan lama itu tersendat biasa, soal dana. Ketika ASKI pada 1984 memperoleh bantuan dari Ford Foundation Rp 17 juta, nah - baru ide itu dihidupkan lagi. Di bangunan joglo yang punya ruangan 7 x 10 meter itu tersedia (hanya) tiga lemari untuk menyimpan PH dan enam untuk menyimpan kaset. Lalu ada meja dan bangku-bangku untuk mendengarkan musik, seperti di toko kaset yang besar. "Ini gedung sementara. Yang penting SSMD berfungsi dulu, nanti ada gedung khusus," kata Santoso lagi. Gedung sementara itu, misalnya, belum dilengkapi AC, salah satu syarat agar kaset awet bertahun-tahun. Siapa yang menyeleksi koleksi? ASKI mengerahkan 20 dosen dan asisten yang, selain membeli kaset, juga mengumpulkan informasi dan kemudian mengadakan rekaman. "Kami juga melibatkan ahli musik lain, seperti Frans Haryadi," kata Santoso. Dari Frans, SSMD banyak mendapatkan lagu Sunda. Ada pula etnomusikolog dari Amerika Serikat, dosen ASKI sejak 1984, yang membantu. Ia. Philip Yanpolky, adalah konsultan yang menyarankan kaset dan buku apa saja yang patut dibeli. Philip sendiri melakukan penelitian musik Jawa. Seberapa penuhkah mereka semua bekerja, tak begitu jelas. Gedung di kampus ASKI ini, di Kentingan, Jebres, boleh dimasuki siapa saja. "Kalau cuma mendengarkan musik, tak perlu membayar asal mendaftar," kata Santoso. Pengunjung hanya mengeluarkan uang kalau menghendaki kopi kaset. Di situ ada perekam merk Sony yang cukup canggih untuk keperluan itu. Berapa ongkos penggandaan? "Tergantung merk kaset. Yah, di bawah Rp 5.000." Juga ada mesin fotokopi untuk memperbanyak artikel atau partitur. Dan lima petugas yang melayani. Pesanan, untuk penggandaan, misalnya, bahkan dilakukan tanpa perlu datang ke Solo. Cukup lewat surat. Tentu saja, asalkan pemesan bisa merinci permintaan, termasuk ke jenis kaset apa lagu itu direkam. SSMD akan mengirim pesanan itu lewat pos. Lalu ada rencana para pengelola untuk mempopulerkan SSMD lewat radio-radio swasta. Kaset atau PH koleksinya diputar, kemudian penyiar diminta memberi komentar: "Yang berminat pada musik ini silakan datang ke Sentra Sumber Musik Dunia". Dalam angan-angan Santoso, nantinya SSMD ini akan didatangi bukan saja oleh peminat musik yang hanya sekadar ingin tahu musik dari berbagai negara, tetapi juga para peneliti musik yang serius. "Seperti para peneliti sastra memanfaatkan perpustakaan sastra milik H.B. Jassin itu," ujar Santoso. Putu Setia Laporan Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini