Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE TERMINAL
Sutradara: Steven Spielberg
Skenario: Sacha Gervasi dan Jeff Nathanson
Pemain: Tom Hanks, Catherine Zeta-Jones, Stanley Tucci
Produksi: Dreamworks Pictures
Sebuah dunia yang gaduh: orang-orang datang dan pergi, saling menyapa, mengecup pipi, mengecek waktu, tersihir oleh sign board raksasa yang mengatur jadwal kedatangan dan keberangkatan, yang berdampak pada jam biologis individu. Inilah kehidupan sebuah terminal pesawat. Dan dari titik perbatasan itulah Steven Spielberg memulai kisahnya.
Tersebutlah seorang lelaki mendarat di bandar udara New York. Dia tak paham apa yang diucapkan pejabat bandara di depannya. Ia baru saja tiba dari sebuah negeri yang jauh, sebuah negeri (fiktif) di Eropa Timur bernama Krakozhia. Tapi langkahnya tertahan, paspornya tak diakui imigrasi AS. Krakozhia dilanda kudeta, persis ketika ia di angkasa. Penguasa yang baru membekukan semua pemegang paspor Krakozhia di luar negeri. "Anda jatuh ke dalam celah hukum yang sangat jarang terjadi," ujar Frank Dixon, pejabat bandara, yang dimainkan dengan dingin oleh Stanley Tucci (bintang Road to Perdition).
Dan lelaki sederhana itu, Victor Navorski (Tom Hanks), dengan bahasa Inggris terbatas, hanya bisa menjawab dengan kalimat "simpan kembaliannya (keep the change)", sebuah frase simpel yang dihafalnya dari kamus. Dixon yang gemas tak bisa berbuat banyak. Ia tak bisa mengizinkan Navorski mengunjungi kota impiannya, tapi pada saat yang sama juga tak bisa menahannya. Navorski tak melakukan secuil kesalahan apa pun. Itulah "celah hukum yang sangat jarang terjadi" dalam dunia keimigrasian. Navorski, yang kini tak punya kewarganegaraan (stateless), hanya bisa diizinkan berada di sekitar terminal internasional. Terasing di tengah keramaian.
Dan Navorski cepat belajar bagaimana memperoleh uang, dengan mengembalikan troli-troli yang terserak di banyak lokasi ke tempatnyasebuah mesin elektronis yang mengeluarkan koin 25 sen untuk setiap troli. Standar makannya meningkat, dari hanya secuil biskuit menjadi sepotong Big Mac. Ia memperhatikan banyak hal, termasuk seorang pramugari, Amelia Warren (Catherine Zeta-Jones), yang selalu disambut kekasih gelapnya di bandara.
Tentu saja tak sulit bagi Spielberg untuk "memperkenalkan" Warren dengan Navorski. Si cantik terpeleset saat mengabaikan tanda "lantai basah" yang dipasang petugas kebersihan Gupta Rajan (Kumar Pallana, The Royal Tennenbaums), dan hup , Navorski berada di saat yang tepat untuk menolongnya.
Bahkan Gupta, yang awalnya bersikap paranoid atas kehadiran Navorski ("Aku tahu ia pasti agen FBI yang ditanam untuk memata-matai kita," ujarnya kepada petugas catering Enrique Cruz [Diego Luna, Y Tu Mama Tambien]), akhirnya malah menjadi satu dari tiga sahabat Navorski. Momen romantis pelan-pelan terbentuk antara Navorski dan Warren, dan kian mengkristal.
Untunglah, Spielberg tak menginginkan The Terminal menjadi sekadar komedi situasi seperti, katakanlah, Sleepless in Seattle. Dengan setting bandara begitu rincidalam ukuran sebenarnya!yang dibuat oleh production designer Alex McDowell, Spielberg seperti menguliti kekakuan sistem hukum imigrasi, bahkan di negeri "semaju" Amerika Serikat, yang lebih memudahkan kontrol bagi obat kambing yang sakit tapi sangat rewel bila menyangkut kemaslahatan hidup untuk manusia di luar AS.
Navorski akhirnya bisa keluar dari bandara, tapi tak pernah benar-benar menghirup udara New York. Ia hanya mengunjungi Hotel Ramada Inn, ah itu pun kurang tepat, ia hanya menyambangi sebuah jazz club di Ramada, tempat yang menjadi raison d'être mengapa ia bersedia diperlakukan tak manusiawi oleh mesin-mesin berseragam imigrasi di salah satu bandara terbesar di dunia itu. Navorski tak (pernah benar-benar) mampir di New York.
Entah sebuah kebetulan atau tidak, namun Navorski dalam kehidupan nyata itu bernama Nasseri, lengkapnya Merhan Karimi Nasseri, orang Iran yang hidup di lantai dasar Terminal 1 Bandara Charles de Gaulle, Prancis, sejak tahun 1988 sampai sekarang, alias sudah 16 tahun!
Namun, dalam rilis yang dikeluarkan oleh DreamWorks tak pernah disebutkan bahwa The Terminal terinspirasi oleh kisah Nasseri, selain bahwa ide film ini murni berasal dari ide produser eksekutif Andrew Niccol yang dikembangkan menjadi skenario oleh Sacha Gervasi.
Akmal Nasery Basral
Sebuah Bandara, Seorang Spielberg
SELAIN Tom Hanks sebagai Victor Navorski, "aktor" berikutnya yang patut disebut adalah bandara itu sendiri. Spielberg dari awal tahu ia tak mungkin melakukan syuting di sebuah bandara sungguhan dengan alasan keamanan. Solusinya, Alex McDowell (Production Designer) dan Janusz Kaminski (Director of Photography) diminta untuk membuat set sebuah terminal bandara yang lengkap, modern, fungsional, dan dalam ukuran sesungguhnya!
Sebuah hanggar raksasa di Palmdale, California, dirombak selama 20 pekan oleh tim McDowell yang terdiri dari 200 orang pekerja dan seniman. Bukan hanya penggunaan lempeng baja, kaca jendela, lantai granit, atau infrastruktur elektrik dan kabel-kabel fiber optik yang membuat set itu menarik, tetapi juga dengan empat eskalator yang sungguh-sungguh fungsionalinilah pertama kalinya sebuah set film menggunakan eskalator asli. Bandara rekaan Spielberg ini bahkan menggunakan papan informasi penerbangan dengan teknologi terbaru split-flapdisebut Wayfinding Systemyang baru digunakan oleh segelintir bandara internasional dunia, termasuk JFK di New York.
Produser Eksekutif Patricia Whitcher membuat "bandara" itu terlihat hidup dengan mengundang 35 outlet perusahaan multinasional, mulai dari Hugo Boss, Baskin Robbins, American Express, sampai Starbucks, dengan para karyawan (di film) yang sehari-harinya memang karyawan perusahaan bersangkutan. Tak mengherankan bila Catherine Zeta-Jones sampai terkejut ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di set itu. "Saya terkesima, bahkan baunya saja sudah benar-benar bau bandara." Tom Hanks tak kalah terperangah. "Ini enam kali lebih besar dari bayangan saya. Sulit memahami bagaimana mereka mengerjakannya." katanya.
Toh, McDowell dan Kaminski masih menunggu dengan cemas komentar yang bakal muncul dari Spielberg, yang terkenal rewel untuk urusan properti. "Ketika pertama kali datang, ia bilang, 'Saya suka ini, luar biasa, kalian bawakan untuk saya sebuah sinema'," tutur McDowell dengan bangga.
ANB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo