Di tepi sungai Nil, di tempat tinggalnya, ia tampak semakin bercahaya. Usia lanjut, beberapa kerut halus di permukaan wajahnya, justru membuat ia terlihat sebagai perempuan berkarisma. Nawal Saadawi, yang kini menginjak usia 71 tahun, masih terlihat gesit, tegas, dan cantik, dengan warna putih yang menyelimuti rambutnya. Bersama suaminya, Saadawi menghuni lantai 26 apartemen di Jalan Ma'had Nasr, Hadaiq Shubra, dekat Kouneish Nil itu. Saadawi sang penulis, peneliti, aktivis perempuan, dokter, dan juga psikolog, tetap berbicara melalui pena dan mulutnya.
Dilahirkan di Kafr Tahla, sebuah desa kecil di luar Kairo, ibu kota Mesir, pada 1931, Saadawi akrab dengan kehidupan penjara. Pada era Anwar Sadat dan awal kepemimpinan Husni Mubarak, dia pernah mengalami semuanya. Dia dipecat dari jabatan direktur jenderal di Kementerian Kesehatan dan Pemimpin Redaksi Jurnal Kesehatan pada 1972-1973. Di Mesir ia dicap murtad. Terakhir, karena wawancaranya dengan majalah Al-Maydan, Mufti Negara Mesir Prof. Dr. Farid Waseel mengeluarkan fatwa bahwa Saadawi kafir.
Pengadilan hisba pun digelar, dan penuntut meminta agar Nawal Saadawi beserta suaminya, Dr. Sherif Shahatah, harus dipisah (cerai) dan keluar dari bumi Mesir, persis sebagaimana yang terjadi dengan intelektual Dr. Nasr Abu Zaid beberapa tahun lalu. Tapi pada 30 Juli setahun silam, majelis hakim memutuskan bahwa tuntutan itu tidak terbukti. Ini adalah kekalahan telak yang mencoreng lembaga setingkat Darul Ifta', tempat Syekh Farid Waseel be-kerja. Berikut wawancara Zuhaid El Qudsy dari TEMPO dengan Dr. Nawal Saadawi, menyambut dipentaskannya Perempuan di Titik Nol di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki.
Bisakah Anda menceritakan dasar penulisan el-Mar'ah Inda Nuqtah el-Sifr (Perempuan di Titik Nol)?
Setelah dibebastugaskan dari Kementerian Kesehatan dan jabatan Pemimpin Redaksi Jurnal Kesehatan, praktis saya menganggur. Saya terus melakukan penelitian tentang neurosis (penyakit saraf) di kalangan wanita Mesir. Penelitian tersebut banyak saya lakukan di rumah sakit. Sampai suatu saat saya bertemu dengan Firdaus, yang memiliki perjalanan hidup yang luar biasa, yang akhirnya saya jadikan dasar novel ini.
Apa yang membuat Anda tertarik menuliskan kisah Firdaus tersebut?
Ketabahan Firdaus. Saya kagum kepadanya, bahkan pada saat-saat kritis, menghadapi hukuman gantung pun, ia menolak menandatangani surat permohonan grasi agar hukumannya dikurangi. Masih tergambar jelas gurat wajahnya yang begitu muak ketika disodorkan kepadanya surat thalab (permohonan tersebut). Ia lebih suka mempertahankan keyakinan ketimbang memohon pengurangan hukuman. Ia benar-benar wanita yang teguh (pada 1974 Firdaus dihukum mati).
Gaya bahasa Anda emosional saat mengisahkan Firdaus. Kritikus melihat itu karena Anda sakit hati dipecat dari Kementerian Kesehatan….
(Tersenyum) Sama sekali tuduhan tersebut tidak benar. Cerita saya berdasarkan perjalanan hidup Firdaus, yang saya temui di Penjara Qanathir. Bagaimana mungkin karya saya itu adalah cerminan rasa sakit hati saya?
Apakah Anda seorang pembenci laki-laki?
Bukan, saya bukan pembenci laki-laki, akan tetapi saya membenci sejarah dan otoritas laki laki yang banyak menyengsarakan dan membuat wanita menderita.
Jika Anda bukan pembenci laki-laki, mengapa mulai bapak Firdaus, pamannya yang lulusan Al-Azhar, hingga pangeran, semua Anda lukiskan jahat....
Saya tidak mengatakan laki-laki sumber malapetaka. Penggunaan kekuatan, otoritas oleh laki-laki yang berlebihan, itulah yang saya perangi. Pengabdian total terhadap ayah, suami, tuan, ataupun germo itu saya sering memperlihatkan bagaimana hak-hak wanita yang direndahkan. Bagaimana mungkin saya sebagai wanita tidak merasa marah?
Jika membaca buku-buku Anda, apakah salah jika seorang kritikus seperti George Tarabishi mengatakan bahwa semua karya yang Anda hasilkan merupakan cerminan dari kehidupan pribadi Anda, termasuk Perempuan di Titik Nol.
Itu salah, pandangan George Tarabishi keliru dan menyesatkan. Memang benar ada novel yang saya buat berdasarkan pengalaman yang saya alami, seperti Memoar Seorang Dokter Wanita. Kesalahan George Tarabishi tak lain karena ia penganut paham dualisme Freudian, antara konsep keperempuanan dan kelaki-lakian. Tarabishi juga buta tentang aliran politik yang berkembang di dunia Arab, yang justru telah melahirkan sejumlah revolusi palsu: meneriakkan slogan keadilan dan sosialisme padahal membunuh pencari keadilan sejati. Dari dulu sudah saya sarankan pada Tarabishi agar tidak melihat karya saya dari analisis psikoanalisis, tapi juga dari segi sosial dan politik.
Firdaus, sang pelacur, dihukum mati atas perbuatannya membunuh sang germo.
Firdaus adalah syahidah. Ia pejuang hingga titik darah penghabisan. Ia menentang pemerintah, presiden, keseluruhan sistem, dan mengganti kesemuanya itu dengan kematian. Namun justru kematian itulah yang membuatnya lebih hidup daripada jika ia memilih hidup tapi atas belas kasihan pemerintah.
Apakah arti harapan bagi orang seperti Firdaus?
Bagi Firdaus, jalan yang ada telah ditutup rapat. Yang bisa dia lakukan adalah mempertahankan prinsip-prinsipnya. Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa orang mau berkorban demikian. Contohnya bapak ini (seraya menunjuk Sheriff Shahatah, suaminya), mengapa capek-capek menghabiskan waktu selama 13 tahun dalam kurungan penjara? Di mana letak harapannya kalau begitu? Letak harapannya adalah keinginan dan kemauan kuat mempertahankan apa yang diyakininya.
Bagaimana kini harapan Harakah Tahrir el-Mar'ah (Gerakan Pembebasan Wanita)?
Upaya pembebasan wanita harus melewati proses. Revolusi tidak akan dapat dilaksanakan dalam satu atau dua tahun. Generasi yang akan datang haruslah memiliki masa depan yang lebih baik daripada generasi saya. Ketika saya menulis, saya harus melewati batu karang yang terjal, membuka hutan untuk dijadikan jalan. Untuk menjadikan generasi Anda, atau anak saya, mempunyai jalur yang bisa ia ikuti.
Novel Anda ini mendapat kecaman dari banyak pihak di Mesir.
Bukan sekadar ancaman, dari dulu hingga sekarang ini saya dituduh macam-macam, buku saya dilarang beredar, tulisan saya diedit seenaknya, apa yang sesuai dengan merekalah yang ditampilkan. Bagaimana ini bisa ter-jadi? Bukankah agama sendiri mengedepankan kebebasan? Saya kira ayat tentang kebebasan sendiri Anda pasti sudah hafal, iya bukan?
Itukah sebabnya Anda menyerang para syekh pemegang otoritas?
Siapa pun, bukan hanya para syekh atau mereka yang memanfaatkan posisinya untuk kepentingan sesaat, lebih-lebih berkenaan dengan kebebasan dan independensi wanita, akan saya tentang.
Beberapa waktu lalu, Anda dituduh telah keluar dari Islam (kafir) oleh Mufti Negara Mesir, Dr. Farid Waseel, berdasarkan wawancara Anda dengan majalah Al-Maydan.
Majalah Al-Maydan melakukan wawancara, namun banyak komentar saya yang dipelintir. Saya dianggap telah melanggar Islam. Bagaimana mungkin? Saya dibesarkan dalam keluarga yang berpegang erat pada Islam. Bapak saya adalah seorang yang memperoleh syahadah (ijazah) pendidikan tinggi (doktor) dari ketiga yayasan pendidikan agama dan ilmiah di Kairo, yaitu al-Azhar el-Syarif, el-Qadha el-Syar'I, dan Darul 'Ulum (Universitas Kairo).
Anda memandang bahwa jilbab dan cadar tidak ada sangkut-pautnya dengan Islam, akan tetapi merupakan refleksi peribadatan agama Masehi dan Yahudi?
Pernyataan saya ini sudah lama, dan bukan baru-baru ini saja. Sebenarnya jilbab itu sudah ada sebelum adanya agama Islam, sebelum agama Nasrani dan sebelum agama Yahudi. Ingat, sebelum ketiga agama samawi tersebut! Jilbab ataupun cadar datang bersamaan dengan perkembangan masyarakat perbudakan dan timbulnya patriarki, yaitu poligami bagi laki, dan monogami bagi wanita.
Kasus Anda ini bisa dikatakan hampir sama dengan yang dialami Nasr Abu Zaid, yang mau tak mau harus berpisah dengan istrinya. Tapi dalam kasus ini Anda bisa menang di pengadilan?
Mengapa saya menang, ada tiga alasan. Pertama, tuduhan kemurtadan ditolak jaksa penuntut umum. Kedua, jaksa penuntut umum sendiri telah mengirimkan memo kepada pengadilan, meminta supaya kasus dibatalkan. Ketiga, kasus tidak mengikuti prosedur yang legal, yakni bahwa menurut hukum Nomor 3 Tahun 1996, semua kasus hisba harus disimpan melalui jaksa penuntut umum. Saya sendiri menolak tuduhan yang dialamatkan kepada saya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini