Unyit, adik perempuan Unyil yang berumur empat tahun, adalah penggemar penyanyi cilik Tasya (ia memasang poster bintang cilik ini di dinding kamarnya). Unyit bahkan bermimpi ketemu Tasya.
Inilah sepotong kisah episode per-tama serial film boneka Si Unyil versi baru. Tokoh film boneka Si Unyil yang pernah populer pada tahun 1970-an lewat tayangan TVRI itu kini ditayangkan di stasiun RCTI dengan penampilan lebih funky. Ia tak lagi tinggal di Desa Suka Maju melainkan di kawasan suburban, lengkap dengan perumahan BTN, komputer, dan videogame. Sang ayah kini berdasi, mengendarai mobil, dan bekerja sebagai staf sebuah rumah sakit swasta. Keluarga itu kini memiliki mobil, jenisnya Kijang Komando.
Pendeknya, Unyil kini muncul tanpa kopiah dan sarung melintang. Setiap Minggu mulai pekan lalu, ia kembali menyambangi anak-anak. ”Neo-Unyil” ini mencoba menangkap perubahan nilai keindonesiaan pada zaman modern di kota besar dalam format komedi situasi. Tapi, dalam realitas bisnis acara televisi, ia akan bertarung dengan Doraemon dan Crayon Sinchan bikinan Jepang, yang diputar sesi sebelumnya. Maka, kembalinya Unyil di layar kaca menjadi penting saat ini ketika anak-anak melulu disuguhi tayangan film asing yang miskin muatan pendidikan.
Agaknya inilah yang mendorong Perusahaan Produksi Film Nasional (PPFN) memproduksi Si Unyil versi baru. ”Kami ingin mengimbangi tayangan hiburan anak-anak impor,” kata Eddi Noor, Direktur Utama PPFN. Untuk itu, PPFN menggandeng PT Lowe Indonesia selaku konsultan kreatif dan PT Mitra Citravideo Utama, yang menggarap produksi. Maka, lahirlah sosok Unyil yang lebih ekspresif, berwatak pemberani, kreatif, dan mudah berteman. Boneka si Unyil, yang dulu masih ”kuno” dengan kepala terbuat dari tanah lempung berlapis kertas dan dicat, kini dibuat lebih lebih kompleks dengan lapisan karet tipis yang dihias dengan make-up. Masih belum cukup, tim kreatif mem-buat mulut dan mata boneka itu mampu bergerak secara elektronik sehingga boneka terasa lebih hidup saat berlangsung dialog. Penampilan Unyil pun dipermak. Sosok anak berusia sepuluh tahun siswa kelas empat SD ini dilepaskan dari kopiah dan sarung, yang menjadi ciri khas Unyil selama ini. Gantinya, Unyil tampak lebih perlente dengan badan dibalut kaus oblong dan diselimuti kemeja tak dikancingkan, bak gaya ABG di kota. Tapi sayang, mata dan mulut yang bisa bergerak itu belum tergarap. ”Bonekanya terlihat seperti monster kecil, dan mutu artistiknya rendah,” ujar Drs. Soejadi, pengisi suara tokoh Pak Raden versi lama. Apalagi setting suburban ternyata masih mirip latar desa pada Si Unyil versi lama.
Karena itu, jangan tega-tega membandingkan Si Unyil versi baru dengan film boneka Muppet Show. Film boneka karya Jim Henson yang melambungkan sosok Kermit si kodok hijau yang cerewet dan Miss Piggy yang galak tapi genit ini didukung dengan teknologi boneka yang sangat kompleks sehingga setiap organ tubuh boneka sangat plastis dan bisa digerakkan. Selain itu, menurut pe-ngamat televisi Veven S. Wardhana, cerita Muppet Show lebih beragam dengan eksplorasi karakter yang habis-habisan. Serial yang sudah ditayangkan di 100 negara ini menampilkan 121 pesohor, dari bintang cantik Brooke Shields hingga mantan bintang 007 Roger Moore.
Trik ini pula yang ditiru Si Unyil versi baru. Dalam beberapa episode, Si Unyil akan menampilkan sejumlah bintang tamu, semisal penyanyi cilik Tasya tersebut. Tim kreatif menyulap Tasya menjadi seukuran boneka dengan teknik layar biru sehingga seolah Tasya, yang berperan sebagai juri lomba menyanyi, berada di tengah kerumunan boneka. Bobot hiburan memang menjadi lebih dominan. ”Si Unyil adalah program hiburan anak, titik,” Eddi Noor menandaskan. Tapi, tak berarti Si Unyil versi baru juga tidak ingin mendidik, meski mereka tak ingin membebaninya dengan jargon politik pemerintah sebagaimana pada Si Unyil masa lampau. Bahwa kini Unyil tampil tanpa beban propaganda, hal itu tentu layak dipuji.
Inilah Si Unyil versi reformasi. Tapi, menurut Veven, film boneka versi reformasi ini agak kebablasan. Si Unyil versi lama, yang sarat dengan pesan pemerintah, ternyata lebih membumi, dekat dengan kebudayaan Sunda. Sebaliknya, Si Unyil versi baru menghilangkan warna lokal sehingga mengesankan Unyil sekarang berasal dari negeri antah-berantah. Kritik sejenis juga datang dari Drs. Soejadi, yang membuatnya me-nolak mengisi suara Pak Raden untuk Si Unyil versi baru. ”Si Unyil sekarang anak modern, bukan lagi anak desa,” ujar Soejadi. Dengan semangat penyeragaman, Mbok Bariah yang berasal dari Madura pun tak lagi berbicara dalam dialek Madura yang kental. Toh, menurut Veven, asalkan jalan cerita Si Unyil versi baru dekat dengan anak-anak, tentu akan mendapat perhatian anak-anak. ”Maunya (Si Unyil) seperti Mickey Mouse, yang digemari segala umur dan lapisan,” ujar Teguh Juwarno, Manajer Humas RCTI.
R. Fadjri, Gita W. Laksmini, Dewi R.C. (Jakarta), Muppet Home Page
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini