Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Orang Indonesia Harus Diberi Film Realis

23 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siapa sutradara Indonesia yang paling ”ditakuti” pemain? Jawabnya pasti Rudi Soedjarwo. Bukan karena tubuhnya yang menjulang tinggi dan bukan pula lantaran dia anak mantan Kapolri Anton Soedjarwo, melainkan karena bermain di bawah arahan Rudi, 34 tahun, memang harus punya sembilan nyawa, alias dia galak banget. ”Dia hanya akan mengambil empat kali take, tetapi sebelumnya latihan habis-habisan sampai dia puas dengan penampilan kita,” demikian tutur Fauzi Baadila, salah satu pemain yang paling sering dipakai Rudi dalam film-filmnya dan paling kenyang diomeli.

Tapi, setelah melihat hasilnya, bukan cuma pemain, penonton pun akan mengakui Rudi adalah sutradara yang selalu berhasil menggosok pemainnya hingga berkilat. Dia juga dianggap sutradara ”penemu”, yaitu orang yang pertama kali menemukan bakat-bakat besar yang namanya kemudian menjulang, antara lain Dian Sastrowardoyo, Tora Sudiro, Fauzi Baadila.

Film 9 Naga adalah obsesi Rudi sejak dulu dan baru terwujud. Awal tahun 2006 ini, akhirnya, setelah darah, keringat, dan air mata (soal ribut-ribut poster, soal dana, ini-itu), toh Rudi membuktikan dia bukan hanya sutradara yang rajin menggosok pemain. Dia sutradara yang serius, yang peduli akan hasil yang cemerlang. Berikut petikan wawancara Evieta Fadjar dari Tempo dengan Rudi, tentang rencananya membuat sekuel film 9 Naga berjudul Lencana.

Reaksi penonton rata-rata baik, tapi kenapa ritme film ini harus lambat?

Ini sebuah pilihan. Tiga tahun terakhir, film Indonesia memiliki tempo yang sama. Saya ingin berbeda. Ibarat lagu, ada musik rock atau slow. Misi saya adalah memperkaya referensi penonton. Nantinya, apakah tempo film lambat atau cepat, tak menjadi masalah. Intinya pada seluruh cerita.

Anda tidak terinspirasi oleh aliran film tertentu?

Tidak. Saya penonton film Hollywood dan film Korea. Saya menyukai film realis, bukan surealis. Orang Indonesia sebaiknya diberi cerita realis, penuh kenyataan.

Mengapa sih judulnya 9 Naga, yang hanya menyentuh sedikit tokohnya yang suka komik 9 Naga? Apa hubungan 9 Naga dengan tiga tokoh utamanya?

Semula saya mau memberi judul Naga saja, yaitu simbol kekuatan dan kekuasaan. Angka 9 itu angka jumlah naga terakhir di dunia. Bila Marwan tidak dibutakan kekuasaan, temannya tidak mati dan ia bisa melihat anaknya dewasa. Ia selalu berpikir, hanya uang yang mampu membereskan semua. Padahal ada penyeimbang dalam hidupnya, yaitu Ajeng. Kekuatan sesungguhnya adalah siapa di samping dan di belakangmu. Itu lebih penting. (tertawa)

Jadi, lelaki sukses diukur dari siapa pendampingnya?

Saya setuju banget. Kami kaum lelaki sering lupa, selalu bilang ini kerja keras kami.

Anda mulai sadar ini jadi kekuatan?

Film Indonesia kehilangan sense of balancing. Bila ada lelaki, kita harus menghadirkan wanita. Bila tidak, isinya cuma dua anak jatuh cinta melulu, dan keluarga tidak ditonjolkan. Masyarakat butuh keseimbangan. Saya senang sekali dapat e-mail ada suami yang jadi lebih sayang istri setelah nonton 9 Naga. Alhamdulillah, kami membuat orang lebih baik.

Kalau kita membaca koran atau nonton TV, sering ada berita polisi menunggangi demonstran. Padahal ada polisi yang melindungi demonstran. Mana sense of balancing-nya?

Mengapa Anda mengabaikan aksi-reaksi dalam cerita? Ada serangkaian pembunuhan, tapi tak mengundang reaksi polisi, masyarakat, atau media?

Ini pilihan lagi. Saya hanya memiliki durasi dua jam. Mendingan (menampilkan) yang penting saja. Kalau sebatas detail, bukan alasan kuat menghadirkan adegan. Makanya, akan ada logi (lanjutan) film ini. Masih soal manusia terbaik. Nanti ada angle yang difokuskan soal manusia terbaik adalah seorang polisi atau soal petinju dan keluarga.

Katanya mau mengajak aktor Cina, Tony Leung, untuk film sekuel 9 Naga, Lencana?

Sedang penjajakan. Dari isi cerita, saya yakin dia suka. Kenapa saya mau mendekati dia, karena dia terbuka pada eksplorasi baru. Sebagai orang Hong Kong dengan perspektif di Indonesia, dia tidak memikirkan apakah dana film ini besar atau tidak. Saya sudah mengirim sinopsisnya, skenario penuh satu draf. Dia oke. Kami harus hati-hati, jangan malu-maluin, ha-ha-ha. Mungkin, setelah dia melihat naskah asli, ini akan jadi prioritasnya.

Film berikutnya kabarnya tentang dunia tinju?

Ya, seputar olahraga, berjudul Hitungan Kesepuluh. Ini logi berikut. Seorang anak bisa menjadi manusia terbaik. Anak nomor dua, karena saya anak nomor dua, ha-ha-ha. Ini film keluarga dengan tempo cepat. Tagline-nya ”Bila Hidup adalah Perjuangan, Medan yang Terberat adalah Keluarga”.

Kenapa film Anda selalu menunjukkan sosok kelelakian, macho, jantan, kecuali film Ada Apa dengan Cinta? dan Tentang Dia?

Saya seorang lelaki. Semakin dewasa, saya semakin paham kekurangan lelaki.

Siapa sutradara yang Anda kagumi?

Di Indonesia, almarhum Arifin C. Noor. Aku suka film Pengkhianatan G30S-PKI. Itu terbaik. Ya, kendati dihujat-hujat orang. Sama seperti film The Godfather karya Coppola. Tiap tahun aku nonton filmnya Arifin dan rasanya tidak pernah ketinggalan zaman dan selalu tetap bagus. Karakternya realistis, pengambilan adegan dan pemainnya-pemainnya bagus. Itu tidak aku temukan pada sutradara lain, bahkan Teguh Karya sekalipun. Film dunia yang berpengaruh buat saya adalah The Godfather. Saya ingin sekali membuat film seperti itu, di mana tahun ke tahun penonton makin tambah. Film itu tak pernah habis.

Kini film Indonesia mulai banyak diproduksi, tapi minat penonton turun dibanding ketika meledaknya film Ada Apa dengan Cinta?. Kenapa?

Tidak ada gaya menciptakan market baru. Orang menganggap membuat film pasti untung. Pada 2005 terbukti, membuat film itu tidak untung. Yang diproduksi selalu film cinta-cintaan memble.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus