Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Panduan Menulis Kolom di Media

Cara Mahbub Djunaidi menulis kolom di media layak dipelajari. Agar opini tak sekadar menambah pengetahuan, tapi juga menghibur.

12 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
HUMOR JURNALISTIK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi mereka yang coba-coba menulis kolom untuk media, sebaiknya membaca buku ini. Bagi pemula yang artikelnya selalu ditolak penjaga kolom di media, ada baiknya mempelajari kolom-kolom di buku ini. Bagi mereka yang artikelnya bolak-balik dimuat media, tak ada salahnya membaca kembali buku ini agar artikel opini lebih lentur dan menghibur.

Menghibur adalah unsur pokok dalam artikel-artikel di media massa. Maka slogan majalah Tempo adalah “Enak Dibaca dan Perlu”. Tiap artikel pertama-tama harus enak dibaca. Adapun informasinya tergantung kebutuhan dan tingkat pengetahuan pembaca. Mereka akan merasa mendapat manfaat ketika membaca sebuah tulisan yang enak dibaca kendati tak memerlukan informasinya.

Sebuah artikel bisa jadi banyak menyimpan informasi, tapi informasi itu sulit dicerna karena penulis menyajikannya secara mendakik-dakik, tak enak dibaca. Sebagai pengasuh kolom di majalah ini, setiap hari saya membaca kiriman artikel semacam itu. Informasi dalam artikel tersebut penting, tapi penyampaiannya amburadul.

Mahbub Djunaidi, wartawan dan politikus sejak era Orde Lama, layak menjadi contoh bagaimana menulis kolom yang menghibur untuk media. Meski kolom-kolom yang dikumpulkan dalam Humor Jurnalistik ini berasal dari masa 1960-1980 yang diterbitkan ulang dari edisi 1986, ia tetap segar dibaca karena unsur hiburan tak lekang oleh waktu. Judul sampulnya memang kurang pas karena kolom-kolom di sini tak berisi usaha-usaha Mahbub melucu dalam tulisan.

Humor itu adalah cara Mahbub melihat segala problem yang menjadi tema artikelnya. Aktivis Nahdlatul Ulama yang meninggal pada 1995 ini selalu melihat hal-hal rumit dengan kacamata tak biasa. Karena itu, menjadi nyeleneh. Karena itu, mungkin jadi terlihat lucu. Dan karena itu pula kritik-kritik Mahbub tak terasa menohok kendati ia tak segan-segan menuding nama-nama tertentu.

Setidaknya ada empat hal yang bisa kita pelajari dari cara Mahbub menulis kolom.

Tokoh dan Masalah. Mahbub memakai tokoh sebagai simbol dari problem yang ia bahas. Dengan problem yang berwajah itu, masalah menjadi dekat dengan kita sehingga saran-saran penyelesaiannya pun mudah dipahami. Kita bisa setuju atau menolak pendapatnya, tapi Mahbub menopang saran-saran itu dengan argumen yang masuk akal. Tokohnya bermacam-macam. Ada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, menteri, penulis, presiden, direktur badan usaha milik negara.

Argumen. Artikel opini digerakkan oleh pendapat penulisnya terhadap problem-problem yang ia bahas. Roda pendapat itu adalah argumen. Kita mengikuti jalan pikiran dan menyerap pengetahuan serta pengalaman Mahbub yang luas dari argumen-argumen yang ia bangun dalam semua tulisan. Saya tertarik membaca Mahbub tidak hanya karena ingin menikmati tulisannya, tapi juga lantaran ingin mengetahui argumennya yang unik terhadap sebuah masalah.

Cerita. Pokok utama sebuah artikel. Sebuah penelitian dari University of Pennsylvania pada 2006 menemukan orang yang membaca pengumuman Yayasan Save the Children melalui cerita menyumbangkan uang lebih banyak daripada mereka yang mendapat iklan melalui gambar dan infografis. Cerita rupanya lebih menggugah ketimbang data meski data itu disajikan dalam gambar ataupun grafis yang menarik. Mahbub Djunaidi memakai unsur cerita (tokoh, alur, konflik, penyelesaian) dalam kolom-kolomnya. Cara ini juga dipakai Steve Jobs dalam ceramah-ceramahnya yang memikat ketika mengenalkan produk baru Apple. Ia memulainya dengan problem yang dihadapi para konsumen. Di akhir presentasi, masalah itu terjawab oleh produk Apple yang ia luncurkan.

Bahasa dan Metafora. Mahbub punya pengucapan yang khas dan lentur. Ia, misalnya, menyebut orang yang bengong dengan “terlongo-longo” atau keributan dengan “bercerecet”. Diksi-diksi tak biasa itu menjadi unik dan tetap sublim dalam cerita, apalagi Mahbub mengemasnya dengan metafora yang terserak dari situasi sehari-hari. “Keringatnya menyembul seperti embun di dahinya.”

Dalam teknik menulis dikenal istilah feature. Ini sebetulnya strategi penulis mengawetkan informasi dengan membungkusnya dalam cerita. Feature menghindarkan pembaca dari kebosanan. Sebab, pada dasarnya, menulis itu untuk memberi tahu yang belum tahu, bukan menggurui bagi yang sudah tahu. Kolom adalah feature yang diberi bobot opini dan perspektif.

HUMOR JURNALISTIK

Penulis :  Mahbub Djunaidi

Penerbit : Ircisod Yogyakarta

Edisi :  Oktober 2018

Tebal :  432 halaman

 

BAGHA HIDAYAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus