Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Keterlibatan Warga dalam Konservasi Candi

Warga juga membangun sekolah swadaya untuk meningkatkan kesadaran akan pelestarian alam di sekitar candi. 

25 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kompleks Candi Kedaton di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN), Muaro Jambi, Jambi, 22 Agustus 2023. TEMPO/Ilona Esterina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejak awal, Balai Pelestarian melibatkan warga dalam konservasi Candi Muaro Jambi.

  • Warga pula yang memberikan nama untuk candi-candi di kawasan cagar budaya itu.

Revitalisasi sedang berlangsung di kompleks Candi Muaro Jambi di Provinsi Jambi. Agus Widyatmoko, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 5 Provinsi Jambi dan Bangka Belitung, mengatakan konservasi candi melibatkan warga di empat desa di zona inti kawasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada empat desa di kawasan inti, yakni Desa Danau Lamo, Kemingking Luar, Baru, dan Muaro Jambi. “Pelibatannya dengan mengikutsertakan warga desa dalam diskusi-diskusi penting seputar kawasan,” kata dia pada Rabu, 23 Agustus 2023. Beberapa waktu lalu, masyarakat secara swadaya menggali jejak peradaban masa lalu dengan menyusuri aliran Sungai Batanghari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Kedaton, Muaro Jambi, Jambi, 23 Agustus 2023. TEMPO/Ilona Esterina

Menurut Agus, Balai Pelestarian melibatkan masyarakat dalam konservasi percandian karena ada beberapa candi yang penamaannya dari masyarakat yang bermukim di sana. “Seperti Kedaton dan Astano,” ujarnya. Penyebutan manapo—undukan yang terindikasi menyimpan situs budaya di bawahnya—juga berasal dari warga sekitar.

Asyhady Mufzi, arkeolog dari Universitas Negeri Jambi, mengatakan warga selalu terlibat dalam proses ekskavasi candi yang berlangsung sejak 1980-an itu. “Kalau tidak ada mereka, ekskavasi tidak terbantu,” ujarnya.

Menurut Asyhadi, warga lokal lebih paham soal lingkungan sekitar candi. “Yang tahu metode memang arkeolog, tapi yang paham lokasi itu masyarakat,” kata dia. Karena itu, menurut dia, perlu juga pelibatan warga sekitar dalam konservasi.

Subrata, warga Desa Muaro Jambi, mengatakan sempat ikut sebagai tenaga lokal ekskavasi candi pada 2011. Pria yang kini membuka rumah kopi bagi wisatawan di Desa Muaro Jambi ini mengatakan warga memiliki andil besar dalam konservasi beberapa situs. “Karena tenlok (tenaga lokal) ekskavasi dan penelitian candi di sini itu 80 persen dari warga lokal,” kata dia. Selain itu, Subrata, yang kala itu bekerja sebagai pemandu wisata, merasa perlu mempelajari langsung.

Selain keterlibatan dalam konservasi dengan menjadi tenaga lokal ekskavasi, ada kelompok warga yang melakukan konservasi dengan cara mereka sendiri. Hal itu dilakukan Mukhtar Hadi, warga Desa Muaro Jambi. Mukhtar melakukannya dengan mendirikan sekolah alam. Kegiatan pengajaran sudah ia lakukan sejak 2006. Kala itu, ia juga menjadi pemandu wisata. Mukhtar mengajarkan pelajaran konservasi alam dan kebudayaan kepada anak-anak di Desa Muaro Jambi, tempat ia lahir.

Pada 2018, Mukhtar membentuk Perkumpulan Rumah Menapo. Dia mengajak anak muda di kampungnya melakukan beberapa kegiatan budaya sekaligus ikut mengajari anak-anak bersama dirinya.

Candi Gumping di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN), Muaro Jambi, Jambi, 23 Agustus 2023. TEMPO/Ilona Esterina

Desa Muaro Jambi hanya berjarak sekitar 300 meter dari tiga candi, yakni Candi Gumping, Tinggi, dan Kembar Batu. Karena itu, Mukhtar, yang bermukim di sana, hafal seluk-beluk candi yang juga diajarkan kepada anak didiknya yang kebanyakan duduk di bangku sekolah dasar.

Hingga kini, kegiatan tersebut masih dilakukan sekali sepekan. Supriyadi, 28 tahun, pengajar di Perkumpulan Rumah Menapo, mengatakan pelajaran mereka tidak hanya tentang kawasan, tapi juga pelestarian alam. Untuk menumbuhkan kecintaan siswa terhadap sejarah cagar budaya, mereka juga mengajak anak-anak mempelajari beberapa artefak peninggalan. “Biasanya artefaknya dari sisa peneliti yang mereka anggap sampah penelitian, seperti pecahan keramik. Itu yang kami ambil dan pelajari, lalu ajarkan ke anak-anak,” kata warga Desa Muaro Jambi ini.

Supriyadi juga merupakan mantan murid Mukhtar Hadi. Ia sempat menjadi pemandu wisata karena belajar sejarah candi dari Mukhtar. Kini Supriyadi mengajarkan tidak hanya soal konservasi candi, tapi juga sekolah sungai yang mengajarkan konservasi alam, khususnya sungai dan penelusuran sejarah.

ILONA ESTERINA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus