Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabut masih menyelimuti Lembah Lore. tapi Suwardi Tudai, ketua penggembala di peternakan leluhur di Desa Winowanga, Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, itu sudah beranjak dari peraduan. Hal itu dilakukan demi memastikan hewan ternak, seperti kerbau dan sapi, siap digembalakan ke padang sabana. Begitulah setiap hari, ratusan kerbau dan sapi diternakkan di lahan seluas 2.500 hektare itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peternakan yang sudah ada sejak 1818 tersebut dikelola secara turun-temurun oleh keluarga dan menjadi warisan leluhur yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi. Pengelolaannya juga melibatkan lembaga adat setempat. Kehadiran lembaga adat bukan tanpa alasan. Sebab, seluruh hasil peternakan hanya akan didistribusikan untuk sejumlah kegiatan yang bersifat tradisi dan adat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun bukan berarti pengelolaan peternakan ini tanpa masalah. Persoalan bibit atau anakan kerbau dan sapi sering menjadi ganjalan utama. Angka kelahiran hewan ternak di peternakan itu terbilang sangat rendah. Rasio ternak pejantan terhadap betina hanya 1:12, padahal idealnya 1:5. Akibatnya, peternakan itu "megap-megap". Pengelola dan tetua adat tertatih-tatih meneruskan peninggalan leluhur tersebut. Foto dan teks: ANTARA/Basri Marzuki | Editor: ANTARA/Widodo S Jusuf
Seorang penggembala mendekati hewan ternaknya di peternakan leluhur di Desa Winowanga, Lore Timur, Poso, Sulawesi Tengah. Meski dilepasliarkan, namun setiap penggembala dapat mendekati ternak itu dengan meneriakkan kata "Bure" berulang-ulang dan sapi-sapi itu berlari dari balik bukit.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo