BUKU ternyata mendapat perhatian yang lebih rendah dari
masyarakat, ketimbang kuda. Itu diucapkan Dr. Sudjoko, dosen
ITB, di arena promosi buku yang diselenggarakan Himpunan
Masyarakat Pencinta Buku (Himapbu) di Bandung. Alasan Sudjoko:
perlombaan kuda yang bersamaan waktunya dengan acara promosi
itu, mendapat pemberitaan yang luas di koran-koran. "Sementara
buku tidak," ujarnya.
Padahal acara Himapbu kali ini istimewa juga -- agak lain dari
pameran buku yang biasa. Pengunjung. yang membanjiri salah satu
ruangan gedung Kologdam Siliwangi di Jalan Aceh di Bandung itu,
tidak dapat membeli langsung dari 2.500 judul buku yang
dipamerkan. Sebaliknya para pelayan yang memakai kaus 'Himapbu'
hanya membagi-bagikan kupon --yang bisa dipakai untuk mendapat
korting 10% di 12 toko buku Bandung. Yang lebih menarik, promosi
yang akan dilanjutkan di kota-kota besar lainnya di Jawa dan
Sumatera itu diselingi pula dengan acara "jumpa penulis,
penerbit, pengusaha toko buku dan penggemar buku". Dr. Sudioko
ambil bagian dalam acara khusus itu.
"Kami ingin kerjasama segenap unsur perbukuan dapat terjalin,"
kata Imam Waluyo, Ketua Himapbu, menjelaskan tujuan promosi.
Himpunan yang didirikan Imam sejak akhir 1979 itu sudah
mempunyai 4.000 anggota di 112 kota seluruh Indonesia. Di
antara anggota terdapat nama-nama anak sekolah dasar sampai ke
Rektor UI, Prof. Nugroho.
Dalam usaha menggairahkan masyarakat terhadap buku, menurut Imam
Waluyo -- yang juga salah seorang direktur Lembaga Penunjang
Pembangunan Nasional (Leppenas) -- Himapbu antara lain menolong
para peminat mendapat buku secara murah. Dan salah satu bentuk
usaha itu adalah arena promosi buku -- di samping pemberian
rabat secara rutin kepada para anggota sendiri.
Syukur, usaha pertama di Bandung ini mendapat sambutan
menggembirakan Meski tak dipopulerkan lewat pers, sampai hari
ketiga promosi, 5 Maret, sekitar 5.000 pengunjung berhasil
tersedot. "Cukup banyak, dan saya puas atas perhatian itu,"
komentar Imam.
Di situ pengunjung diperkenalkan dengan buku-buku yang tidak ada
di toko-toko Bandung--kata Zulkarnaen, mahasiswa FKIT-IKIP
Bandung, ketika melihat arena promosi itu. "Sedikitnya kami bisa
menumpang baca," ujar Endang, pelajar SD Merdeka Bandung yang
mengaku selama ini sering diusir para penjaga toko buku kalau
mencoba membalik-balik buku di toko-toko.
Arena promosi memang menyediakan tempat untuk membaca gratis,
selain memamerkan ribuan buku dari 54 penerbit. Semua lapisan
peminat buku bisa memenuhi hasrat di situ. Berbagai ragam buku
memadati ruangan seluas 20 x 50 m. Mulai dari ceria anak-anak
seperti Rin Tin Tin atau Donal Bebek sampai ke novel semacam
Ziarah karangan Iwan Simatupang. Begitu pula buku-buku non-fiksi
Hampir semua buku dari bidang ilmu dipamerkan.
Dari buku-buku wajib di perguruan tinggi sampai ke ensiklopedi
atau Who's Who terbitan Grafiti Pers. Memang banyak yang memuji
penyelenggara.
Kecilnya Oplah
Puncak acara promosi adalah pertemuan semua unsur perbukuan.
Gunanya, seperti dikatakan Imam Waluyo, untuk merundingkan
berbagai masalah seperti: bagaimana menurunkan harga buku agar
bisa dijangkau lebih banyak lapisan. Bisakah penerbit tidak
memaksa toko buku membayar tunai, sedang pihak toko mau
dikurangi untungnya agar si penulis mendapat bagian yang layak.
Selama ini, menurut Imam, unsur kebersamaan seperti itulah yang
kurang -- dan karenanya buku tidak memasyarakat. Harga yang
tinggi menyebabkan daya beli kecil. Padahal kecilnya oplah
--paling banyak hanya 5000 eksemplar -- menyebabkan ongkos
produksi tinggi. Selain itu keuntungan toko buku--40% dari harga
jual --dianggap Imam tidak sebanding dengan honor penulis yang
hanya 12 sampai 15%. "Jadi kalau ada unsur yang mau mengurangi
keuntungan, harga buku akan murah, dan daya beli bisa naik."
Imam hanya tidak memberi contoh dengan penerbit Al-Ma'arif di
Bandung sendiri. Oplahnya bukan main besar justru karena
harganya murah. Dan keuntungan penerbit jadi besar berkat asset.
Dalam rangka itu pula Himapbu tidak melayani pembeli langsung di
arena promosi. Pengunjung, setelah diberi kupon pemotongan,
dipersilakan ke tokotoko buku yang ditunjuk. "Kami tidak mau
menyerobot rezeki toko," ujar Imam, membandingkan acara itu
dengan pameran buku selama ini yang juga menjual buku langsung
di tempat dengan harga lebih murah.
Dan rupanya cara yang sedang dirintis ini cukup menyenangkan
toko-toko buku di Bandung. "Banyak sekali yang menggunakan kupon
itu,"kata seseorang dari bagian pemasaran Toko Buku Karya
Nusantara di Jalan Asia Afrika. Sejak arena promosi dibuka
sampai ditutup Selasa pekan lalu, ia tidak bisa menghitung lagi
berapa kupon yang digunakan pembeli (sebab kuponnya boleh dibawa
kembali). "Yang jelas semangat membeli memang meningkat,"
ujarnya.
Namun kebersamaan itu kelihatannya terpaksa belum bisa diikuti
semua unsur. Toko Buku Gramedia misalnya hanya memberikan
potongan untuk buku-buku terbitan sendiri. Begitu juga Toko Buku
Insulinde di Pasar Baru, Bandung. "Kami hanya memberikan
potongan untuk buku-buku impor," ujar Sofi, sekretarisnya. Sebab
mereka sendirl yang mengimpor.
Sedang untuk buku-buku lokal, tokonya hanya mendapat bagian 20%
dari harga jual. Dari komisi itu pula diambilkan gaji karyawan
dan pembayar pajak perusahaan. Jadi "berat kalau kami memberikan
potongan lagi 10%," walau potongan itu hanya berlaku selama
promosi. Memang tidak bisa diharap sekaligus mulus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini