TAMPANGNYA lugu, seperti tak ada apa-apa dalam benaknya.
Geraknya lamban, menurut ukuran Jepang. Suaranya halus. Mungkin
dibesarkan di Kyoto. Bukankah orang Kyoto terkenal halus dan
bersuara lembut? Suara laki-laki Kyoto sehalus perempuan Tokyo,
kata orang.
Dalam pertemuan kedua, tanggapan saya terhadap tokoh itu
terpaksa berubah--lantaran berbagai hal penting yang tak pernah
saya pikirkan bermunculan dari mulutnya. Benaknya ternyata
sarat dengan rupa-rupa soal.
Mengenai migrasi diterangkannya: transmigrasi gaya Jepang. Pada
awal zaman Meiji abad yang lalu, mulailah dilaksanakan
pemindahan penduduk ke Pulau Hokkaido, dengan motif utama
khawatir terhadap ekspansi Rusia. Ekonomi merupakan motif kedua.
Kemudian berkembang industri di Hokkaido. Dalam pertanian,
transmigrasi menemukan jenis padi baru yang tahan cuaca dingin.
Lalu pulau itu pun menghasilkan padi. Pendeknya cerita sukses,
dari pelbagai sudut.
Cerita sukses yang tiada taranya dalam kependudukan adalah
revolusi demografi yang rampung begitu cepat. Seusai perang yang
kalah, Jepang centang-perentang. Pendapatan penduduk ditaksir
merosot menjadi separuh sebelum perang. Untunglah Jepang punya
work-maniac alias penyakit gandrung kerja. Berkat ketabahan,
kesanggupan menderita dan kerja keras, keadaan ekonomi segera
pulih. Dan bersamaan dengan itu tingkat kelahiran menurun dengan
pesat. Tahun 1947 tingkat kelahiran 34,3 per 1000 penduduk,1957
turun menjadi 17,2 . Hebat. Penurunan 50% dalarn 10 tahun.
Berbagai negara Barat mencapai penurunan demikian dalam 100
tahun.
Memang terdapat berbagai hal yang menguntungkan waktu itu.
Lantaran keadaan cukup gawat, ditambah perjuangan kelompok yang
pro-KB, pemerintah mengendurkan larangan terhadap penyebaran
informasi kontrasepsi dan penyebarluasan penggunaannya. Larangan
terhadap pengguguran juga dilonggarkan. Tetapi di samping itu
semua, masyarakat juga sudah mempunyai motivasi yang tinggi.
Tanpa motivasi yang hebat mustahil penurunan kelahiran
berlangsung begitu cepat.
Migrasi dan pembangunan berkaitan pula. Pembangunan industri
sesudah perang merangsang orang desa berbondong ke pusat-pusat
perindustrian seperti Tokyo dan Osaka, yang dikenal sebagai
Pacifif Industrial Belt. Pola migrasi belakangan ini sudah
berubah. Kota kecil menjadi sasaran para migran.
Nah, Jepang sudah menikmati masa-masa enak. Tapi perlu siap-siap
menghadapi masa berat yang penuh tantangan, masa tua-renta.
"Salah-salah keadaan kami bisa seperti Polandia," tutur tokoh
yang lugu itu sambil bergurau dan mengerlingkan matanya yang
sipit.
Maksudnya, struktur umur penduduk yang semakin tua. Dengan
menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian proporsi yang
berusia muda (di bawah 15 tahun) berkurang. Sedang proporsi yang
berusia lanjut (65 tahun ke atas) bertambah. Tahun 1960 yang
berusia muda 30,2% yang berusia lanjut 5,7%. Tahun 1980 yang
berusia muda 23,5%, yang berusia lanjut 9,0%. Tahun 2010 nanti
yang berusia muda ditaksir 17,1%, yang berusia lanjut 18,3%.
Jadi yang lanjut usia mulai melehihi proporsi yang muda usia.
Apalagi tahun 2025. Yang berusia muda 14,8% dan yang lanjut
21,3%. Konsekuensi sosial ekonomi dari proporsi orang lanjut
usia yang besar dan terus membengkak ini, di rnasa mendatang,
perlu dipikirkan dari sekarang, sebelum terlambat. Jaminan
sosial mereka menjadi beban yang besar bagi masyarakat, yang
sudah telanjur mengenyam kemakmuran.
Beginilah riwayat manusia, katanya berfilsafat. Dalam situasi
terbelakang masyarakat dibebani ketergantungan anak-anak
berjumlah besar. Dalam keadaan maju digantungi orang-orang tua
berusia lanjut. Namun, masalah keterbelakangan niscaya lebih
runyam dari masalah yang diakibatkan kemajuan. Dengan kata lain,
masalah ekonomi yang ditimbulkan struktur umur yang tua
tersebut, tidak seberapa dibanding masalah kemiskinan pada
masyarakat yang terbelakang dengan tingkat kelahiran tinggi.
Sementara itu kemajuan teknologi juga menelurkan bopeng-bopeng.
Misalnya perkembangan komputer di Jepang terus-menerus menyaingi
manusia. Berbagai ahli didepak ke luar oleh komputer. Umpamanya
arsitek, pembuat grafik dan lain-lain. Cukup mengejutkan bahwa
untuk berbagai keahlian dan pekerjaan, komputer akhirnya
menyingkirkan sebanyak enam per tujuh atau 85% dari mereka.
Tersisa cuma 15%. Masalah mereka yang disingkirkan oleh kemajuan
ini, perlu dipecahan.
Akhirnya, pembicaraan kembali kepada pola pemakaian kontrasepsi
yang khas Jepang. Aneh. Jepang yang begitu jauh di depan dalam
modernisasi, kemajuan teknologi dan kemakmuran, tetap "kolot"
dalam pemilihan kontrasepsi. Tingkat kelahiran memang tetap
rendah, tapi yang ditempuh jalan "kampungan".
Tahun 1969, dari seluruh pemakai kontrasepsi, sebanyak 68,1%
memakai kondom. 33,9% pantang berkala.7,8% tablet busa. 7,2%
IUD. 6,9% sanggama terputus. 5,4% sterilisasi. Dan 1,7% pil.
(jumlah lebih 100% karena bisa memakai 2 cara, umpamanya pantang
berkala dan kondom). Pola yang sama terdapat pada 197: 81,1%
pemakai kondom, 23,1% pantang berkala, 8,3% IUD, 5,2 sanggama
terputus, 4,2% sterilisasi dan 3,2% pil. Kondom dan pantang
berkala tetap paling atas.
Pengguguran masih penting juga, walaupun mau diciutkan dengan
menggalakkan pemakaian kontrasepsi. Menurut catatan resmi,
pengguguran mencapai puncaknya tahun 1955, dengan 1. 170.143
kasus untuk tahun itu. Pada 1963 berjumlah 955.092 dan pada 1979
sebanyak 613.676. Tak diketahui berapa yang tak terdaftar.
Sikap pemerintah Jepang juga cukup aneh. Larangan pemakaian IUD
baru dicabut Agustus 1974. Ironisnya, bukankah salah seorang
tokoh besar dalam pengembangan IUD seorang Jepang? Sejak 1930
Dr. Ota sudah memperkenalkan IUD di Jepang, dinamakan Cincin Ota
(Ota Ring).
Pemerintah juga bersikap negatif terhadap pil anti-hamil.
Pemakaian pil sebagai kontrasepsi belum diperkenankan. Dalihnya
tentunya bahaya akibat sampingan.
Sambil senyum-senyum simpul, rekan itu bilang: wanita Jepang
takut pada IUD dan pil. Takut kesehatan terganggu akibat
alat-alat itu, tapi tidak takut mengoperasi hidung untuk
dimancungkan. Sambungnya lagi: super modern, memakai gaun
anggun yang mahal, bermikirnoto. dan parfum Madarne Rochas
mewangi di kuduknya. Waktu istirahat menikmati kaset video,
bepergian dengan Tovota rown, di ujung minggu main golf atau
ski. Tapi aneh bin ajaib, hatinya gemetar melihat pil anti-hamil
dan IUD. Lalu berpegang pada kondom atau pantang berkala, atau
kombinasi keduanya. Atau sanggama terputus. Di zaman modern,
dicapainya keluarga kecil lewat jalan kuno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini