Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Lewat jalan kuno

Modernisasi, kemajuan teknologi dan kemakmuran, tidak memodernisasikan kontrasepsi di jepang. tingkat kelahiran dapat ditekan dengan cara kampungan yaitu memakai kondom & sanggama terputus. takut iud & pil.

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAMPANGNYA lugu, seperti tak ada apa-apa dalam benaknya. Geraknya lamban, menurut ukuran Jepang. Suaranya halus. Mungkin dibesarkan di Kyoto. Bukankah orang Kyoto terkenal halus dan bersuara lembut? Suara laki-laki Kyoto sehalus perempuan Tokyo, kata orang. Dalam pertemuan kedua, tanggapan saya terhadap tokoh itu terpaksa berubah--lantaran berbagai hal penting yang tak pernah saya pikirkan bermunculan dari mulutnya. Benaknya ternyata sarat dengan rupa-rupa soal. Mengenai migrasi diterangkannya: transmigrasi gaya Jepang. Pada awal zaman Meiji abad yang lalu, mulailah dilaksanakan pemindahan penduduk ke Pulau Hokkaido, dengan motif utama khawatir terhadap ekspansi Rusia. Ekonomi merupakan motif kedua. Kemudian berkembang industri di Hokkaido. Dalam pertanian, transmigrasi menemukan jenis padi baru yang tahan cuaca dingin. Lalu pulau itu pun menghasilkan padi. Pendeknya cerita sukses, dari pelbagai sudut. Cerita sukses yang tiada taranya dalam kependudukan adalah revolusi demografi yang rampung begitu cepat. Seusai perang yang kalah, Jepang centang-perentang. Pendapatan penduduk ditaksir merosot menjadi separuh sebelum perang. Untunglah Jepang punya work-maniac alias penyakit gandrung kerja. Berkat ketabahan, kesanggupan menderita dan kerja keras, keadaan ekonomi segera pulih. Dan bersamaan dengan itu tingkat kelahiran menurun dengan pesat. Tahun 1947 tingkat kelahiran 34,3 per 1000 penduduk,1957 turun menjadi 17,2 . Hebat. Penurunan 50% dalarn 10 tahun. Berbagai negara Barat mencapai penurunan demikian dalam 100 tahun. Memang terdapat berbagai hal yang menguntungkan waktu itu. Lantaran keadaan cukup gawat, ditambah perjuangan kelompok yang pro-KB, pemerintah mengendurkan larangan terhadap penyebaran informasi kontrasepsi dan penyebarluasan penggunaannya. Larangan terhadap pengguguran juga dilonggarkan. Tetapi di samping itu semua, masyarakat juga sudah mempunyai motivasi yang tinggi. Tanpa motivasi yang hebat mustahil penurunan kelahiran berlangsung begitu cepat. Migrasi dan pembangunan berkaitan pula. Pembangunan industri sesudah perang merangsang orang desa berbondong ke pusat-pusat perindustrian seperti Tokyo dan Osaka, yang dikenal sebagai Pacifif Industrial Belt. Pola migrasi belakangan ini sudah berubah. Kota kecil menjadi sasaran para migran. Nah, Jepang sudah menikmati masa-masa enak. Tapi perlu siap-siap menghadapi masa berat yang penuh tantangan, masa tua-renta. "Salah-salah keadaan kami bisa seperti Polandia," tutur tokoh yang lugu itu sambil bergurau dan mengerlingkan matanya yang sipit. Maksudnya, struktur umur penduduk yang semakin tua. Dengan menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian proporsi yang berusia muda (di bawah 15 tahun) berkurang. Sedang proporsi yang berusia lanjut (65 tahun ke atas) bertambah. Tahun 1960 yang berusia muda 30,2% yang berusia lanjut 5,7%. Tahun 1980 yang berusia muda 23,5%, yang berusia lanjut 9,0%. Tahun 2010 nanti yang berusia muda ditaksir 17,1%, yang berusia lanjut 18,3%. Jadi yang lanjut usia mulai melehihi proporsi yang muda usia. Apalagi tahun 2025. Yang berusia muda 14,8% dan yang lanjut 21,3%. Konsekuensi sosial ekonomi dari proporsi orang lanjut usia yang besar dan terus membengkak ini, di rnasa mendatang, perlu dipikirkan dari sekarang, sebelum terlambat. Jaminan sosial mereka menjadi beban yang besar bagi masyarakat, yang sudah telanjur mengenyam kemakmuran. Beginilah riwayat manusia, katanya berfilsafat. Dalam situasi terbelakang masyarakat dibebani ketergantungan anak-anak berjumlah besar. Dalam keadaan maju digantungi orang-orang tua berusia lanjut. Namun, masalah keterbelakangan niscaya lebih runyam dari masalah yang diakibatkan kemajuan. Dengan kata lain, masalah ekonomi yang ditimbulkan struktur umur yang tua tersebut, tidak seberapa dibanding masalah kemiskinan pada masyarakat yang terbelakang dengan tingkat kelahiran tinggi. Sementara itu kemajuan teknologi juga menelurkan bopeng-bopeng. Misalnya perkembangan komputer di Jepang terus-menerus menyaingi manusia. Berbagai ahli didepak ke luar oleh komputer. Umpamanya arsitek, pembuat grafik dan lain-lain. Cukup mengejutkan bahwa untuk berbagai keahlian dan pekerjaan, komputer akhirnya menyingkirkan sebanyak enam per tujuh atau 85% dari mereka. Tersisa cuma 15%. Masalah mereka yang disingkirkan oleh kemajuan ini, perlu dipecahan. Akhirnya, pembicaraan kembali kepada pola pemakaian kontrasepsi yang khas Jepang. Aneh. Jepang yang begitu jauh di depan dalam modernisasi, kemajuan teknologi dan kemakmuran, tetap "kolot" dalam pemilihan kontrasepsi. Tingkat kelahiran memang tetap rendah, tapi yang ditempuh jalan "kampungan". Tahun 1969, dari seluruh pemakai kontrasepsi, sebanyak 68,1% memakai kondom. 33,9% pantang berkala.7,8% tablet busa. 7,2% IUD. 6,9% sanggama terputus. 5,4% sterilisasi. Dan 1,7% pil. (jumlah lebih 100% karena bisa memakai 2 cara, umpamanya pantang berkala dan kondom). Pola yang sama terdapat pada 197: 81,1% pemakai kondom, 23,1% pantang berkala, 8,3% IUD, 5,2 sanggama terputus, 4,2% sterilisasi dan 3,2% pil. Kondom dan pantang berkala tetap paling atas. Pengguguran masih penting juga, walaupun mau diciutkan dengan menggalakkan pemakaian kontrasepsi. Menurut catatan resmi, pengguguran mencapai puncaknya tahun 1955, dengan 1. 170.143 kasus untuk tahun itu. Pada 1963 berjumlah 955.092 dan pada 1979 sebanyak 613.676. Tak diketahui berapa yang tak terdaftar. Sikap pemerintah Jepang juga cukup aneh. Larangan pemakaian IUD baru dicabut Agustus 1974. Ironisnya, bukankah salah seorang tokoh besar dalam pengembangan IUD seorang Jepang? Sejak 1930 Dr. Ota sudah memperkenalkan IUD di Jepang, dinamakan Cincin Ota (Ota Ring). Pemerintah juga bersikap negatif terhadap pil anti-hamil. Pemakaian pil sebagai kontrasepsi belum diperkenankan. Dalihnya tentunya bahaya akibat sampingan. Sambil senyum-senyum simpul, rekan itu bilang: wanita Jepang takut pada IUD dan pil. Takut kesehatan terganggu akibat alat-alat itu, tapi tidak takut mengoperasi hidung untuk dimancungkan. Sambungnya lagi: super modern, memakai gaun anggun yang mahal, bermikirnoto. dan parfum Madarne Rochas mewangi di kuduknya. Waktu istirahat menikmati kaset video, bepergian dengan Tovota rown, di ujung minggu main golf atau ski. Tapi aneh bin ajaib, hatinya gemetar melihat pil anti-hamil dan IUD. Lalu berpegang pada kondom atau pantang berkala, atau kombinasi keduanya. Atau sanggama terputus. Di zaman modern, dicapainya keluarga kecil lewat jalan kuno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus