Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Momenta
Dengan Tangan Terbuka
Kami Tunda Esok
Kiki Sulistyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Momenta
di talam, buah yang mengandung ajal
terang benderang bagai bohlam di tengah
kota. inilah momenta yang tak pernah
kaudamba; lima malaikat dalam seragam
dukacita, membawamu ke altar.
mereka turun dari angkasa luar, seputih
kesedihan, mencuci tangan di taman-taman
api, sebelum membisikkan seutas mantra:
salus populi suprema lex esto
terimalah ajal
yang melontarkan manusia
ke padang gembala.
lantas paku ditancapkan ke dahimu, sedang
di paru-parumu bunga karang bermekaran
sebagaimana bunga uang di laci-laci bangunan
tinggi, tempat dunia dikendalikan.
setelah itu akan kaudengar untai serunai
usai sudah, seekor domba gloria telah
mempersembahkan jiwanya
bagi kesucian manusia.
(2021)
Dengan Tangan Terbuka
dengan tangan terbuka kita biarkan mereka yang tiba
memasuki peti-peti kayu. kenangan sebatang pohon
jadi kisut, semakin kisut, sebelum susut ke balik kabut.
dalam derita, burung-burung adora mematuk mata kata,
kita jadi buta, tapi panorama memecah warna serupa
gelombang suara yang memberat di jantung kita.
mereka berbaring. membayangkan salju ditaburkan,
meteor berlintasan di antara fosil-fosil bintang
leluhur kita yang rajin berburu telah mewariskan
batas-batas. maka tampak biru lempeng angkasa,
dan sel pertama bergerak, bersama benih makna;
ada di luar awal mula.
dalam derita, kita biarkan peti-peti kembali terbuka
semakin putih ditindih metafora. kita bertahan dari
keinginan untuk melucuti seluruh pakaian, telanjang
macam binatang, kembali berburu dengan rantai
makanan terseret di belakang, seakan kita baru saja
turun dari sebuah taman, tempat api mula diciptakan.
(2021)
Kami Tunda Esok
kami tunda esok, untuk hidup hari ini
orang-orang mengeluh di layar,
di jalanan, di dalam tidur yang kebiru-biruan,
kami ini bisu, tak bisa menangkap kata
yang dilontarkan moncong negara
singkirkan dari kami, segala istilah yang bangkit
dari kematian manusia. tak ada dukacita, bersama
batang-batang paku, hari ini, kami kuburkan
diri kami sendiri, dan tak seekor kupu-kupu
mengepakkan badai di kedalaman mata kami.
kami tunda esok, untuk hidup hari ini
orang-orang berjatuhan dari menara,
dari puncak bahasa, dari tiang-tiang doa
yang terpancang sia-sia. jangan beri kami kata.
kami ini pekerja, tak bisa berhenti,
tak bisa bicara.
(2021)
Kiki Sulistyo lahir di Kota Ampenan, Lombok. Meraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 untuk kumpulan puisi Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? dan Buku Puisi Terbaik Tempo 2018 untuk Rawi Tanah Bakarti. Kumpulan puisinya yang terbaru berjudul Dinding Diwani (2020).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo