Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Puisi Mardi Luhung

Mardi Luhung adalah penerima anugerah KLA (Khatulistiwa Literary Award) 2010 untuk bidang puisi.

 

11 Februari 2024 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Rio Ari Seno
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Rio Ari Seno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mardi Luhung

Sesekali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesekali aku dipanggil angin, padahal namaku lembah.

Lembah tempat siapa pun nanti berumah. 

 

Sesekali aku dipanggil jarak, padahal namaku peluk.

Peluk hangat yang enggan dilepas. 

 

Sesekali aku dipanggil kaki, padahal namaku sayap.

Sayap yang melayang riang di udara. 

 

Sesekali aku dipanggil pergi, padahal namaku pulang.

Pulang ke depan. Ke arah yang tak berakhir.  

 

Ke arah aku menguap atau mengeras bersama saat. 

 

Dan sesekali, ya, sesekali, aku tak dipanggil apa-apa,

padahal namaku adalah beribu nama. 

 

Dan salah satunya tentu namamu.

 

(Gresik, 2023)

Kebun Ini

: buat aza dan ufi

 

Kebun ini seluas kalimat yang kau gunakan di dalam puisi. Bisa pendek. Bisa panjang. Bisa aktif. Bisa pasif. Sedang, di atasnya, sesekali kata sambung beterbangan seperti kupu-kupu yang menyambung antara hati puisi dan hatimu. Dan di antara pohon lombok dan terong, ada si subyek yang menyapa si obyek dalam kesetaraan yang tak berahasia. Kesetaraan yang menjadikan bakal judul-judul puisi berturunan dari udara. Dari apa yang membuat paru-paru puisi leluasa untuk bernapas. Saat berlarian dari satu gazebo ke gazebo yang lain, puisi bernyanyi, tertawa, dan menuding bayang-bayang yang setia mengikuti kemana saja ia bergerak. Sambil tersandung. Lalu bangkit. Tersandung  lagi. Dan bangkit lagi. Begitu seterusnya. Sampai akhirnya, di bawah gerimis sore yang malu-malu, puisi akan menyebuti namamu dengan mesra. Agar kau datang dan menyerahkan kibaran kepercayaanmu yang ingin begitu dipercayainya.

 

(Gresik, 2023)

Mardi Luhung lahir dan tinggal di Gresik. Beberapa tulisannya tersebar di sekian media massa. Buku kumpulan cerpen terbarunya adalah Jembatan Tak Kembali (2022). Pada 2010 mendapatkan anugerah KLA dalam bidang puisi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus