Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seorang Merdeka yang Mencari Merdeka
Bulu Perindu
Mochammad Aldy Maulana Adha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang Merdeka yang Mencari Merdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mula-mula orang-orang Latin berseru, katanya, Veritas Vos Liberabit: kebenaran akan memerdekakanmu. Lalu pembuluh darahku mendidih, bersama keringat para mondina dan gairah Resistenza Italiana. Fasis yang bengis; kebangsatan Partai Nazi. Che mi sento di morir, morto per la libertà; o betapa kurasakan kematian, mati demi kemerdekaan.
Sedang buku-buku kiri di atas dadamu—masih lupa caranya membuka kosakata, Liber, dari dewa-dewi Romawi. Koloni-koloni di tanah merdeka membentuk konstelasi dari apa yang disebut Insureksi. The Boston Tea Party membidani cetak biru Patung Liberty. Buku di tangan kiri, obor di tangan kanan, berdikari di kaki kiri dan kanan. Seperti sebuah penanda dari Amerika Serikat atas masa-masa suram yang berwarna bangsat.
Dari keningmu, aku tahu rasa merdeka ternyata serupa menenggak Sampanye dengan atau tanpa es batu. Lupakan itu. Lihatlah, tiga bunga Iris yang bermekaran di Prancis: Liberté, Egalite, Fraternité. Dari perut-perut orang yang kelaparan. Dari Paris sampai Pemakaman Montparnasse, orang-orang miskin mencari sisa-sisa roti di bawah meja makan raja. Hidungku mencium bau-bau ironi. Baunya lebih tengik dari bangkai pesawat terbang yang pernah dipakai untuk meluluhlantakkan sebuah negara tanpa angkatan bersenjata. Satu yang jelas, Monarki juga babi, sayangku.
Kita berpelukan dengan erat dan mesra. Seperti mendamba musim semi di neraka. Revolusi dalam diri memuncak, serupa kemarahan Adam kala ditendang dari surga—sebelum sempat melumat bibir Hawa. Setelah aku menulis naskah Trias Puitika. Setelah Montesquieu memuntahkan Trias Politika. Setelah negara melakukan pertunjukan akrobat, semacam Trias Idiotika: Executhieves, Legislathieves, Judicathieves. Setelah kemerdekaan dimaling para pejabat yang sinting. Setelah aku mencuri ruang, kau mencuri waktu. Setelah aku, seorang merdeka, menyadari bahwa diriku adalah sebuah sangkar yang mencari seekor burung dalam dirimu: Dunia.
(2021)
Andreas Mazland
Bulu Perindu
Haldi Patra;
“kalau engkau datang kemari hendak
mencari bulu perindu, bertapalah 40 hari
di gunung talamau. agar pacak darah urat putus
daging terkudung dipergelangan si anu melekat
ke bekas nadimu”
sahih benar kata engku, aku memang hendak
menjalang bulu perindu. tapi mengapa pula
aku harus ke talamau. bukankah lebih mudah
kupinta saja yang di dalam saku engku?
berapapun maharnya kita cari sampai bertemu
“mufaiza hatal ya izza kital maut; mim kepalaku
alif batang tubuhku, dal lubang pusarku. sungguh
ini kajian hanya untuk aku, sebab ia diramu dengan
seribu dentum peluru. engkau cari sajalah yang baru”
Kapalo Koto; 21
Mochammad Aldy Maulana Adha lahir di Bogor, Jawa Barat, 27 Maret 2000. Bukunya Timbul Tenggelam Philo-Sophia Kehidupan (2020), Timbul Tenggelam Spirit-Us Kehidupan (2020), dan Trias Puitika (2021).
Andreas Mazland lahir di Banda Aceh, 21 Juni 1997. Menulis puisi, esai, dan cerpen yang dipublikasikan di berbagai media. Bergiat di Kalera Sastra, sebuah komunitas sastra di Kota Padang, Sumatera Barat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo