Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Puisi Lagu Anak Telah Pergi Mustofa W. Hasyim dan Anak Anjing Laut Harpa Adellia Oktaviani

Mustofa W. Hasyim sastrawan kelahiran Yogyakarta, 17 November 1954, dan Adellia Oktaviani kelahiran Cianjur, Jawa Barat, 2002.

 

1 Februari 2025 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Alvin Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Puisi Lagu Anak Telah Pergi karya Mustofa W. Hasyim, sastrawan senior dari Yogyakarta

  • Mustofa W. Hasyim telah banyak menuils puisi, cerpen, dan novel.

  • Puisi Anak Anjing Laut Harpa karya Adellia Oktaviani, mahasiswa UPI Bandung.

PEKAN ini Tempo menurunkan puisi seorang sastrawan senior dari Yogyakarta, Mustofa W. Hasyim. Pria kelahiran 17 November 1954 ini menulis puisi berjudul Lagu Anak Telah Pergi. Anggota Komunitas Sastro Mbeling Yogyakarta ini telah menerbitkan banyak buku pusi, cerpen, dan novel. Buku puisi terbaru berjudul Perang yang Damai (2022) dan Di Antara Para Wali (2024).   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, kami juga menayangkan puisi karya Adellia Oktaviani, penyair muda kelahiran Cianjur, Jawa Barat, pada 2002, berjudul Anak Anjing Laut Harpa. Adellia kini sedang menyelesaikan studi S-1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Ia bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS UPI). Beberapa tulisannya dapat dijumpai di media cetak dan digital.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Mustofa W. Hasyim

Lagu Anak Telah Pergi


lagu anak-anak telah pergi

ke seberang pulau

bersama dongeng

dan tepuk pramuka.

 

lapangan kecil

berubah toko kayu antik

sibuk membangun rumah baru

mengawetkan kenangan

pada perempuan manis

menyisakan galaknya.

 

Ya, lagu kanak-kanak telah pergi

mencari yang hampir ketemu

di lipatan rindu.

2025


Adellia Oktaviani

Anak Anjing Laut Harpa

 

Aku seperti anak anjing laut harpa

 

Aku akan menyusur kembali

air laut yang membeku

jalan mencari rumah

sambil melihat laut pada langit malam

 

angin makin dingin

kata-kata cinta terbawa embusannya

di setiap retakan dan kejatuhan kesekian

tapi cinta apakah ini

yang meninggalkan

 

dadaku berdarah

tergerus jalanan es tajam

mengiris kesedihan dari kulitku

 

siapa yang sungguh mendengar

langkah-langkah yang penuh keputusasaan

 

langit makin gelap

bintang-bintang bersembunyi di awan

dan bulan adalah mataku

diberkahi kecemasan oleh Tuhan

 

Cikarang, 2025

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus