Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Puisi Widya Mareta dan Vito Prasetyo

Widya Mareta lahir dan tinggal di Tangerang, Banten. Vito Prasetyo lahir di Makassar dan tinggal di Malang, Jawa Timur.

3 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Cioko, puisi Widya Mareta.

  • Menuju Jalan Filsuf, puisi Vito Prasetyo.

Widya Mareta

Cioko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lihatlah meja-meja ini:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

meja makan para setan

yang baru saja dibukakan jalan.

 

Di kelenteng-kelenteng,

manusia saling berebut persembahan

untuk dibawa pulang.

Sementara di sini,

kita masih bergurau tentang apa pun yang tak ada,

makan bersama walau berbeda meja

dalam batasan waktu yang ditentukan para dewa.

 

Arwah-arwah lapar

diedarkan kembali pada bulan ke tujuh

setelah dipenjara sekian lama

bersama doa-doa yang telah menjauh.

 

Gurihnya asap sesaji

bak tarian ruh

lengkapi warta bagi lapar yang paling mustahil tunai:

lapar yang gagal merdeka,

lapar yang baka.

 

Tapi mari lupakan rasa lapar hari ini

seperti kaulupakan lapar di hari kemarin,

sebab sup ini telah pucat

tiba waktunya untuk sekarat.

Lilin-lilin tak lagi mengingat nasib sumbunya

saat semua kertas terbakar habis

dikepung udara.

 

Kini zat-zat yang larut tak lagi punya nama.

Pada lambungku,

pada lambungmu,

di mana rasa perih telah didentumkan keras sekali

hingga hanya tersisa lenguh.

 

Jarum jam menggelinding dari punggung waktu yang terjal

begitu cepat bagai racun tanpa penawar.

Tunggulah aku pada kesempatan lainnya

bersama mendung yang beredar

menyiarkan kabar:

aku selalu hidup,

walau semua daging terasa abu.

 

 

*) Cioko tradisi masyarakat Tionghoa pada pertengahan bulan 7 kalender lunar. Manusia memberi sesaji kepada para arwah leluhur dan dewa-dewi sebagai bentuk penghormatan.

 

 

 

Vito Prasetyo

Menuju Jalan Filsuf

 

dan tulang rusuk ini, tempat

mengisah luka

di malam yang pecahkan keberanian

dorong-mendorong

angin hempaskan tangan

menggoncang balok penjagalan

lalu ucapkan: pertemuan kematian

 

karat besi hanya meniru lapuknya kayu

dimana air mata tuntaskan perihnya raga

dan tulang memutih

sebening salju, kaku

tinggalkan aib

menusuk buih-buih sajak kehidupan

 

mari lantunkan kata-kata abadi

 

kereta jalan mengikuti arah pikiran

disitu, malaikat pernah menaruh galaksi

berisi tentang pecahnya saturnus dan jupiter

hingga langit berkubang duka

mengapa kita meng-amini-nya

 

langit, di atas segalanya

ribuan sinar tersisa

memberangus kesesatan

menuju bukit-bukit untuk duduk bertafakur

seperti Isa Almasih mendaki bukit golgota

diiringi lonceng-lonceng

mengalunkan simphoni dari kastil

engkau masih saja bertanya,

: itukah jalan kebenaran

 

kita singkap kembali luka

untuk menerangkan puisi Khalil Gibran

tersimpan rapi di perapian cinta

saat kubabat rumput ilalang

di musim hujan bermandikan salju

dan bayi-bayi kecil ditinggal ibunya

mencari kitab kebenaran

di sepenggal catatan perang, masa tirani

raja-raja bertangan besi

 

petaka angin kembali menggoncang

di bumi, yang tinggal sepertiga zaman

binatang-binatang tak lagi buas

duduk tenang, di singgasana kapitalis

adalah socrates, aristoteles telah kehilangan filosofi

 

biarkan puisi ini terbaring

menuju pemakaman angin

karena filosofi tidak selalu benar

di zaman ini

di peradaban baru

 

Malang, 2021

 

Widya Mareta lahir di Tangerang, Banten, pada 1994. Buku puisinya, Puasa Puisi (2021), termaktub dalam 5 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2021. Ia menetap di Tangerang.

Vito Prasetyo lahir di Makassar, 24 Februari 1964, dan tinggal di Malang. Ia menulis puisi, cerpen, esai, dan resensi yang disiarkan di berbagai media di Indonesia dan Malaysia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus