Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ragam Wajah Hamengku Buwono IX di Kanvas Tahta untuk Rakyat

Ada sekitar 37 seniman menampilkan beragam wajah tentang Hamengku Buwono IX, Raja Keraton Yogyakarta, dalam pameran bertajuk Tahta untuk Rakyat.

18 Maret 2021 | 12.37 WIB

Karya lukis seniman Bambang Heras berjudul Langit Biru di Atas Keraton Jogjakarta dalam pameran Tahta untuk Rakyat di Jogja Gallery Yogyakarta yang akan dibuka untuk umum 20 Maret - 25 April 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Perbesar
Karya lukis seniman Bambang Heras berjudul Langit Biru di Atas Keraton Jogjakarta dalam pameran Tahta untuk Rakyat di Jogja Gallery Yogyakarta yang akan dibuka untuk umum 20 Maret - 25 April 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Perjalanan hidup Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari lahir hingga wafat diabadikan para pelukis dalam pameran yang bakal digelar di Jogja Gallery, Yogyakarta 20 Maret- 25 April 2021. Ada sekitar 37 seniman menampilkan beragam wajah tentang penguasa Yogyakarta yang memerintah tahun 1940-1988 itu dalam pameran bertajuk Tahta untuk Rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan pelukis berupaya menyorot kisah Wakil Presiden Kedua Indonesia itu dari beragam seluk beluk yang pernah dinarasikan melalui lewat buku Tahta untuk Rakyat (1982). “Dalam pameran ini, seniman bekerja dipandu oleh narasi dan riset agar bisa melihat bagaimana perjalanan hidup sosok HB IX yang akan digambarkan," ujar Suwarno Wisetrotomo, kurator pameran itu Rabu 17 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam pameran itu, ada pula seniman yang melihat HB IX berdasar pengalaman empiris. Pelukis Djoko Pekik misalnya.

Lukisan Pekik tak menampilkan wajah sang raja secara langsung. Namun ia mengeluarkan karya Gonjang-Ganjing di Plengkung Gading yang dibuatnya persis setahun setelah meninggalnya HB IX pada 1988 silam.

Lukisan Djoko Pekik berjudul Gonjang Ganjing di Plengkung Gading dalam pameran Tahta untuk Rakyat di Jogja Gallery Yogyakarta yang akan dibuka untuk umum 20 Maret - 25 April 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Dalam karyanya, pelukis nyentrik yang moncer lewat seri lukisan Berburu Celeng itu membuat gambaran saat jenazah HB IX diantar ribuan masyarakat dan abdi dalem dari Keraton Yogyakarta menuju Makam Raja Raja Yogyakarta Imogiri. Ribuan kepala manusia dalam lukisan Pekik itu menunduk dan sebagian menatap kosong ketika kereta jenazah HB IX melintas dengan kawalan prajurit Keraton.

Kereta jenazah Hamengku Buwono IX digambarkan Pekik tengah melewati benteng Keraton paling sakral. Benteng ini, tak boleh dilewati sekalipun oleh para raja keraton selama mereka masih hidup, yakni Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading.

Beda cerita dengan pelukis Ignasius Dicky Takndare yang telah 16 tahun tinggal di Yogyakarta. Meski seniman asal Papua itu tak mengalami masa HB IX, ia menggali kesaksian masyarakat yang sempat mengalami kepemimpinannya.

Tercetuslah lukisan Dicky bertajuk Mbah Mugi. Sosok perempuan paruh baya berkerudung merah dalam lukisan Dicky itu tampak sedang memegang potret HB IX dengan balutan jas hitam formil kala menjadi wakil presiden Indonesia di tahun 1973-1978.

Lukisan Ignasius Dicky Takndare berjudul Mbah Mugi dalam pameran Tahta untuk Rakyat di Jogja Gallery Yogyakarta yang akan dibuka untuk umum 20 Maret - 25 April 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Di dinding yang berada di belakang sosok perempuan lukisan Dicky itu tertulis, 'Terima Kos Segala Bangsa'. Seakan menggambarkan kondisi Yogya yang telah menjadi rumah kedua jutaan pendatang berbagai suku Indonesia sejak masa HB IX. “Saya coba menuangkan seluruh pengalaman saya selama 16 tahun tinggal di Yogya, dari perjumpaan orang-orangnya, melalui lukisan ini," ujar Dicky.

Adapun pelukis Bambang Heras mencoba memvisualkan momen ketika Dorodjatun muda, nama kecil HB IX, sedang tersenyum penuh arti dan tangannya menenteng segulung kertas. Momen yang dibidik Bambang Heras adalah saat HB IX baru saja mendapat restu berupa kontrak politik dari Belanda sebelum diangkat sebagai raja ke sembilan Keraton. Seperti yang harus dialami raja-raja Keraton sebelumnya.

Bedanya saat Hamengku Buwono IX mendapat kontrak politik itu, ia telah mendapat bisikan dari para leluhur. Bisikan itu memberitahu HB IX bahwa di masanya, Belanda bakal segera enyah dari Jogja juga Indonesia sehingga ia tak peduli dengan kontrak itu. "Tidak pentingnya kontrak politik dari Belanda itu saya visualkan berupa dokumen yang hanya digulung HB IX sambil tersenyum, karena tak akan dibaca," ujarnya. HB IX dinobatkan sebagai raja pada 18 Maret 1940.

Dalam pameran itu ada juga satu ruang khusus di bagian ujung ruang Jogja Gallery yang diselimuti kain-kain berwarna hitam. Di dalam ruang itu ada satu lukisan berdimensi cukup panjang 150 x 300 cm karya Galam Zulkifli berjudul Seri Ilusi : Indonesia Idea #TahtaUntukIndonesia.

Bukan sekadar lukisan dua dimensi biasa. Galam membuat kisah HB IX sebagai raja keraton yang mempelopori dukungan kemerdekaan Indonesia di bawah Soekarno-Hatta itu dalam format fluoresens. Yang sepintas mirip gambar tiga dimensi tapi lebih kompleks.

Karya lukis seniman Galam Zulkifli berjudul Seri Ilusi: Indonesia Idea #TahtaUntukIndonesia dalam pameran Tahta Untuk Rakyat di Jogja Gallery Yogyakarta yang akan dibuka untuk umum 20 Maret - 25 April 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Saat karya Galam itu disorot lampu terang, terlihat wajah proklamator Soekarno-Hatta. Namun ketika sorot lampu dimatikan dan menyisakan sedikit cahaya, muncul wajah HB IX. Dan ketika ruang dibuat lebih gelap lagi, wajah HB IX menghilang berganti gambar Bangsal Pagelaran Keraton.

"Karya dengan format fluoresens ini benar benar unik, walau hanya terlihat satu karya, kita bisa mendapatkan tiga gambar sekaligus hanya dengan memainkan sorot lampu," ujar Ketua Panitia pameran itu, Kanjeng Raden Mas Tumenggung Indro 'Kimpling' Suseno. Kimpling mengatakan pameran ini menjadi dramaturgi visual dari 37 pelukis yang diundang menceritakan HB IX.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sri Margana turut dilibatkan menyusun narasi agar pelukis bisa beragam sudut pandangnya ketika memvisualkan HB IX. Ia membuat narasi mulai dari masa kelahiran Dorodjatun, masa kanak-kanak, sekolah, merantau, studi ke Eropa sampai kembali ke Yogyakarta dan ditahbiskan sebagai raja hingga wafatnya.

"Setiap pelukis mendapatkan satu narasi untuk divisualkan dari sudut pandangnya, sehingga lukisan dalam pameran ini bisa utuh melengkapi kisah Hamengku Buwono IX satu sama lain," kata dia.

PRIBADI WICAKSONO

Istiqomatul Hayati

Istiqomatul Hayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus