ANAK-ANAK kecil dengan tabungan jutaan, sudah mulai biasa dalam
dunia film pribumi. Untuk kancah musik pop, angka tersebut
memang juga sudah mulai lumrah, tapi masih terbatas pada
grup-grup kawakan. Sehingga memang bisa bikin ngiler kalau anak
8 tahun seperti Chicha sempat mempunyai tabungan sampai Rp 4
juta hanya dalam 2 kali gebrakan. Tak heran kalau setiap
orangtua yang memiliki anak yang gemar menyanyi, jadi memiliki
impian besar. Apalagi yang hidupnya yang telah diabdikan pada
musik seperti Yok Koewoyo, Enteng Tanamal atau Idris Sardi
misalnya.
Meskipun tidak menjadi bom yang lain, Sari Yok Koeswoyo sudah
sempat dilemparkan sampai volume II. Usaha yang tidak gagal ini,
menggalakkan baik hati para orangtua maupun para pengusaha yang
tentunya merasa perlu cepat-cepat mengeruk isi "tambang emas'
baru ini, sebelum keburu lewat dalam periode musiman yang lain.
Maka muncullah di layar TV seorang gadis kecil umur 4 1/2 tahun
yang ngomong saja belum rapih betul. Ditemani Tanty Yosepha,
ibunya yang biduan dan bintang tilm, serta Fred John Pesulima
yang berperan sebagai ayah dalam penampilan itu, Joan Tanamal -
calon saingan Chicha - sempat menarik perhatian banyak penonton
TV. Ia menyanyi dengan berani, polos dengan segala kekurangannya
dan hasilnya cukup mengherankan: lagu-lagu yang dibawakannya
segar, lucu dan mengharukan. Meskipun ia ditunjang oleh suasana
mumpung, karena ketagihan orang pada lagu-lagu "semua umur"
nilainya pantas diperhitungkan karena ada sesuatu yang khas.
Dengan biaya di atas Rp 1 juta (ongkos studio selama hampir 3
minggu plus bayar 3 buah lagu mlik Minggus Tahitu serta honor
band pengiring), Joan kini siap menjadi saingan Chicha. Rekaman
yang kemudian dijadikan "babon kaset" itu dijual ke Yukawi.
Sementara Yukawi sendiri menyiapkan ribuan buku tulis sebagai
hadiah pada pembeli untuk mendukung persaingan Joan. Ada 10 buah
lagu yang cukup tangguh untuk mendukung Joan paling tidak
berjajar dengan Chicha. "Kami mempunyai warna yang lain", ujar
Tanty, mulai mempropagandakan jualannya. Memang benar juga bahwa
Joan - sebagaimana nampak di layar TV - diusahakan untuk hanya
menyanyikan sudut-sudut kecil dalam kehidupan keluarga yang
pasti juga dialami kebanyakan anak-anak lain. Ada lagu tentang
Joan sakit, Joan yang lagi mandi pagi, Joan lagi kesekolah dan
sebagainya. Lagu pertama, soal sakit, dan kemudian cerita
tentang Joan pergi sekolah, dibongkar sebagai hasil karya "Dik
Mar" pembantu di rumah itu. Ditopang oleh lirik-lirik yang
sederhana, ke-10 lagu ini memang memiliki tampang seragam yang
sudah dapat disangkakan akan komunikatif dengan sebuah keluarga
yang sedang memiliki anak kecil. Separuh lagu seakan-akan
menjadi "musik keluarga" untuk anak-anak--dibanding lagu-lagu
Chicha yang lebih mendekati lagu "lapangan" atau lagu "bermain".
Enteng Tanamal yang menggarap musiknya, menyuguhkan aransemen
yang rata-rata menarik. Masuk pula suara moog synthesizer yang
memberondong suara-suara aneh pada beberapa lagu yang gembira,
sehingga tercipta suasana meriah. Dibarengi suara Tanty sendiri
dan Fred adiknya Broery, Joan yang terpaksa ditarik oleh teknik
rekaman karena nafasnya masih pendek itu menampilkan kegembiraan
dan kemanjaan anak-anak yang tidak jatuh pada tingkat aleman
atau memualkan - seperti pernah terjadi pada beberapa lagu di
masa jayanya Titiek Sandhora. "Saya memang sengaja membiarkan
apa adanya, tidak mendikte harus begini-begitu", ujar Tanty. Ia
mengaku terus terang bahwa masih susah untuk menyuruh Joan me
nyanyi seperti Chicha, tapi justru kekurangannya itu kemudian
menjadi kelainannya. Enteng Tanamal sendiri setengah mengeluh
kalau menceritakan bagaimana proses rekaman yang cukup lama itu
berlangsung. Umur Joan menyebabkan anak itu sulit dikontrol,
sebab kalau dia mau menguap langsung saja dia buka mulutnya,
atau kalau mendesak buang air ia kontan saja lari melaksanakan
hajat.
Jenius
Bu Kasur, yang rupanya sempat juga memperhatikan Joan berkata:
"Untuk anak seumur dia, menurut saya, Joan termasuk jenius,
sebab begitu mudahnya dia menangkap irama lagunya". Mungkin ini
agak berlebihan, kalau kita ingat bahwa faktor lingkungan rumah
tangga Enteng banyak memungkinkan anak itu cepat bisa menyanyi.
Karena kedua orang tuanya memang sama-sama aktif musik. Belum
lagi apa yang dikatakan oleh seorang Sukahardjana -- itu
pimpinan Ansemble Jakarta - dengan yakinnya, bahwa rata-rata
orang Indonesia sangat, sekali lagi sangat, musikal. Makin
banyak diketemukan anak-anak ajaib, yang menyanyi dengan
tangkasnya pada usia belia, akan semakin jelas bahwa
sukses-sukses semacam yang dialami Chicha sekarang banyak juga
tergantung pada perencanaan dan perhitungan bijak seorang
pedagang musik. Kadangkala orang memang lebih banyak membeli
lagu karena ikut-ikutan artis. Atau karena kekagetan, bukan
sematamata karena faktor kejempolan. Namun Joan masih pantas
diberi lampu hijau untuk Si Kodok-nya yang unik, sebagai
kombinasi dari kepolosan dan keserasian musik. Walaupun
dicampuri Tanty dan Fred serta diramaikan oleh aransemen Enteng,
toh lagu-lagunya tidak kehilangan suasana kanak-kanak
sebagaimana terjadi pada garapan Pranajaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini