WAWANCARA ini dilakukan oleh Yusril Jalinus dengan Bu Kasur di
tempat kediamannya di Jalan Kebon Binatang, Jakarta.
Tanya: Kenapa lagu-lagu Chicha, Sari Koeswoyo atau Joan Tanamal
cepat populer dan lebih disenangi anak-anak dari lagu Pak
Kasur, Pranajaya atau AT Mahmud ?
Jawab: Cara menyajikan lagu-lagunya memang sangat menarik.
Mungkin lagu-lagu Pak Kasur sekarang sudah tidak memenuhi selera
anak-anak lagi. Lihat saja, band-band pun nampaknya enggan
memainkannya. Namun saya berpendapat sebaiknya anak-anak
diajarkan lagu-lagu sederhana dalam irama yang sederhana.
Sehingga menyajikannya pun harus sederhana pula. Risikonya
mungkin akan kurang menarik. Karena itu ada anak yang menyebut
cara saya itu kuno. Tapi yang penting, menurut saya, si anak
bisa menghayati isi lagu yang berupa nasihat itu. Barangkali
cara saya memang kuno, sehingga saya fikir, apa perlu
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman? Apakah anak-anak
sekarang daya tangkapnya sudah demikian maju.Sehingga tidak
perlu mulai dari awal pelajaran seperti lagu atau irama yang
sederhana? Entahlah. Yang jelas, saya sudah terlanjur memiliki
cara mengajar serupa itu. Menyajikan lagu dengan aransemen yang
agak ramai, saya kuatir si anak hanya akan menangkap iramanya
daripada isi lagunya.
T: Lantas kenapa mereka bisa?
J: Saya kira karena orangtua mereka orang-orang musik. Jadi
mereka memiliki dua kepintaran sebagai musisi dan penggubah
lagu. Sedang kami cuma bisa bikin lagu. Dengan kepintaran itu,
mereka mampu membikin lagu yang bisa memenuhi selera pendengar.
Lagi pula siapa yang tidak kenal Koes Plus atau Nomo atau Enteng
Tanamal. Popularitas orangtua mereka, sedikitnya turut membantu
cepat populernya lagu-lagu anak-anak itu. Sedang lagu-lagu kami
lebih banyak dilihat dari kacamata orangtua dan guru. Tujuannya
sama sekali bukan komersiil.
T: Apa tujuan ibu mengajarkan lagu anak-anak itu ?
J: Memberi pelajaran nyanyi yang dasar dulu. Sekaligus memberi
unsur pendidikan lewat liriknya yang hampir kebanyakan berupa
nasihat. Membiarkan anak terbiasa mendengarkan musik pop, saya
kuatir nantinya mereka akan sukar menerima musik serius. Saya
berpendapat musik serius harus tetap dipelihara. Karena itu
seorang anak yang belajar piano, saya tak setuju kalau langsung
diajarkan jazz. Sebaiknya berikan dulu yang klasik sebagai
dasarnya. Apa yang dilakukan para musisi pop dengan lagu
anak-anak itu, bagus. Tapi akan lebih baik bila selain
barangkali aransemennya disajikan secara komersiil, lirik-lirik
lagu yang berisi pendidikan bisa dimasukkan ke dalamnya lebih
banyak lagi. Kami cuma bisa bikin lagu. Tapi supaya kami bisa
mengaransirnya secara pop seperti mereka saya kira sudah
terlambat. Kami sudah terlalu tua untuk itu.
T: Apakah Zagu-lagu Chicha dan kawan-kawannya ini bisa
disebut lagu anak-anak?
J: Seperti film, cerita yang dimainkan anak-anak pun belum tentu
film anak-anak. Atau semacam film Ateng Minta Kawin dan Ateng
Mata Keranjang misalnya, belum bisa saya terima sebagai film
anak-anak, meskipun film itu untuk semua umur. Dalam musik pun
lagu-lagu Chicha misalnya, saya masih ragu apa bisa digolongkan
ke dalam lagu anak-anak atau lagu semua umur.
T: Apakah penyanyi anak-anak yang sudah populer tidak akan
kehilangan masa kecilnya kalau terlalu cepat terkenal?
J: Tentu saja ada pengaruhnya kepada diri si anak. Bisa
berbahaya bila tidak ada sumbangannya. Orangtualah yang mestinya
memberi sumbangan itu agar bisa menghindari ekses psikologis
yang kurang baik. Tapi saya yakin orangtua mereka, baik Nomo,
Yok. maupun Enteng Tanamal akan menjaga anak-anak mereka dari
ekses itu.
* Dan berikut ini rekaman dari pendapat Pranajaya, pengasuh
paduan suara anak-anak Bina Vokalia.
Menurut Pranajaya, untuk mendidik anak mencintai musik lebih
baik ditempuh sistim masal. "Membentuk paduan suara seperti Bina
Vokalia adalah wadah terbaik", ujarnya. Alasannya: anak yang
bermula sudah melangkah sebagai penyanyi solo, untuk periode
selanjutnya sulit diperintah dan sulit untuk dididik, menurut
Prana.
"Metode pengajaran yang ditanamkan pada paduan suara adalah
berdasar saling menghargai kemampuan teman. Gotong-royong,
sehingga memang di sini kompetisi individuil lenyap", lanjut
bekas penyanyi seriosa ini. Ditunjukkannya keunggulan sistim
masal adalah karena ia terlampu menjangkau peminat musik lebih
banyak. "Publik musikpun terbentuk" ujarnya, sambil menunjukkan
bahwa rata-rata yang kepingin menjadi anggota Bina Vokalia sudah
hafal lagu-lagu Bina Vokalia terlebih dahulu. "Saya rasa publik
musik saya dengan publik musik seperti Chicha dan Sari berbeda".
Lalu ia mengaku bahwa motivasi usahanya adalah pembinaan musik
untuk anak-anak, merekrut anak-anak sekolah mencintai musik.
Memang ia akui bahwa penyanyi solo anak-anak biasanya dikagumi,
tetapi mereka yang tergabung dalam paduan suara juga mempunyai
kelebihan karena dalam paduan suara dianggap "human interest"
nya lebih terasa.
Dalam mengiringi lagu anak-anak, tokoh ini memujikan instrumen
piano. Sedang untuk merangsang kegembiraan, bisa ditambahkan
ring, bel, tamborin, kastanet dan drum. Dengan iringan banyak
instrumen, ia mengkhawatirkan vokal anak akan tenggelam --
seperti dirasanya terjadi pada beberapa buah lagu Chicha.-"Untuk
intronya, iringan ramai memang baik, tapi setelah itu jangan
sampai tenggelam", ujarnya. Namun ia tidak lupa menunjukkan
bahwa arah lagu Chicha nampaknya edukatif, hanya ia menyarankan
agar proporsinya ditakar baik-baik sehingga bernilai positif.
Maksudnya agar lirik-liriknya benar-benar sesuai dengan
perkembangan jiwa si anak. "Tapi anggaplah kehadiran Chicha
itu'sebagai kreasi baru yang patut dihargai", katanya menutup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini