Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Wawancara pak kasur & prana

Lagu-lagu pak kasur mungkin tidak memenuhi selera anak-anak yang dipentingkan lirik lagu berisi nasihat & tidak diaransir secara pop. dengan sistem masal, publik musik pranajaya akan mencinta musik.

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAWANCARA ini dilakukan oleh Yusril Jalinus dengan Bu Kasur di tempat kediamannya di Jalan Kebon Binatang, Jakarta. Tanya: Kenapa lagu-lagu Chicha, Sari Koeswoyo atau Joan Tanamal cepat populer dan lebih disenangi anak-anak dari lagu Pak Kasur, Pranajaya atau AT Mahmud ? Jawab: Cara menyajikan lagu-lagunya memang sangat menarik. Mungkin lagu-lagu Pak Kasur sekarang sudah tidak memenuhi selera anak-anak lagi. Lihat saja, band-band pun nampaknya enggan memainkannya. Namun saya berpendapat sebaiknya anak-anak diajarkan lagu-lagu sederhana dalam irama yang sederhana. Sehingga menyajikannya pun harus sederhana pula. Risikonya mungkin akan kurang menarik. Karena itu ada anak yang menyebut cara saya itu kuno. Tapi yang penting, menurut saya, si anak bisa menghayati isi lagu yang berupa nasihat itu. Barangkali cara saya memang kuno, sehingga saya fikir, apa perlu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman? Apakah anak-anak sekarang daya tangkapnya sudah demikian maju.Sehingga tidak perlu mulai dari awal pelajaran seperti lagu atau irama yang sederhana? Entahlah. Yang jelas, saya sudah terlanjur memiliki cara mengajar serupa itu. Menyajikan lagu dengan aransemen yang agak ramai, saya kuatir si anak hanya akan menangkap iramanya daripada isi lagunya. T: Lantas kenapa mereka bisa? J: Saya kira karena orangtua mereka orang-orang musik. Jadi mereka memiliki dua kepintaran sebagai musisi dan penggubah lagu. Sedang kami cuma bisa bikin lagu. Dengan kepintaran itu, mereka mampu membikin lagu yang bisa memenuhi selera pendengar. Lagi pula siapa yang tidak kenal Koes Plus atau Nomo atau Enteng Tanamal. Popularitas orangtua mereka, sedikitnya turut membantu cepat populernya lagu-lagu anak-anak itu. Sedang lagu-lagu kami lebih banyak dilihat dari kacamata orangtua dan guru. Tujuannya sama sekali bukan komersiil. T: Apa tujuan ibu mengajarkan lagu anak-anak itu ? J: Memberi pelajaran nyanyi yang dasar dulu. Sekaligus memberi unsur pendidikan lewat liriknya yang hampir kebanyakan berupa nasihat. Membiarkan anak terbiasa mendengarkan musik pop, saya kuatir nantinya mereka akan sukar menerima musik serius. Saya berpendapat musik serius harus tetap dipelihara. Karena itu seorang anak yang belajar piano, saya tak setuju kalau langsung diajarkan jazz. Sebaiknya berikan dulu yang klasik sebagai dasarnya. Apa yang dilakukan para musisi pop dengan lagu anak-anak itu, bagus. Tapi akan lebih baik bila selain barangkali aransemennya disajikan secara komersiil, lirik-lirik lagu yang berisi pendidikan bisa dimasukkan ke dalamnya lebih banyak lagi. Kami cuma bisa bikin lagu. Tapi supaya kami bisa mengaransirnya secara pop seperti mereka saya kira sudah terlambat. Kami sudah terlalu tua untuk itu. T: Apakah Zagu-lagu Chicha dan kawan-kawannya ini bisa disebut lagu anak-anak? J: Seperti film, cerita yang dimainkan anak-anak pun belum tentu film anak-anak. Atau semacam film Ateng Minta Kawin dan Ateng Mata Keranjang misalnya, belum bisa saya terima sebagai film anak-anak, meskipun film itu untuk semua umur. Dalam musik pun lagu-lagu Chicha misalnya, saya masih ragu apa bisa digolongkan ke dalam lagu anak-anak atau lagu semua umur. T: Apakah penyanyi anak-anak yang sudah populer tidak akan kehilangan masa kecilnya kalau terlalu cepat terkenal? J: Tentu saja ada pengaruhnya kepada diri si anak. Bisa berbahaya bila tidak ada sumbangannya. Orangtualah yang mestinya memberi sumbangan itu agar bisa menghindari ekses psikologis yang kurang baik. Tapi saya yakin orangtua mereka, baik Nomo, Yok. maupun Enteng Tanamal akan menjaga anak-anak mereka dari ekses itu. * Dan berikut ini rekaman dari pendapat Pranajaya, pengasuh paduan suara anak-anak Bina Vokalia. Menurut Pranajaya, untuk mendidik anak mencintai musik lebih baik ditempuh sistim masal. "Membentuk paduan suara seperti Bina Vokalia adalah wadah terbaik", ujarnya. Alasannya: anak yang bermula sudah melangkah sebagai penyanyi solo, untuk periode selanjutnya sulit diperintah dan sulit untuk dididik, menurut Prana. "Metode pengajaran yang ditanamkan pada paduan suara adalah berdasar saling menghargai kemampuan teman. Gotong-royong, sehingga memang di sini kompetisi individuil lenyap", lanjut bekas penyanyi seriosa ini. Ditunjukkannya keunggulan sistim masal adalah karena ia terlampu menjangkau peminat musik lebih banyak. "Publik musikpun terbentuk" ujarnya, sambil menunjukkan bahwa rata-rata yang kepingin menjadi anggota Bina Vokalia sudah hafal lagu-lagu Bina Vokalia terlebih dahulu. "Saya rasa publik musik saya dengan publik musik seperti Chicha dan Sari berbeda". Lalu ia mengaku bahwa motivasi usahanya adalah pembinaan musik untuk anak-anak, merekrut anak-anak sekolah mencintai musik. Memang ia akui bahwa penyanyi solo anak-anak biasanya dikagumi, tetapi mereka yang tergabung dalam paduan suara juga mempunyai kelebihan karena dalam paduan suara dianggap "human interest" nya lebih terasa. Dalam mengiringi lagu anak-anak, tokoh ini memujikan instrumen piano. Sedang untuk merangsang kegembiraan, bisa ditambahkan ring, bel, tamborin, kastanet dan drum. Dengan iringan banyak instrumen, ia mengkhawatirkan vokal anak akan tenggelam -- seperti dirasanya terjadi pada beberapa buah lagu Chicha.-"Untuk intronya, iringan ramai memang baik, tapi setelah itu jangan sampai tenggelam", ujarnya. Namun ia tidak lupa menunjukkan bahwa arah lagu Chicha nampaknya edukatif, hanya ia menyarankan agar proporsinya ditakar baik-baik sehingga bernilai positif. Maksudnya agar lirik-liriknya benar-benar sesuai dengan perkembangan jiwa si anak. "Tapi anggaplah kehadiran Chicha itu'sebagai kreasi baru yang patut dihargai", katanya menutup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus