Berikut ini adalah laporan dari Pilipina yang dikimkan ke
redaksi TEMPO mengenai film One Flew Over The Cuckoo's Nest.
Film yang mendapat sejumlah hadiah Oscar ini - dianggap film
terbaik tahun 1975 - kini sedang diputar di berbagai kota di
Asia Tenggara Belum dapat diketahui kapan kiranya publik
Indonesia berkesempatan menikmati film pilihan ini. Sembari
menanti kesempatan yang entah kapan datangnya itu, barangkali
ada juga baiknya mengikuti laporan saudara Prijono berikut ini
JACK Nicholson mendapat oscar lewat film One Flew Over The
Cuckoo's Nest. Tepukan meriah menggema, sang aktor mengangkat
kedua tangannya, sedikit tak percaya, tapi kemudian tersenyum
lebar. Adegan dalam upacara pemberian Oscar yang disiarkan
langsung melalui telecast dari Hollywood ini mengingatkan saya
pada mimik wajah McMurphy (Jack Nicholson), seorang bohemian
yang muak dengan keadaan dunia luar, dan kemudian masuk dalam
penjara baru yang berupa rumah sakit para penderita gangguan
mental.
Rumah sakit yang menjadi "sarang" (nest) dari para "burung"
pasien dengan berbagai tingkat gangguan jiwa sehingga
seolah-olah menjadi rumah dari kumpulan boneka-boneka yang mudah
dipengaruhi, pasif dan tanpa gairah hidup menjadi semarak ketika
Murphy menjadi anggota di dalamnya. Seperti kebiasaan "cuckoo
bitd" yang suka meninggalkan telornya dalam sarang dan
membiarkan burung lain mengeraminya, McMurphy pun ingin
mengetrapkan kebiasaan ini. Tetapi temyata "ibu dari
burung-burung" tersebut --yang diwujudkan dalam diri perawat
Ratched (Louise Fletcher)--tidak memberi kesempatan pada si
burung nakal ini untuk merobah status quo para burung-burung,
apa lagi menjegal sistem dan kewenangan yang telah ditetapkan
dalam asrama tersebut.
Karya Milos Forman yang juga mendapat penghargaan sebagai film
terbaik ini, berdasar atas novel dari Ken Kesey, mempunyai dua
aspek penting. Pertama, bila kita memandang lebih jauh, film ini
seolah-olah mengajak kita berpikir dan ikut menyelami makna
penyembuhan penderita gangguan mental melalui pengobatan berupa
diskusi, dikurung macam burung dari tempat ramai, tetapi tetap
diberi kebebasan mengajukan pendapat dan hak mereka sebagai
layaknya manusia normal. Kedua dalam kenyataannya aspek
kemanusiaan masih harus dilengkapi dengan aspek politik. Karena
film ini juga berbicara tentang pemberontakan, keinginan untuk
melepaskan diri dari ikatan-ikatan kewenangan yang ketat, maka
aspek politis yang kita hadapi sehari-hari- sebagai kenyataan
harus pula kita terima.
Milos Forman sebagai sutradara, yang juga ketiban hadiah Oscar
sebagai sutradara terbaik, cukup berhasil dalam memilih dan
menempatkan pemain-pemainnya. Iringan musiknya mengingatkan kita
pada karakter musik Amerika Indian, dan ini membawa kita ke alam
magis, kebatinan dan pendalaman yang lebih jauh sesuai dengan
jiwa oleh film ini. Lepas dari hubungan antara musik dengan
peran dari seorang Indian, si Chief, yang mula-mula dianggap
bisu dan tuli, iringan musik dalam film ini memang selayaknya
mendapat pujian.
Film ini memang dimulai dengan adegan-adegan yang tampaknya
pelan, tetapi padat dengan kenyataan pahit yang sepertinya kita
hadapi sendiri dalam hidup. Keinginan merdeka dari para pasien
gangguan mental yang diwujudkan dalam usaha mereka untuk meminta
agar acara TV dari dunia luar boleh ditonton, usaha melarikan
diri dan kemudian bersenang-senang memancing di laut dihadapkan
pada kewenangan yang ketat, tak bisa dibantah dan sedikit
autarki. Malah McMurphy yang menjadi biang keladi dari semua
pemberontakan itu dianggap "tidak gila, tetapi berbahaya
seperti yang diucapkan oleh salah seorang administrator rumah
sakit.
Segi lain yang perlu disorot adalah karakter film ini yang
semakin dimantapkan oleh si Chief sebagai Indian yang akhirnya
berhasil memperoleh kebebasannya dari "sangkar burung cuckoo".
Itu disebabkan karena dia klat, pandai, loyal dan tak banyak
cakap. Kelebihan ini dibuktikan ketika dia membunuh McMurphy
sebelum dia membebaskan diri, karena dia selalu mengingat
kata-kata bahwa hidup dalam ruang-ruang penjara seperti rumah
sakit jiwa tersebut adalah lebih buruk dari kematian.
Dalam hal permainan, Jack Nicholson, lebih menonjol dan lebih
wajar dari permainan Al Pacino dalam Dog Day Afternoon yang juga
dicalonkan untuk mendapat penghargaan. Sewaktu saya selesai
menonton kedua film ini, ada kesan dalam diri saya bahwa Al
Pacino yang memerankan perampok bank masih kurang menguasai
perannya, bahkan sedikit over-acting.
Louis letcher sebagai perawat yang dipenuhi dengan sikap
birokratis,penuh kepercayaan, dingin serta ketinggalan zaman,
cukup beralasan untuk mendapat Oscar sebagai pemeran wanita
terbaik. Kebrhasilannya membawakan perannya diantara
orang-orang sakit jiwa, patut mendapat pujian. Dan penonton TV
rasanya akan terharu melihat Louis Fletcher menerima Piala
Oscar. Ketika itu ia menyampaikan terimakasihnya kepada kedua
orang tuanya yang telah mendorongnya sampai mendapat Oscar,
dengan gerak tangan tanpa kata. Kedua orang tuanya ternyata bisu
dan tuli. Kalau film ini berhasil menggondol 5 Oscar film,
aktor dan aktris, pengarah serta penulisan skenario terbaik,
memang cukup alasan. Lebih dari film kocak biasa, film ini
berbicara juga mengenai ketakutan, keberanian, perasaan bersih,
ketegangan-ketegangan dan akhirnya harapan. Itu yang membuat
film ini enak untuk dinikmati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini