Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ratu Es, Penjaga Mode Dunia

Sebuah film dokumenter tentang ”pertempuran” di ruang redaksi majalah mode Vogue. Anna Wintour adalah jantung dunia mode.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The September Issue
Sutradara: R.J. Cutler
Pemain: Anna Wintour, Grace Coddington, Andre Leon Talley

Dia dijuluki Ratu Es. Dan itu bukan tanpa sebab. Di sepanjang film dokumenter karya R.J Cutler itu, kita melihat sosok Anna Wintour, Pemimpin Redaksi Majalah Vogue Amerika, yang dianggap sebagai pemegang jangkar dunia mode di dunia. Bukan hanya stafnya yang tunduk total pada wajahnya yang dingin, sulit tersenyum, dan berjarak itu, tapi semua desainer dunia harap cemas setiap kali memperlihatkan buah tangan mereka yang terbaru.

Lihatlah bagaimana dingin dan te­nangnya, nyaris tanpa ekspresi, Wintour menilai hasil desain Stefano Pilati, kepala desainer rumah mode Yves Saint Laurent.

”Sedang tidak berselera dengan warna, Stefano?” demikian Wintour sembari menatap desain Stefano yang rata-rata berwarna hitam dan kelabu.

”Oh…,” Stefano tampak gugup, ”ini musim dingin, saya kira lebih bagus tak terlalu berwarna.”

Wajah Wintour tampak semakin dingin. Tanpa harus berteriak atau marah-marah (karena itu memang bukan gaya Anna Wintour), cukup dengan gerakan alis atau bahu belaka, Stefano sudah tergopoh-gopoh menguak baju-baju hasil desainnya.

Mereka yang pernah menyaksikan film The Devil Wears Prada (David Frankel, 2006), yang diangkat dari no­vel karya Lauren Weisberger, tentu saja ingat sosok Miranda Priestley (Meryl Streep) yang karakternya diinspirasikan oleh Anna Wintour.

Di film dokumenter ini—R.J. Cutler diizinkan mengikuti Wintour selama delapan bulan—tentu saja drama ruang redaksi Vogue dibuat serealistis mungkin. ”Realistis” di sini artinya kita tak akan mungkin melihat drama personal, romansa cinta, ataupun (mungkin) affair di antara para anggota staf redaksi. Kamera lebih menyorot kerja sama duo perempuan hebat Anna Wintour dan redaktur kreatif Grace Coddington.

Hubungan mereka, yang sama-sama sudah senior di dunia jurnalistik mode, itulah yang menghidupkan film dokumenter ini. Grace di masa lalu adalah seorang model jelita yang pernah difoto oleh fotografer terkemuka seperti Helmut Newton dan Lord Snowdown, serta bergaul dengan desainer seperti Manolo Blahnik. ”Tapi kecelakaan mobil memaksa aku berhenti dari kegiatan ini,” kata Grace. Dia berbicara tanpa nada pahit. Dan ketika dia bekerja di majalah Vogue 20 tahun silam, seperti halnya Anna Wintour, ternyata dia adalah seorang stylist dan redaktur kreatif yang ”paling jenius” di dunia mode.

Kameramengikuti sesi pemotretan yang memang memperlihatkan bagaimana Grace memperlakukan mode sebagai sebuah dunia permainan dan drama. Lazimnya, Grace akan menyusun sebuah cerita, dan para modelnya adalah sosok yang seolah ”memerankan” sebuah karakter. Itulah yang dia lakukan pada rangkaian foto untuk Vogue edisi September, sebuah edisi istimewa di dunia mode karena konon September adalah Januari bagi dunia mode.

Kita juga melihat kekecewaan Grace atas penyuntingan Anna Wintour yang dingin dan sama sekali tak memandang hati ”sahabat”. Bahkan pemilihan aktris Sienna Miller sebagai sampul muka dan sesi pemotretan yang jauh-jauh di Italia yang diberi porsi hingga 20 halaman harus diterima Grace sebagai suatu kenyataan bahwa, ”Anna memang jenius, karena dialah pelopor redaktur mode yang menggunakan selebritas sebagai sampul muka, saat majalah lain menggunakan supermodel.”

Strategi dan taktik Anna Wintour—menggunakan selebritas film atau musik sebagai bagian utama daya jual majalah mode—memang berhasil. Majalah mode lainnya langsung ikutan.

Sikap dingin Wintour tentu saja tak bisa terlepas dari latar belakang ke­luarganya. Ayahnya, Charles Wintour, editor Evening Standard di London, adalah, ”Sosok yang berjarak dan dingin,” kata Anna. Saudara sekandung Wintour semua berkecimpung di area yang sangat berlawanan dengan Anna, ”Ada aktivis yang giat di perumahan murah untuk rakyat kecil; ada aktivis pembela petani; dan ada satu lagi adik saya yang bekerja sebagai wartawan politik harian The Guardian,” kata Anna, yang mengakui keluarganya merasa dunia yang dia gauli adalah dunia yang lucu. Bahkan anak perempuannya, Bee Shaffer, yang mengaku ingin kuliah di fakultas hukum, menyatakan tidak tertarik pada dunia ibunya. ”Orang-orang di dunia mode menganggap dunia mode itu terlalu serius. Buat saya itu lucu.”

Keluarganya mungkin tak tahu (atau tak peduli), betapa Anna Wintour adalah jantung yang memompa kehidupan dunia mode. Bukan hanya di Amerika atau di Inggris, tapi di dunia.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum