PERUBAHAN PERANAN GURU Oleh: Normaw M. Goble Penerbit PT Gunung Agung, kerja sarma dengan UNSCO, 1983, 219 halaman BUKU ini merangkum hasil Konperensi Pendidikan Internasional di Jenewa, 1975, yang diselenggarakan oleh UNESCO. Pertemuan yang dihadiri 400 ahli pendidikan dari berbagai penjuru dunia ini membicarakan satu profesi: guru. Peserta konperensi sepakat bahwa citra guru sejak dulu tetap bertahan. Guru diasumsikan memiliki pengetahun yang lebih dibandingkan murid mereka. Dan bahwa pelajaran di dalam kelas adalah peristiwa pengalihan pengetahuan dari guru kepada murid. Proses itu dianggap sukses, apabila dalam waktu yang direncanakan murid mempunyai pengetahuan setingkat guru. Kemudian, murid pun akan mencari guru yang lebih pintar, menerima pengalihan ilmu lagi, atau, akan langsung terjun ke masyarakat. Karena ia belum berpengalaman, mungkin sekali kerjanya kurang sempurna. Hal ini menggambarkan kedudukan murid yang tetap lebih rendah dari bekas gurunya yang memang telah berpengalaman. Akibat lanjut dari proses ialah, semakin muda usia murid semakin rendah pula tingkat guru yang dibutuhkannya. Inilah kesimpulan aneh, tapi ternyata dipraktekkan di banyak negara: guru SD harus lebih rendah pengetahuannya dari guru SMTP. Implikasinya, gaji guru SD pun harus lebih rendah dari gaji guru SMTP. Dalam pol pendapat TEMPO kali ini (lihat: Pendidikan), dari 701 rcsponden hampir 26% setuju, gaji guru SD) harus lebih kecil. Ada 29% yang tidak tegas pendapatnya dan sekitar 44% yang tidak setuju. Tapi, ada hal lain yang lebih penting dari gaji, yakni di antara empat dinding kelas, guru memonopoli ilmu pengetahuan. Kedudukan yang begini gampang sekali menjadikan guru seorang diktator. Seandainya ilmu tak berkembang, mungkin sekali citra guru seperti itu tak akan berubah. Tapi pengetahuan berkembang, dan siapa pun tahu, sekolah tak lagi merupakan satu-satunya sumber ilmu. Maka, menurut konperensi di Jenewa, peran guru harus mengikuti perkembangan ilmu. Tugasnya disarankan untuk bergeser sebagai pembantu anak didik dalam upaya mengikuti perkembangan itu. Dengan demikian, guru menjadi penengah antara murid dan setumpuk informasi faktual, agar mereka mampu menyaring informasi mana saja yang diperlukan oleh pribadinya guna menunjang hidup di masyarakat. Singkat kata, guru harus lebih mengajarkan bagaimana hidup dalam gerak perubahan yang kini demikian cepat. Agak mengherankan, memang, tapi hasil-hasil konperensi itu, sepanjang pengetahuan saya, tak populer di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini