Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rehal-budiman s. hartoyo

Pengarang: hardi jakarta: gunung agung, 1983. (bk)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

API NASIONALISME, Cuplikan Pengalaman Oleh: Hardi Penerbit: PT Gunung Agung, Jakarta, 1983, 246 halaman. OTOBIOGRAFI ini ternyata juga merupakan upaya pembelaan diri. Hardi, misalnya, menegaskan pentingnya nasionalisme sebagaimana dianut partainya, PNI (halaman 17) -- juga di masa kini. Cuma sayang bekas wakil perdana menteri I dan duta besar di Hanoi itu kurang memperinci mengapa partai marhaenis itu akhirnya rontok setelah ditinggalkan oleh Bung Karno. Meskipun buku ini kurang lengkap, sementara komposisinya kurang sempurna, ada beberapa catatan yang menarik. Misalnya, ketika Hardi berbisik ke telinga Ketua Umum DPP PNI, Ali Sastroamidjojo, bahwa Ir. Surachman, sekretaris jenderalnya, adalah infiltran PKI (halaman 34). Hardi pula, yang menurut ceritanya, mula-mula mengusulkan pada Bung Karno agar kembali ke UUD 1945 (halaman 69). Dan di saat-saat kritis menyampaikan analisa kepada Bung Karno bahwa dalam waktu dekat PKI akan merebut kekuasaan (halaman 162). Ketika posisi Bung Karno sulit, 1967, Hardi berusaha "menyelamatkan" gurunya itu. PKI ketika itu sudah dibubarkan oleh Pengemban SP-11 Maret, Letjen Soeharto, tapi Hardi masih berusaha agar Bung Karno menegaskan persetujuannya (halaman 174). Dan untuk mengatasi situasi konflik saat itu, Hardi juga mengusulkan agar Bung Karno menyatakan non-aktif di depan sidang BP-MPRS (halaman 175). Usul diterima dan Bung Karno memerintahkan penyusunan "Surat Penugasan mengenai Pemimpin Pemerintahan Sehari-hari kepada Pemeang SP-11 Maret." Isinya: agar Soeharto selalu berkonsultasi dengan Bung Karno. Surat itu disampaikan kepada Soeharto oleh Hardi sendiri. Meskipun ada cerita "berwarna" mengenai kesederhanaan Hardi sebagai wakil perdana menteri I dengan kantor yang hanya berkarpet sabut kelapa (halaman 85), atau mendapat kenang-kenangan peci bekas pakai dari Bung Karno (halaman 181), sayang sekali pengalaman pada 1947-1949 ketika Hardi membuka bengkel sepeda dan berjualan kecap (halaman 219) tidak dituturkan lengkap dan menarik. Cerita mengenai kongres PNI XII di Semarang (halaman 57) yang "diatur" juga kurang diungkapkan secara terperinci. Konflik intern dalam tubuh bekas partai besar ini juga kurang dibeberkan secara mendasar. Memang ada kisah mengenai PNI Ali Surachman dan PNI Osa-Usep, tetapi tidak ada catatan tentang PNI-Hardi. Atau usaha menghidupkan kembali PNI lewat Lembaga Marhaenis -- karena rasa tidak puas terhadap PDI. Budiman S. Hartoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus