API NASIONALISME, Cuplikan Pengalaman
Oleh: Hardi
Penerbit: PT Gunung Agung, Jakarta, 1983, 246 halaman.
OTOBIOGRAFI ini ternyata juga merupakan upaya pembelaan diri.
Hardi, misalnya, menegaskan pentingnya nasionalisme sebagaimana
dianut partainya, PNI (halaman 17) -- juga di masa kini. Cuma
sayang bekas wakil perdana menteri I dan duta besar di Hanoi itu
kurang memperinci mengapa partai marhaenis itu akhirnya rontok
setelah ditinggalkan oleh Bung Karno.
Meskipun buku ini kurang lengkap, sementara komposisinya kurang
sempurna, ada beberapa catatan yang menarik. Misalnya, ketika
Hardi berbisik ke telinga Ketua Umum DPP PNI, Ali
Sastroamidjojo, bahwa Ir. Surachman, sekretaris jenderalnya,
adalah infiltran PKI (halaman 34). Hardi pula, yang menurut
ceritanya, mula-mula mengusulkan pada Bung Karno agar kembali ke
UUD 1945 (halaman 69). Dan di saat-saat kritis menyampaikan
analisa kepada Bung Karno bahwa dalam waktu dekat PKI akan
merebut kekuasaan (halaman 162).
Ketika posisi Bung Karno sulit, 1967, Hardi berusaha
"menyelamatkan" gurunya itu. PKI ketika itu sudah dibubarkan
oleh Pengemban SP-11 Maret, Letjen Soeharto, tapi Hardi masih
berusaha agar Bung Karno menegaskan persetujuannya (halaman
174). Dan untuk mengatasi situasi konflik saat itu, Hardi juga
mengusulkan agar Bung Karno menyatakan non-aktif di depan sidang
BP-MPRS (halaman 175).
Usul diterima dan Bung Karno memerintahkan penyusunan "Surat
Penugasan mengenai Pemimpin Pemerintahan Sehari-hari kepada
Pemeang SP-11 Maret." Isinya: agar Soeharto selalu
berkonsultasi dengan Bung Karno. Surat itu disampaikan kepada
Soeharto oleh Hardi sendiri.
Meskipun ada cerita "berwarna" mengenai kesederhanaan Hardi
sebagai wakil perdana menteri I dengan kantor yang hanya
berkarpet sabut kelapa (halaman 85), atau mendapat
kenang-kenangan peci bekas pakai dari Bung Karno (halaman 181),
sayang sekali pengalaman pada 1947-1949 ketika Hardi membuka
bengkel sepeda dan berjualan kecap (halaman 219) tidak
dituturkan lengkap dan menarik.
Cerita mengenai kongres PNI XII di Semarang (halaman 57) yang
"diatur" juga kurang diungkapkan secara terperinci. Konflik
intern dalam tubuh bekas partai besar ini juga kurang dibeberkan
secara mendasar. Memang ada kisah mengenai PNI Ali Surachman dan
PNI Osa-Usep, tetapi tidak ada catatan tentang PNI-Hardi. Atau
usaha menghidupkan kembali PNI lewat Lembaga Marhaenis -- karena
rasa tidak puas terhadap PDI.
Budiman S. Hartoyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini